Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

229
(FIVE YEARS 69)

H-INDEX

2
(FIVE YEARS 1)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

2338-3445, 0853-9987

2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Woro Riyadina ◽  
Ekowati Rahajeng ◽  
Srilaning Driyah

One of the adverse effect of prolonged patients with diabetes mellitus (DM), coronary heart disease (CHD), and stroke was the emerge of chronic kidney disease (CKD) and it would be burden of the economic. The prognosis of CKD in new cases of DM, CHD, and stroke during followed up in Cohort Study Noncommunicable Disease Risk Factor in Bogor was not yet known. Aim to study was to obtain to CKD profile in DM, CHD, stroke, and comorbid incidences during Cohort Study Noncommunicable Disease Risk Factor. This article has been result of cross sectional further analysis of secondary data on 370 new cases of DM, CHD, and stroke that who were examined for blood creatinine levels and calculated eGFR on 2018 and 2019. DM was diagnosed from fasting glucose ≥126 mg/dl or post prandial glucose ≥200mg/dl. CHD was diagnosed by ECG examination and validated by cardiologist and stroke was diagnosed by anamnesis by a neurologist. The main variable is eGFR as an indicator of CKD which is the result of CKP-epi calculation based on creatinine levels in the blood. Other variables are age, sex, type of disease (DM, CHD, and stroke). Data were analyzed using chi-square test. The results showed that average age patients with CKD on new cases of DM, CHD, stroke, and comorbid in Bogor were 48.2 ± 8.6 years old. Proportions CKD on new cases of DM, CHD, strok and comorbid were 59.5%, 56.7%, 66.7% and 50.0%. CKD was higher in older woman than others. The prevalence of CKD was found very high in subjects with stroke, DM, CHD, and comorbid. So, it is necessary to prevent complications by early diagnosis of NCD with regular monitoring of kidney function by creatinine level test and avoid using drugs that caused kidney damage. Abstrak Salah satu komplikasi buruk dari penderita diabetes melitus (DM), penyakit jantung koroner (PJK), dan strok yang berkepanjangan adalah munculnya gangguan fungsi ginjal dan akan membebani ekonomi bagi penderitanya. Gambaran prognosis gangguan fungsi ginjal pada insiden DM, PJK, dan strok selama pemantauan Studi Kohor Faktor Risiko PTM (FRPTM) Bogor belum diketahui. Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran gangguan fungsi ginjal pada kasus baru DM, PJK, dan strok yang muncul selama pemantauan Studi Kohor FRPTM. Artikel ini merupakan hasil analisis lanjut secara potong lintang dari data sekunder kasus baru (insiden) DM, PJK, dan strok pada Studi Kohor FRPTM sebanyak 370 subjek yang diperiksa kadar kreatinin darah dan dihitung eLFG pada tahun 2018 dan 2019. DM didiagnosis dari kadar gula darah puasa ≥126 mg/dl atau post prandial ≥200mg/dl. PJK dari hasil pemeriksaan EKG dan validasi dokter spesialis jantung dan strok hasil anamnesis oleh spesialis saraf dan sudah mengalami rawat jalan. Variabel utama adalah eLFG merupakan indikator terjadinya gangguan fungsi ginjal yang merupakan hasil hitung kadar kreatinin dalam darah dengan CKD-epi. Variabel lain adalah umur, jenis kelamin, jenis penyakit (DM, PJK, dan strok). Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil menunjukkan temuan gangguan fungsi ginjal pada penderita DM, PJK, strok, dan komorbid di Bogor berumur 48,2 ± 8,6 tahun dan proporsi masing-masing 59,5%, 56,7%, 66,7%, dan 50%. Subjek yang mengalami gangguan fungsi ginjal menunjukkan lebih banyak pada umur lebih tua dan perempuan. Tingginya proporsi gangguan fungsi ginjal pada penderita strok, DM, PJK, dan komorbid diperlukan pencegahan komplikasi sejak awal terdiagnosis PTM dengan memantau fungsi ginjal dengan pemeriksaan kadar kreatinin secara teratur, serta menghindari penggunaan obat yang menimbulkan kerusakan ginjal.


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Srilaning Driyah ◽  
Julianty Pradono

Diabetes mellitus type 2 (T2DM) is a chronic disease and can cause complications, one of which is decreased kidney function. Anemia is a complication of T2DM, especially if it is accompanied by renal disorders. The aim of this study was to show the relationship between HbA1c and hemoglobin (Hb), hematocrit (HCT), creatinine, and glomerular filtration rate (GFR) in T2DM respondents with and without complications of chronic renal failure (CRF). This study used a subset of the Non-Communicable Diseases cohort data set by the Center for Public Health Efforts in Central Bogor sub-district, Bogor City. The research design was an analytic observational study. Respondents were all T2DM with complete data as much as 303 people. The respondents diagnosed based on the results of previous blood sugar tests. The inclusion criteria were people with T2DM who had complete data (HBA1c, Hb, HCT, and creatinine). Bivariate analysis between the dependent variable (T2DM with or without CRF) and the independent variable (HbA1c, Hb, HCT, creatinine, and LFG) used the Spearman correlation. The results showed a strong positive correlation between HbA1c and Hb (r = 0,66, p<0,05) and HCT (r = 0,67, p<0,05)in T2DM respondents with CRF, but there is no correlation between HbA1c and creatinine and LFG. In T2DM without CRF there is a weak positive correlation between HbA1c and Hb (r = 0,26, p<0,05) and HCT (r = 0,21, p<0,05), a negative correlation between HbA1c and creatinine (r = -0,29, p<0,05), and there is a weak positive correlation between HbA1c and LFG (r = 0,24, p<0,05 ). The conclusion is that controlling blood sugar by examining HbA1c levels shows a strong positive correlation with Hb levels and HCT in T2DM with CRF and a weak negative correlation with LFG in T2DM without CRF. This difference is not in accordance with the existing theory Abstrak  Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kronik dan dapat menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah penurunan fungsi ginjal. Anemia merupakan komplikasi DMT2 khususnya jika disertai gangguan renal. Tujuan penelitian ini menunjukkan hubungan hemoglobin A1c (HbA1c) dengan hemoglobin (Hb), hematokrit (HCT), kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus (LFG) pada responden DMT2 dengan dan tanpa komplikasi gagal ginjal kronik (GGK). Penelitian ini menggunakan subset data kohor penyakit tidak menular (PTM) yang dilakukan oleh Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Desain penelitian adalah studi observasional analitik. Responden adalah semua penderita DMT2 dengan data lengkap sebanyak 303 orang yang didiagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah sebelumnya. Kriteria inklusi adalah penderita DMT2 yang memiliki data lengkap (HbA1c, Hb, HCT, dan kreatinin). Analisis bivariat antara variabel dependen (DMT2 dengan atau tanpa GGK) dengan variabel independen (HbA1c, Hb, HCT, kreatinin dan LFG) mengunakan korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan pada responden DMT2 dengan GGK terdapat korelasi positif yang kuat antara HbA1c dengan Hb (r = 0,66, p<0,05) dan HCT (r = 0,67, p<.0,05). Sedangkan HbA1c dengan kreatin dan LFG tidak terdapat korelasi. Pada DMT2 tanpa GGK terdapat korelasi positif lemah antara HbA1c dengan Hb (r = 0,26, p<0,05 ) dan HCT (r = 0,21, p<0,05), terjadi korelasi negatif antara HbA1c dengan kreatinin sebesar (r = -0,29, p<0,05), dan terdapat korelasi positif lemah antara HbA1c dengan LFG ( r = 0,24, p<0,05 ). Simpulan yang dapat diambil adalah pengontrolan gula darah dengan pemeriksaan kadar HbA1c menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan kadar Hb dan HCT pada DMT2 dengan GGK dan korelasi negatif lemah dengan LFG pada DMT2 tanpa GGK. Perbedaan tersebut belum sesuai teori yang ada.


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Osi Kusuma Sari ◽  
Neila Ramdhani ◽  
Subandi Subandi

Indonesia needs mental health service methods that are able to reach a wider community with challenging geographical conditions and a large population. The need is even more urgent with the current situation of physical restrictions in the current pandemic. The increasing number of mental health cases and the limited availability of professional resources that are insufficient to meet the needs, causing mental health disparities. The increasing need for psychological assistance in particular situations is now a challenge for service providers. This paper aims to obtain a scientific basis from several evidencebased studies that show the effectiveness of services using telemental health (TMH) or better known as telepsychology in several community groups and countries. This article is a literature review from various sources through the Google scholar search engine, Google, and PubMed with the keywords telemental health, telepsychology, and telecounseling. The rapid development of information technology in the digital age has become a promising opportunity. With the optimal integration of mental health services and technology, the results obtained can be one of the alternative solutions in reaching the wider community and minimizing existing gaps. The use of two-way long-distance telecommunications media, utilizing telephone and video conferencing with due regard to procedures and professional ethics telepsychology implementation in Indonesia needs to consider several things, including procedures and professional service ethics; infrastructure availability; community readiness and culture; and also, the ability of psychologists as providers of this service. Abstrak Indonesia membutuhkan metode layanan kesehatan mental yang mampu menjangkau masyarakat luas dengan kondisi geografis yang menantang dan populasi penduduk yang besar. Kebutuhan tersebut menjadi semakin mendesak dengan adanya situasi pembatasan fisik di masa pandemi yang dihadapi saat ini. Meningkatnya jumlah kasus kesehatan mental dan keterbatasan ketersediaan sumber daya profesional yang ada tidak cukup memenuhi kebutuhan pelayanan, sehingga menimbulkan kesenjangan kesehatan mental. Meningkatnya kebutuhan pendampingan psikologis pada situasi khusus saat ini menjadi tantangan bagi penyedia layanan. Makalah ini bertujuan untuk memperoleh dasar ilmiah dari beberapa studi berbasis bukti yang menunjukkan efektivitas layanan menggunakan telemental health (TMH) atau lebih dikenal telepsikologi di beberapa kelompok masyarakat dan negara. Artikel ini merupakan reviu literatur dari berbagai sumber, melalui mesin pencari Google Scholar, Google, dan Pubmed dengan kata kunci telemental health, telepsychology, dan telecounseling. Perkembangan teknologi informasi yang pesat di era digital ini menjadi peluang yang menjanjikan. Hasil yang didapatkan, dengan adanya integrasi pelayanan kesehatan mental dan teknologi secara optimal, dapat menjadi salah satu solusi alternatif dalam menjangkau masyarakat yang lebih luas dan meminimalisir kesenjangan yang ada. Penggunaan media telekomunikasi jarak jauh dua arah, memanfaatkan telepon, dan konferensi video dengan memperhatikan prosedur serta etika professional. Implementasi telepsikologi di Indonesia perlu mempertimbangkan beberapa hal, meliputi prosedur dan etika layanan professional; ketersediaan infrastruktur; kesiapan dan budaya masyarakat; serta juga kemampuan psikolog sebagai penyedia layanan ini.  


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Nurul Fadhillah Kundari ◽  
Wardah Hanifah ◽  
Gita Aprilla Azzahra ◽  
Nadzira Risalati Qoryatul Islam ◽  
Hoirun Nisa

Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is an infectious disease caused by the SARS-CoV-2 virus and is able to spread rapidly in humans. Preventive behavior is important for every individual to maintain their health during the COVID-19 pandemic. This study aims to determine the relationship between social support (family, friends, health workers), perceptions of the response to COVID-19, and exposure to social media for COVID-19 prevention behavior. This cross-sectional study was conducted in the Jabodetabek area in May 2020 with a voluntary sampling technique. The participants were 424 respondents. The proportion of respondents with good COVID-19 prevention behavior was 45.2%. The results of the multivariate analysis showed family support (OR = 2.736; 95% CI = 1.654 - 4.517), peer support (OR = 2.035; 95% CI = 1.205 - 3,436), support from health professionals (OR = 1.729; 95% CI = 1.023 - 2,923); and sources of information regarding COVID-19 (OR = 1,692; 95% CI = 1,036 - 2,764) had a significant relationship with COVID-19 prevention behavior (P <0.05). It can be concluded that family support has dominant influence on COVID-19 prevention behavior in Jabodetabek community. For this reason, social support from the smallest scale (family) and reliable sources of information related to COVID-19 are needed so that community can implement COVID-19 prevention behavior properly in daily life. Abstrak Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS- CoV-2 dan mampu menyebar dengan cepat pada manusia. Perilaku pencegahan penting dilakukan oleh setiap individu demi menjaga kesehatannya di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial (keluarga, teman, dan tenaga kesehatan), persepsi penanggulangan COVID-19, dan keterpaparan terhadap media sosial terhadap perilaku pencegahan COVID-19. Penelitian cross-sectional dilakukan pada bulan Mei 2020 di wilayah Jabodetabek dengan teknik voluntary sampling. Responden berjumlah 424 responden. Proporsi responden dengan perilaku pencegahan COVID-19 yang baik sebesar 45,2%. Hasil analisis multivariat menunjukkan dukungan keluarga (OR= 2,736; CI 95%= 1,654 - 4,517), dukungan teman (OR=2,035; CI 95%= 1,205 - 3,436), dukungan tenaga kesehatan (OR=1,729; CI 95%= 1,023 - 2,923); dan sumber informasi mengenai COVID-19 (OR= 1,692; CI 95%= 1,036 - 2,764) memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pencegahan COVID-19 (P<0,05). Dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh dominan terhadap perilaku pencegahan COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Oleh karena itu, dukungan sosial dari skala terkecil (keluarga) dan sumber informasi terpercaya sangat dibutuhkan agar masyarakat mampu menerapkan perilaku pencegahan COVID-19 dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Fenti Yulianti ◽  
Fedri Ruluwedrata Rinawan ◽  
Panji Fortuna Hadisoemarto

The coverage of exclusive breastfeeding has not yet reached the target both in Indonesia and other countries. One of the factors that influence husband’s support. Husband’s support for exclusive breastfeeding will be influenced by his intention. A person’s planned behavior or intentions can be predicted through their attitudes as described in Theory of Planned Behavior (TPB), which states that a person’s intention is influenced by behavior belief, outcome evaluation and perceived power. The research aims was to analyze which factors most influenced husband’s support for exclusive breastfeeding based on TPB. The study is a quantitative research using survey method. The sampling technique used multistage sampling to get respondents as many as 90 husbands who have babies aged 0-6 months in Bandung. The instrument used the Partner Breastfeeding Influence Scale (PBIS) and the TPB questionnaire, while the statistical analysis used the Multiple Linear Regression Test. The results of the analysis showed that the husband’s support for exclusive breastfeeding can be categorized as sufficient. Whereas the factors that most influenced the husband’s support for exclusive breastfeeding based on TPB were behavior beliefs (β = 1.8; p = 0.01). These results provide information that a health promotion program design is needed to improve attitudes and support for husband in exclusive breastfeeding. Abstrak Cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif masih belum mencapai target baik di Indonesia maupun di negara lain. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah dukungan suami. Dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif akan dipengaruhi oleh intensinya. Perilaku terencana atau intensi seseorang dapat diprediksi melalui sikap yang dimilikinya seperti yang dijelaskan dalam Theory of Planned Behavior (TPB) bahwa intensi seseorang dipengaruhi oleh behavior belief, outcome evaluation dan perceive power. Tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis faktor mana yang paling memengaruhi dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif berdasarkan TPB. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei. Teknis pengambilan sampel menggunakan multistage sampling untuk mendapatkan responden sebanyak 90 orang suami yang memiliki bayi usia 0-6 bulan di Kota Bandung. Instrumen penelitian menggunakan Partner Breastfeeding Influence Scale (PBIS) dan kuesioner TPB sedangkan analisis statistik menggunakan uji regresi linear berganda. Hasil analisis diperoleh besar dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif dapat dikategorikan cukup, sedangkan faktor yang paling memengaruhi dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif berdasarkan TPB adalah behavior beliefs (β=1,8; p=0,01). Hasil ini memberikan informasi bahwa diperlukan suatu rancangan program promosi kesehatan untuk meningkatkan sikap serta dukungan suami dalam pemberian ASI eksklusif.  


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Yurista Permanasari ◽  
Meda Permana ◽  
Joko Pambudi ◽  
Bunga Christitha Rosha ◽  
Made Dewi Susilawati ◽  
...  

Stunting is one of the nutritional problems faced in the world, including Indonesia. To overcome this problem, the government conducted a program to accelerate stunting prevention in 100 priority districts / cities through specific and sensitive nutrition interventions including health and non-health stakeholders. Interventions are carried out in a convergent manner by aligning various resources to achieve the goal of preventing stunting.The convergence is carried out from the planning, budgeting, implementation, to monitoring stages. The purpose of this study is to analyse the challenges of implementing the convergence of stunting prevention programs that have been running since 2018 by local governments in priority districts / cities based on content, context, process, and actors. The research method is operational research with a research design using a qualitative approach design with in-depth interviews in 13 priority districts/cities. The health policy triangle framework is used as an approach in analyzing the results of this study which consists of content, context, process, and actors. In-depth interview sources are policy makers and program managers to accelerate stunting reduction from province to sub-district and village. The results showed that the challenge in implementing convergence was the existence of sectoral egos in each OPD (stakeholders) because of the socialization was not yet optimal so that many stakeholders did not fully understand the stunting prevention program. Information that was late in being obtained, information cut off from socialization, and difficult demographic conditions in the area where one of the causes in certain areas of the obstruction of socialization. The implementation of convergence that has not been optimal is also due to the ansence operational and technical guidelines for implementing program when the research was conducted so that the regions do not know the steps to carry out these activities. Abstrak Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan stunting, pemerintah melakukan program percepatan penanggulangan stunting di 100 kabupaten kota prioritas yang melibatkan sektor kesehatan dan non kesehatan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif. Penyelenggaraan intervensi dilakukan secara konvergen dengan menyelaraskan berbagai sumber daya untuk mencapai tujuan pencegahan stunting. Konvergensi dilakukan mulai dari tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, sampai monitoring. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tantangan implementasi konvergensi program pencegahan stunting yang telah berjalan sejak tahun 2018 oleh pemerintah daerah pada Kabupaten prioritas berdasarkan konten, konteks, proses, dan aktor. Metode penelitian merupakan operational research dengan desain penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam di 13 kabupaten prioritas. Kerangka segitiga kebijakan kesehatan digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis hasil penelitian ini yang terdiri dari konten, konteks, proses, dan aktor. Informan wawancara mendalam ialah para pengambil kebijakan dan pengelola program percepatan penurunan stunting dari mulai provinsi sampai kecamatan dan desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan dalam implementasi konvergensi ialah masih adanya ego sektoral pada masingmasing OPD karena masih belum optimalnya sosialisasi sehingga banyak yang belum memahami secara menyeluruh mengenai program pencegahan stunting. Informasi yang terlambat diperoleh, terputusnya informasi dari sosialisasi, serta kondisi demografi wilayah yang sulit menjadi salah satu penyebab pada beberapa daerah tertentu tehadap terhambatnya sosialisasi. Implementasi konvergensi yang belum optimal juga dikarenakan belum diperolehnya juklak dan juknis dalam melaksanakan program saat penelitian dilakukan sehingga daerah belum tahu langkah untuk melakukan kegiatan tersebut.


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Sri Mulyani Suharno ◽  
Didik Sudarsono ◽  
Eriawan Rismana ◽  
Indrawati Dian Utami ◽  
Lely Khojayanti ◽  
...  

Armaceutical dextrose monohydrate (DMH) as one of the raw materials for drugs which is widely used in the manufacture of infusions and drug preparations, including BBO, which is entirely still imported. To achieve the independence of national pharmaceutical raw materials, it is important to study and develop the DMH pharmaceutical production process technology in Indonesia. In this research, the validation of the DMH pharmaceutical production process using food quality liquid glucose raw materials on a pilot-scale of 5 - 6 kg/product was carried out. The validation process has been carried out three times in all stages of the process, namely saccharification, carbon purification, resin purification, evaporation, crystallization, centrifugation, and drying. Several test parameters have been established at each stage of the process so that the repeatability of the production process and the quality of pharmaceutical DMH can be achieved. The results showed that each stage of the process played a role in improving the quality of dextrose. Product yield and weight loss of dextrose in the whole process were 50–52% and 9–10%, respectively. The results of testing the levels of dextrose (dextrose equivalent/DE), endotoxin content, pyrogen-free tests, and other parameters that have been carried out on pharmaceutical DMH products have met the quality requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia Edition V. In conclusion, the validation results show that the bench-scale pharmaceutical DMH production process technology is developed to produce pharmaceutical DMH products with process repeatability and good quality. Abstrak Dekstrosa Monohidrat (DMH) farmasi merupakan bahan baku obat (BBO) yang banyak digunakan pada pembuatan infus dan sediaan obat serta termasuk salah satu BBO yang seluruhnya masih dimpor. Untuk mencapai kemandirian bahan baku farmasi nasional, maka pengkajian dan pengembangan teknologi proses produksi DMH farmasi menjadi penting untuk dilakukan di Indonesia. Dalam penelitian ini telah dilakukan validasi proses produksi DMH farmasi menggunakan bahan baku glukosa cair kualitas pangan pada skala pilot 5–6 kg produk/bets. Proses validasi telah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada seluruh tahapan proses yaitu sakarifikasi, pemurnian dengan karbon, pemurnian dengan resin, evaporasi, kristalisasi, sentrifugasi, dan pengeringan. Beberapa parameter uji telah ditetapkan pada setiap tahapan proses agar keterulangan proses produksi dan kualitas DMH farmasi dapat tercapai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap tahapan proses berperan dalam peningkatan kualitas dekstrosa. Rendemen produk dan kehilangan berat dekstrosa pada keseluruhan proses masing-masing adalah 50–52% dan 9–10%. Hasil pengujian kadar dekstrosa (dekstrosa ekivalen/DE), kandungan endotoksin, uji bebas pirogen, dan parameter lain yang telah dilakukan terhadap produk DMH farmasi adalah sudah memenuhi persyaratan kualitas sesuai Farmakope Indonesia Edisi VI. Disimpulkan, hasil validasi menunjukkan bahwa teknologi proses produksi DMH farmasi skala pilot yang dikembangkan dapat menghasilkan produk DMH farmasi dengan keterulangan proses dan kualitas yang baik.


2020 ◽  
Vol 30 (4) ◽  
Author(s):  
Choirun Nisa ◽  
Setya Haksama

Traffic accidents include non-natural disasters (Law of the Republic of Indonesia Number 24 of 2007 concering Disaster Management) that must be addressed immediately so as not to cause negative impacts and can affect the degree of public health. Surabaya city one of the metropolitan cities that is used as a pilot in East Java, although the traffic conditions in Surabaya are still classified as accidentsprone and traffic accidents often occur. The purpose of this study was to analyze the preparedness of traffic accident cases in Schools, Health Centers, and Surabaya City Police. This research is an observasional descriptive study with a cross sectional design. The time of this research was conduted in Desember 2018. The unit of analysis in this study was 91 students of State Senior High School 9 Surabaya, 6 health workers (doctors and nurses) at the Ketabang Health Center and 8 Policemen Section Dikyasa Surabaya Police Traffic Unit. Sampling in this study using non probability sampling with purposive sampling. The data collected is primary data in the form of interviews by giving questionnaires and secondary data. The results showed the level of preparedness of State Senior High School 9 Surabaya to traffic accidents was not ready (20%), whereas the level of preparedness of State Senior High School 9 Surabaya students was almost ready (60%). The level of preparedness of Ketabang Health Center health personnel and the Surabaya City Police showed a good level of preparedness (100%) while the preparedness level of Ketabang Health Center (87.5%) and Surabaya City Police (82%) was also good. To reduce the number of traffic accidents in the city of Surabaya, it requires strong coordination between schools, health centers and the police related to traffic accident preparedness to the distribution or financial assistance in the Save Our Student (SOS) program launched by the Surabaya City Police. Abstrak Kecelakaan lalu lintas termasuk bencana non alam (UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) yang harus segera ditanggulangi agar tidak menimbulkan dampak negatif dan dapat memengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan yang dijadikan percontohan di Jawa Timur meskipun kondisi lalu lintas di Kota Surabaya masih tergolong rawan kecelakaan dan sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesiapsiagaan kasus kecelakaan lalu lintas di sekolah, puskesmas dan kepolisian Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018. Unit analisis dalam penelitian ini adalah 91 siswa/siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 9 Surabaya, 6 tenaga kesehatan (dokter dan perawat) Puskesmas Ketabang, dan 8 polisi bagian Dikyasa Unit Satlantas Polrestabes Surabaya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probablity sampling dengan purposive sampling. Data yang dikumpulkan merupakan data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesiapsiagaan SMAN 9 Surabaya terhadap kecelakaan lalu lintas belum siap (20%), sedangkan tingkat kesiapsiagaan sebagian besar siswa/siswi SMAN 9 Surabaya adalah hampir siap (60%). Tingkat kesiapsiagaan dari tenaga kesehatan Puskesmas Ketabang dan polisi Polrestabes Surabaya menunjukkan tingkat kesiapsiagaan yang baik (100%) sedangkan tingkat kesiapsiagaan Puskesmas Ketabang (87,5%) dan Polrestabes Surabaya (82%) juga baik. Untuk menurunkan angka kecelakaan lalu lintas di Kota Surabaya diperlukan koordinasi yang baik antara sekolah, puskesmas, dan kepolisian terkait kesiapsiagaan kecelakaan lalu lintas sampai dengan hal penyaluran atau bantuan dana pada program Save Our Student (SOS) yang dicanangkan oleh Polrestabes Surabaya


2020 ◽  
Vol 30 (3) ◽  
Author(s):  
Rukmini Rukmini ◽  
Eka Fatmawati ◽  
Yuli Trisnanto ◽  
Yunita Fitrianti

Abstract Exclusive breastfeeding is the initial stage in nutritional intake for children. Problems that occur because the pattern of breastfeeding is not in accordance with the concept of exclusive breastfeeding, such as providing complementary foods with breast milk (MP-ASI) earlier. This paper is a policy article, based on the results of qualitative research with a health ethnographic approach, to determine the factors that influence the low coverage of exclusive breastfeeding. The research was conducted in Mauya Village (ethnic Banjar) and Marajai Village (ethnic Dayak Meratus), Balangan District, South Kalimantan. The main informants are mothers who have babies 0-6 months (16 people), while the informants who support village midwives (2 people), traditional / community leaders (2 people) and health workers (2 people). Data collection by participant observation, in-depth interviews and unstructured interviews, audio-visual documentation and secondary data search in facilities and health workers. The results show that the practice of exclusive breastfeeding in Mauya Village and Marajai Village, Balangan Regency is still low influenced by several factors, namely aspects of maternal and infant health, availability of health care workers and facilities, social, economic, cultural, geographic conditions, access to information media. It can be concluded that there are 3 main factors, namely predisposing, enabling, and driving factors that are interrelated in the practice of exclusive breastfeeding. This article recommends that program intervention efforts to overcome the problem of exclusive breastfeeding,it is necessary to carry out comprehensive and integrated intervension both in improving the quality of health service programs, community empowerment and cross-sector cooperation and utilization of local cultural potentials. Abstrak Pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif merupakan tahap awal dalam asupan gizi bagi anak. Permasalahan yang terjadi karena pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep ASI eksklusif, seperti memberikan Makanan Pendamping Air Susu ibu (MP-ASI) lebih dini. Tulisan ini merupakan artikel kebijakan berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi kesehatan, untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan ASI eksklusif. Penelitian dilakukan di Desa Mauya (etnik Banjar) dan Desa Marajai (dominasi etnik Dayak Meratus), Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan. Informan utama adalah ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan (16 orang),sedangkan informan pendukung bidan kampung (2 orang), tokoh adat/tokoh masyarakat (2 orang) dan petugas kesehatan (2 orang). Pengumpulan data dengan participant observation, wawancara mendalam dan wawancara tidak terstrukur, dokumentasi audio visual, dan penelusuran data sekunder di fasilitas dan petugas kesehatan. Hasil menunjukkan praktik ASI eksklusif di Desa Mauya dan Desa Marajai Kabupaten Balangan masih rendah dipengaruhi beberapa faktor yaitu aspek kesehatan ibu dan bayi, ketersediaan petugas dan fasilitas pelayanan kesehatan, faktor sosial, ekonomi, budaya, kondisi geografis, akses media informasi. Dapat disimpulkan ada tiga faktor utama yakni faktor predisposisi, pemungkin, dan pendorong yang saling terkait dalam praktik ASI eksklusif. Artikel ini merekomendasikan upaya intervensi program untuk mengatasi permasalahan ASI eksklusif dilakukan secara menyeluruh, komprehensif dan terintegrasi baik pada peningkatan kualitas program pelayanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan kerjasama lintas sektor serta pemanfaatan potensi budaya lokal.


2020 ◽  
Vol 30 (2) ◽  
pp. 135-146
Author(s):  
Mery Budiarti ◽  
Anshary Maruzy ◽  
Nengah Ratri RK ◽  
Endang Brotojoyo

Abstract The use of gempol (Nauclea orientalis (L.) L) stem as a malaria medicine has been empirically and scientifically proven. This condition encourages exploitation which can lead to scarcity of raw materials. Substitution of plant parts as raw material for medicine is one of the innovations that can be done for the sustainability of the plant species. Leaves are one part of the plant that is often used as a raw material for medicine. The selection of leaves as the main ingredient has many advantages over other parts. Until now, research related to the antimalarial bioactive potential of N. orientalis (L.) L leaves has not been published. Therefore, this study aimed to explore the potential for leaf antimalarial activity as an alternative to substitution of stem parts. The leaf extract of N. orientalis (L.) L was prepared by maceration method with 96% ethanol then fractionation was carried out in stage using hexane, ethyl acetate and methanol as solvents. Antimalarial activity testing was carried out in vitro against Plasmodium falciparum 3D7 and Thin Layer Chromatography (TLC) for screening phytochemical compounds in each sample. The hexane solvent was known to produce the most optimum extract by with a yield of 20%. The antimalarial activity of the hexane (IC 50 1.93 μg/mL) and methanol (IC 3.91 μg/ mL) fractions were classified as ‘very active’ and had a tendency to be able to compete with chloroquine phosphate activity. The potential for antimalarial activity in both samples was influenced by the content of alkaloids, steroids, flavonoids and terpenoids which had been developed as active ingredients for malaria drugs. The results of this study indicate that the leaves of Nauclea orientalis (L.) L have the potential to be developed as an alternative to malaria medicine. Abstrak Pemanfaatan batang gempol (Nauclea orientalis (L.) L) sebagai obat malaria telah terbukti secara empiris dan ilmiah. Kondisi tersebut mendorong terjadinya eksploitasi hingga dapat berujung pada kelangkaan bahan baku. Substitusi bagian tumbuhan sebagai bahan baku obat merupakan salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk keberlanjutan hidup spesies tumbuhan tersebut. Daun merupakan salah satu bagian tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan baku obat. Pemilihan daun sebagai bahan utama memiliki banyak kelebihan dibandingkan bagian lainnya. Penelitian terkait potensi bioaktif antimalaria daun Nauclea orientalis (L.) L hingga saat ini belum dipublikasikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi aktivitas antimalaria daun sebagai alternatif subtitusi bagian batang. Ekstrak daun Nauclea orientalis (L.) L disiapkan dengan metode maserasi dengan etanol 96%, kemudian dilakukan fraksinasi cair-cair bertingkat menggunakan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol. Pengujian aktivitas antimalaria dilakukan secara in vitro terhadap Plasmodium falciparum 3D7 dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk penapisan senyawa fitokimia pada masingmasing sampel. Pelarut heksana diketahui menghasilkan ekstrak paling optimum dengan rendemen 20%. Aktivitas antimalaria fraksi heksana (IC 50 1,93 µg/mL) dan metanol (IC 3,91 µg/mL) yang tergolong dalam kategori ‘sangat aktif, serta memiliki kecenderungan mampu bersaing dengan aktivitas klorokuin fosfat. Potensi aktivitas antimalaria pada kedua sampel tersebut dipengaruhi oleh kandungan senyawa alkaloid, steroid, flavonoid dan terpenoid yang telah banyak dikembangkan sebagai bahan aktif obat malaria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daun Nauclea orientalis (L.) L berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif obat malaria.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document