scholarly journals Makna Rebranding Logo Baru Kementerian BUMN Republik Indonesia

2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 19-31
Author(s):  
Ben Isa Muhammad

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna yang terkandung dalam visual logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia dan bagaimana peran perubahan logo tersebut sebagai bagian dari corporate rebranding Kementerian BUMN. Tanda-tanda pada logo itu dianalisa dan dimaknai menggunakan semiotika Charles Sanders Peirce. Kesimpulan yang didapat adalah pemaknaan tanda pada logo baru Kementerian BUMN sesuai dengan nilai-nilai organisasi kementerian BUMN yang terangkum dalam akronim AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif). Penggunaan warna biru pada monogram logo BUMN, adalah memberikan citra profesional terpercaya. Secara khusus warna biru tua mencerminkan sifat bijak dan biru muda mencerminkan sifat progresif. Penggunaan lambang negara sebagai simbol yang menegaskan bahwa organisasi ini merupakan instansi pemerintah milik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan logo ini merupakan bentuk rebranding dalam tingkatan corporate rebranding yang revolusioner dan merepresentasikan transformasi nilai dari administrasi periode sebelumnya dan menjadi kunci dalam proses mengkomunikasikan transformasi tersebut ke internal dan eksternal organisasi.

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 146-158
Author(s):  
Ben Isa Muhammad

Pada hari Minggu, 29 November 2020, Partai Keadilan Sejahtera menggelar Musyawarah Nasional V PKS di kota Bandung. Bertepatan dengan acara tersebut, diluncurkan Lambang, mars dan hymne baru PKS. Sebelumnya, lambang PKS bernuansa hitam-kuning, berbentuk kotak hitam dengan bentuk bulan sabit dan untaian 17 butir padi berwarna kuning. Lambang baru PKS memiliki warna dominan oranye-putih dan berbentuk bulat dengan unsur bulan sabit dan padi tetap ada, namun berwarna putih. Perubahan logo adalah bagian transformasi nilai yang dicanangkan oleh PKS, bisa dikategorikan sebagai corporate rebranding. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika Charles Sanders Peirce. Penulis berusaha menyelidiki, mempelajari dan menggambarkan bagaimana makna yang terkandung dalam logo baru Partai Keadilan Sejahtera, dan bagaimana peran perubahan logo sebagai bagian dari corporate rebranding Partai Keadilan Sejahtera. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa makna yang direpresentasikan dalam visual logo baru PKS adalah perubahan citra partai dari yang lebih agamis dan formal menjadi lebih netral, muda, segar dan dinamis. Sebagai bagian dari corporate rebranding Partai Keadilan Sejahtera, perubahan logo PKS merupakan strategi partai untuk menarik minat calon konstituen baru, terutama dari kalangan milenial. PKS melakukan evolusi logo ke bentuk desain yang lebih modern yang adaptif dan organik.  


2006 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 125-137 ◽  
Author(s):  
Erik Lundestad

Even though the philosophy of common sense is not justifi able as such, the assump- tion upon which it rests, namely that there are things which we are not in position to doubt is correct. The reason why Thomas Reid was unable to bring this assumption out in a justifi able manner is that his views, both on knowledge and nature, are to be considered dogmatic. American pragmatists such as Charles Sanders Peirce and John Dewey on the other hand, may be seen as offering us a ‘critical’ and post-Darwinian philosophy of common sense.


Koneksi ◽  
2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 338
Author(s):  
Faiz Zulia Maharany ◽  
Ahmad Junaidi

'Nightmare' is the title of a video clip belonging to a singer and singer called Halsey, in which the video clip is explained about the figure of women who struggle against patriarchal culture which has been a barrier wall for women to get their rights, welfare and the equality needed they get. This research uses descriptive qualitative research methods. Data collection techniques are done through documentation, observation and study of literature. Then, analyzed using Charles Sanders Peirce's semiotics technique. The results of this study show the fact that signs, symbols or messages representing feminism in the video, 'Nightmare' clips are presented through scenes that present women's actions in opposing domination over men and sarcastic sentences contained in the lyrics of the song to discuss with patriarchy. Youtube as one of the social media platforms where the 'Nightmare' video clip is uploaded is very effective for mass communication and for conveying the message contained in the video clip to the viewing public.‘Nightmare’ adalah judul video klip milik musisi sekaligus penyanyi yang bernama Halsey, dimana pada Video klipnya tersebut menceritakan tentang figur perempuan-perempuan yang berusaha melawan budaya patriarki yang selama ini telah menjadi dinding penghalang bagi perempuan untuk mendapatkan hak-haknya, keadilan dan kesetaraan yang seharusnya mereka dapatkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi, observasi dan studi kepustakaan. Kemudian, dianalisis menggunakan teknik semiotika milik Charles Sanders Peirce. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat tanda-tanda, simbol atau pesan yang merepresentasikan feminisme di dalam video klip ‘Nightmare’ yang dihadirkan melalui adegan-adegan yang menyajikan aksi perempuan dalam menolak dominasi atas laki-laki dan kalimat-kalimat sarkas yang terkandung dalam lirik lagunya untuk ditujukan kepada patriarki. Youtube sebagai salah satu platform media sosial dimana video klip ‘Nightmare’ diunggah sangat efektif untuk melakukan komunikasi massa dan untuk menyampaikan pesan yang terkandung di dalam video klip tersebut kepada masyarakat yang menonton.


Author(s):  
James R. Wible

More than a century ago, one of the most famous essays ever written in American economics appeared in the Quarterly Journal of Economics: “Why is Economics Not an Evolutionary Science?” There, Thorstein Veblen claimed that economics was too dominated by a mechanistic view to address the problems of economic life. Since the world and the economy had come to be viewed from an evolutionary perspective after Charles Darwin, it was rather straightforward to argue that the increasingly abstract mathematical character of economics was non-evolutionary. However, Veblen had studied with a first-rate intellect, Charles Sanders Peirce, attending his elementary logic class. If Peirce had written about the future of economics in 1898, it would have been very different than Veblen’s essay. Peirce could have written that economics should become an evolutionary mathematical science and that much of classical and neoclassical economics could be interpreted from an evolutionary perspective.


1935 ◽  
Vol 44 (1) ◽  
pp. 85
Author(s):  
H. G. Townsend ◽  
Charles Sanders Peirce ◽  
Charles Hartshorne ◽  
Paul Weiss

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document