scholarly journals "Suwung": Pola penyelesaian masalah Kaum Sufi Suku Jawa di Kota Malang

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 109-127
Author(s):  
Ninik Setiyowati

“Suwung” merupakan istilah Jawa yang menggambarkan kondisi kosong, tidak mempunyai bentuk dan abstrak. Di dalamnya mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan. Suwung bagi kaum sufi merupakan sebuah pengalaman spiritual yang disebut peak experience. Peak experience menurut Maslow dijabarkan sebagai suatu kondisi saat seseorang secara mental merasa keluar dari dirinya sendiri (Davis, 2003). Melalui pemahaman Suwung ini, manusia dengan sadar dapat memecahkan masalah yang dihadapi  dalam kehidupan secara lebih bijaksana. Subjek penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) kelompok penganut paham sufi yang masih belum terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, (2) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan perjuangan, (3) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidupdengan mudah. Metode yang dilakukan adalah snowball sampling. Sedangkan validitas dilakukan dengan metode triangulasi significant other. Metode penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan proses analisis data menggunakan interaksionis simbolik. Dalam prosesnya, peneliti melakukan wawancara mendalam sampai menemukan data jenuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga kelompok subjek mampu menerima suatu masalah dengan cara mengosongkan diri dan secara hakiki menerima Tuhan dalam kondisi apa pun. Keadaan Narimo dan syukur menjadi dasar penyelesaian masalah bagi seluruh subjek. Selain persamaan itu, ada tiga perbedaan pola berpikir dari kelompok subjek penelitian dalam memecahkan suatu masalah. Pertama, manusia memecahkan masalah yang dihadapi dengan kepasrahan. Kedua, menyelesaikan masalah dengan cara berkompromi dengan fakta. Ketiga, menyelesaikan masalah melalui pencarian makna akan hidup.

2017 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 109
Author(s):  
Ninik Setiyowati

<div class="WordSection1"><p>“Suwung” merupakan istilah Jawa yang menggambarkan kondisi kosong,<strong> </strong>tidak mempunyai bentuk dan abstrak. Di dalamnya mengandung makna kekosongan yang bernuansa pengendalian diri yang sempurna dan kesadaran sejati akan diri yang berkaitan dengan ketuhanan. Suwung bagi kaum sufi merupakan sebuah pengalaman spiritual yang disebut <em>peak experience</em>. <em>Peak experience</em> menurut Maslow dijabarkan sebagai suatu kondisi saat seseorang secara mental merasa keluar dari dirinya sendiri (Davis, 2003). Melalui pemahaman Suwung ini, manusia dengan sadar dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan secara lebih bijaksana. Subjek penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu: (1) kelompok penganut paham sufi yang masih belum terpenuhinya kebutuhan dasar hidup, (2) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan perjuangan, (3) kelompok penganut paham sufi yang memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan mudah. Metode yang dilakukan adalah <em>snowball sampling</em>. Sedangkan validitas dilakukan dengan metode triangulasi <em>significant other</em>. Metode penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi dengan proses analisis data menggunakan interaksionis simbolik. Dalam prosesnya, peneliti melakukan wawancara mendalam sampai menemukan data jenuh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari ketiga kelompok subjek mampu menerima suatu masalah dengan cara mengosongkan diri dan secara hakiki menerima Tuhan dalam kondisi apa pun. Keadaan <em>Narimo</em> dan syukur menjadi dasar penyelesaian masalah bagi seluruh subjek. Selain persamaan itu, ada tiga perbedaan pola berpikir dari kelompok subjek penelitian dalam memecahkan suatu masalah. <em>Pertama</em>, manusia memecahkan masalah yang dihadapi dengan kepasrahan. <em>Kedua</em>, menyelesaikan masalah dengan cara berkompromi dengan fakta. <em>Ketiga</em>, menyelesaikan masalah melalui pencarian makna akan hidup.</p></div><p><strong>Kata Kunci: </strong>Penyelesaian masalah; Suwung; fenomenologi; interaksionis simbolik;<strong> </strong><em>Narimo</em>; syukur.</p>


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 9
Author(s):  
Yunita Mansyah Lestari ◽  
Suzy Yusna Dewi ◽  
Aulia Chairani

ABSTRAK   Alexithymia ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengenali dan mengekpresikan emosi serta pemikiran yang berorientasi eksternal sehingga mereka memiliki hubungan interpersonal yang buruk. Remaja dengan alexithymia cenderung menjadi kecanduan media sosial.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Alexithymia terhadap kecanduan media sosial pada remaja di Jakarta Selatan. Subjek penelitian adalah remaja yang berusia 13-19 tahun dan tinggal di Jakarta selatan. Pengambilan data menggunakan metode consecutive sampling dan snowball sampling dengan menyebar kuesioner menggunakan link googleform. Jumlah subjek penelitian sebanyak 207 orang (41 = laki-laki, 166 = perempuan). Skala yang digunakan adalah Toronto Alexithymia Scale (TAS-20) dan Social Media Disorder (SMD). Analisa data menggunakan metode chi-square pada SPSS 25. Hasil penelitian didapatkan 85 orang mengalami alexithymia, 88 mengalami kecanduan dan 62 orang mengalami alexithymia dan kecanduan media sosial. p-value didapatkan 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan antara Alexithymia dengan Kecanduan Media Sosial pada remaja di Jakarta Selatan. Kata Kunci :Alexithymia, Kecanduan Media Sosial, Remaja     ABSTRACT   Alexithymia is characterized by an inability to recognize and express emotions and have external oriented thoughts so that they have poor interpersonal relationships. Teenagers with alexithymial tend to become addicted to social media. This study aims to determine the relationship between Alexithymia towards social media addiction in adolescents in South Jakarta. The research subjects were adolescents aged 13-19 years and lived in south Jakarta. Retrieval of the data was using consecutive sampling and snowball sampling method by distributing questionnaires using the googleform link. The number of research subjects was 207 people (41 = men, 166 = women). The scale was used is the Toronto Alexithymia Scale (TAS-20) and Social Media Disorder (SMD). Data analysis using the chi-square method in SPSS 25. The results showed that 85 people had alexithymia, 88 were addicted and 62 people had alexithymia and were addicted to social media. p-value obtained is 0,000. This means that there is a relationship between Alexithymia and Social Media Addiction in adolescents in South Jakarta. Keyword : Adolescents, Alexithymia, Social Media Addiction


2020 ◽  
Vol 11 (3) ◽  
pp. 21-32
Author(s):  
Faiqua Tahjiba

Objectives: The aim of this study was to investigate the actual condition of the students of University of Rajshahi (RU) regarding drug abuse and addiction. Using case study method the research was conducted with four objectives: (a) to find out how respondents began drug abuse; (b) to discover the causes of their drug addiction; (c) to understand the process of their drug abuse; and (d) to find out the economic, social and health effects of drug abuse. Methods: Case study method was used in this research. Through snowball sampling 18 drug- addicted students of RU were selected as respondents. In-depth interview with a schedule was used to collect data from the respondents in January 2019. Results: Findings of the study show that the causes of drug addiction included curiosity, frustration, friends’ request, neglect from family and friends etc. The drugs which they usually abused were Yaba, Phensydyle, Ganja (Weed), Chuani etc. Their average monthly expenditure for collecting drugs was in between Taka 8,000-10,000. They collected those drugs from rickshaw pullers at different points within the campus and from Mizaner Mor, Budhpara slum and other places outside the campus. The respondents opined that drugs were available if sufficient money could be spent. The respondents had senior and junior fellow students and local boys as companions while taking drugs. Most of them faced physical problems after taking drugs, and some of them tried to get rid of this curse of drug addiction. Conclusion: The findings of this research show that the rate of drug addiction among the students of RU was quite alarming. Therefore, all stakeholders including the students, guardians, teachers, university authority, the law makers and law enforcing agencies, researchers, civil society, NGO’s and the state must come forward together to combat this formidable foe.


10.33540/10 ◽  
2020 ◽  
Author(s):  
◽  
Eline Wilhelmina Maaike Scholten
Keyword(s):  

2019 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 15-24 ◽  
Author(s):  
Nurul Latifah

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep. Kecamatan Rubaru merupakan salah satu Kecamatan yang terletak di Kabupaten Sumenep dan juga dikenal sebagai pusat pembuatan ramuan obat tradisional. Sejak dahulu secara turun temurun masyarakat Rubaru telah memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan dasar pengobatan tradisional untuk mengobati segala macam penyakit. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling merupakan teknik sampling yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden mempunyai pengaruh cukup penting dan memiliki banyak informasi tentang tanaman obat temu ireng. Selanjutnya menggunakan teknik Snowball sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel yang menggali data melalui metode wawancara dari satu responden ke responden yang lain, sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi. Untuk menjawab rumusan masalah yang tersebut data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Penjabaran analisis ini menggunakan Skala Likert. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap peran tumbuhan etnofarmaka temu ireng di Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep dapat dikategorikan setuju.  Hal ini menunjukkan masyarakat setuju bahwa  tumbuhan temu ireng merupakan tanaman obat yang  memiliki peran yang sangat penting bagi kesehatan masyarakat dan membawa dampak yang sangat baik bagi masyarakat. Selain itu masyarakat juga meyakini bahwa temu ireng bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit.  


Author(s):  
Kenneth E. Parku ◽  
Yvonne Ayerki Lamptey

The practice of trade union pluralism at an enterprise level is seen as problematic for both the management of enterprises and the trade union movement. The problems arise from inter-union rivalries, competition and disputes over demarcations of privileges and rights. This article explores the practice of trade union pluralism at the enterprise level in Ghana with the aim of creating awareness of the effect of the practice on the general trade union movement. This qualitative study employed a cross-sectional design and used purposive and snowball sampling methods in selecting the participants. The data was analysed thematically. The findings from the study show that union pluralism is stimulating the decline in general union membership, the breakaway of local unions from the federations, and employers’ classification of workers based on their qualifications once they are employed by organisations, and their assignment to specific unions (automatic membership at enterprise level). It is suggested that employment laws encourage union breakaways, which weakens the unions especially at the enterprise level. It is recommended that the state, labour officials and policy-makers should enforce labour laws, especially regarding freedom of association, and consider revisiting or amending some labour laws to curb their abuse. The government and labour institutions need to work together to operationalise the implementation of legal provisions on freedom of association or consider amending the provisions to curb the existing abuse.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document