<p>The ritual of ruwatan in Balinese Hindu society basically removes or cleanses oneself from dirt, which is practiced almost the same in general throughout Bali. In ruwatan using wayang kulit media, there are two types of performing arts which contain the function and meaning of ruwatan, such as; puppet show gedog (weak puppet) and puppet show Peteng. The source of the pangruwatan play presented by the puppeteers refers to the ruwatan standard although in practice it changes according to the situation and conditions of the performance itself. The play taken in the wayang gedog is Sudhamala, while in the shadow puppet show at night it is Sapuhleger. Ruwatan or in Java known as murwakala has a broad meaning not only a literary work and pakeliran but its function and philosophy, it turns out that it refers to the micro and macro essence of humans as being creative, intellect and intention. This research specifically reveals problems regarding; the form of the play, the function and meaning of spiritual philosophy, as well as the role of government in relation to ritual rituals. In revealing this, the researchers used qualitative methods, as well as several theories that complement this research.</p><p> </p><p>Ritual<em> ruwatan</em> pada masyarakat Hindu Bali pada dasarnya membuang atau pembersihan diri dari kotoran, yang pelaksanaannya hampir sama pada umumnya diseluruh Bali. Dalam <em>ruwatan</em> dengan media wayang kulit, ada dua jenis seni pertunjukan yang mengandung fungsi dan makna ruwatan seperti; pertunjukan wayang <em>gedog</em> (wayang lemah) dan pertunjukan wayang <em>Peteng.</em> Sumber lakon <em>pangruwatan</em> yang disajikan oleh para dalang mengacu pada pakem <em>ruwatan</em> walaupun dalam pelaksanaannya berubah menurut situasi dan kondisi pertunjukan itu sendiri. Lakon yang diambil dalam wayang <em>gedog</em> adalah <em>Sudhamala</em> sedangkan, dalam pertunjukan wayang kulit pada malam hari adalah <em>Sapuhleger</em>. <em>Ruwatan</em> atau di Jawa dikenal dengan <em>murwakala </em>mempunyai makna yang luas tidak hanya sebuah karya sastra dan pakeliran akan tetapi fungsi dan filosofinya, ternyata mengacu pada esensi mikro dan makro manusia sebagai insan yang berdaya <em>cipta, budi </em>dan <em>karsa</em>. Penelitian ini khusus mengungkap permasalahan tentang; bentuk lakon, fungsi dan makna filosopi ruatan, serta peranan pemerintah terkait ritual ruatan. Dalam mengungkap hal tersebut peneliti memakai metode kualitatif, serta beberapa teori-teori yang melengkapi penelitian ini.</p>