scholarly journals IDENTIFIKASI JENIS DAN KONDISI POPULASI TUMBUHAN PAKU (Pteridophyta) DI BLOK KOLEKSI TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN

2021 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 23-34
Author(s):  
Elza Novelia Savira ◽  
Indriyanto Indriyanto ◽  
Ceng Asmarahman

Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman memiliki Blok Koleksi yang salah satunya berfungsi melestarikan jenis-jenis tumbuhan, termasuk jenis-jenis tumbuhan paku (Pteridophyta). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan paku, kerapatan populasi tiap jenis, serta jenis tumbuhan paku yang dominan. Penelitian dilakukan secara survai dengan metode garis berpetak dengan intensitas sampling sebesar 2%. Luas Blok Koleksi adalah 141,18 ha, luas seluruh plot sampel adalah 28.236  atau sebanyak 70 buah plot. Hasil penelitian teridentifikasi 16 jenis tumbuhan paku yang terdiri atas 3 jenis paku epifit, 4 jenis paku epifit dan terestrial, dan 9 jenis paku terrestrial pada kondisi tegakan hutan yang tersusun oleh 39 jenis tumbuhan dengan kerapatan 1.078,4 individu/ha. Jenis tumbuhan paku yang ditemukan yakni Adiantum pediantum, Asplenium pellucidum, Athyrium japonicum, Cyclosorus parasiticus, Davallia denticulata,Drynaria sparsisora, Thelypteris sp., Stenoclaena polustris, Goniophlebium verrucosum, Leucostegia pallida, Nephrolepis dicksoniades, Pteris grandifolia, Selliguea deckokii, Diplazium simplivicacium, Pteris mulfida, dan Vittaria elongata. Kisaran kerapatan dari tumbuhan paku yakni sebesar 3.333,57 pohon/ha yang diikuti oleh tiga jenis tumbuhan paku yang dominan yakni Davallia denticulate, Stenoclaena polustris, Leucostegia pallida dengan nilai INP sebesar 14,55, 11,42, dan 10,4. Selanjutnya terdapat pula jenis tumbuhan penopang paku epifit yakni Tangkil (Gnetum gnemon), kelapa (Cocos nucifera), randu (Ceiba pentandra), jengkol (Pithecellobium lobatum), nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan jenis tumbuhan penopang yang dominan yakni jenis tangkil (Gnetum gnemon)

2019 ◽  
Vol 2 (02) ◽  
pp. 46-57
Author(s):  
Risa Umami ◽  
Hasyim As’ari ◽  
Tristi Indah Dwi Kurnia

Pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan merupakan kegiatan turun temurun yang telah dipraktikkan oleh Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Suku Using memanfaatkan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan menjadi beranekaragam jenis konstruksi bangunan dan produk kerajinan yaitu atap, pintu, jendela, kusen, lantai, tiang, plafon, reng, bekisting, ukiran, peralatan/perabot rumah tangga, hiasan, alat musik, anyaman, pewarna tekstil dan seni barong, untuk mendukung kegiatan pemanfaatan tanaman perlu adanya identifikasi mengenai potensi tanaman berguna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanamanyang berpotensi sebagai bahan bangunan dan kerajinan, mengetahui pengetahuan masyarakat Suku Using Banyuwangi tentang pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinandengan jumlah responden yaitu 390 orang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif dengan teknik survei lapangan dan wawancara dari narasumber yang berprofesi sebagai ketua adat, tukang bangunan, pengrajin kerajinan khas banyuwangi dan masyarakat Suku Using. Data yang diambil meliputi data keanekaragaman tanaman yang digunakan masyarakat Using sebagai bahan bangunan dan kerajinan.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2018 di lima kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu meliputi Kecamatan Glagah, Kecamatan Giri, Kecamatan Kabat, Kecamatan Singojuruh dan Kecamatan Rogojampi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 33 spesies yang dimanfaatkaan sebagai bahanbangunan dan kerajinan oleh masyarakat Using terdiri atas 18 familia. Spesies yang paling dominan digunakan adalah jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), bambu (Gigantochloa apus), mahoni (Swietenia mahagoni), nangka (Artocarpus heterophyllus), pulai (Alstonia scholaris), kopi (Coffea sp.), rotan (Calamus javanensis), dan bendo (Artocarpus elasticus).  


2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 85-92
Author(s):  
Emma Sri Kuncari ◽  
Marwan Setiawan

Kentongan dikenal sebagai salah satu alat komunikasi tradisional yang memanfaatkan bambu dan kayu. Sebagian masyarakat Indonesia masih mengenal dan menggunakan kentongan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi seperti saat ini. Studi etnobotani dilakukan untuk mengkaji lebih mendalam tentang kearifan lokal masyarakat mengenai kentongan. Metode yang digunakan berupa observasi di beberapa wilayah di Indonesia dan wawancara secara acak terpilih. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian diperoleh data keanekaragaman jenis bambu dan kayu kentongan yaitu bambu ori (Bambusa blumeana Schult.f.), bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult.) Backer), bambu apus (Gigantochloa apus (Schult.) Kurz), bambu wulung (G. atroviolacea Widjaja), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.), kayu jati (Tectona grandis L.f.), kayu kelapa (Cocos nucifera L.), kayu mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.), dan kayu sengon (Albizia chinensis (Osbeck) Merr.). Ukuran dan bentuk fisik kentongan bervariasi. Nilai-nilai sosial dan religius kentongan sejalan dengan perkembangan zaman, serta penyelamatan nilai budaya dan konservasi keanekaragaman hayati bahan baku kentongan agar tidak terkikis perubahan zaman. Dengan demikian, masyarakat masih menggunakan kentongan secara lestari untuk mengatur pola hidup kebersamaan dalam masyarakat.


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 17-23
Author(s):  
Nurmala Sari

Research on the influence of polysaccharides from the jackfruit rags (Artocarpus Heterophyllus Lamk) on the content of glucose syrups on hydrolyzing with HCl 30% has been done. A sample has got with simple random sampling. The cellulose was isolated from the seeds of rags. The cellulose was hydrolyzed by HCl 30% to produce glucose syrups. The content was analyzed by the Nelson-Somogyi method and calculated by regression analysis. The results of analysis show that the content of glucose syrups from the cellulose from the jackfruit rags were 2.47%.   Keywords: cellulose, jackfruit rags, glucose syrups, Hydrolysis


1970 ◽  
Vol 38 (1) ◽  
pp. 39-46 ◽  
Author(s):  
MK Pasha ◽  
Mohammad Sohrab Hossain

A total of 4,549 airborne pollen grains were recorded and classified into 34 pollen morpho-types in an airborne pollen survey at Chittagong University campus, during October, 2006 to September 2007. Maximum contribution was made by Poaceae type (32.89%), followed by Cyperaceae (5.94%), Mesua nagassarium (3.98%), Amaranthaceae (3.72%), Mimosaceae (3.58%), Artocarpus heterophyllus (2.75%), Cocos nucifera (2.73%), Asteraceae (2.95%) and some other types specific to this region. The unidentified pollen contributed to an average of 16.90%. Maximum pollen concentration was observed in the month of March (20.27%) and minimum in July (2.70%). Key words: Airborne; Pollen grains; Palynology; Chittagong Univ. Campus; Bangladesh DOI: 10.3329/bjb.v38i1.5117 Bangladesh J. Bot. 38(1): 39-46, 2009 (June)


2020 ◽  
Vol 23 (2) ◽  
Author(s):  
Rizmoon Nurul Zulkarnaen

Hutan rakyat adalah hutan yang dikembangkan di lahan milik masyarakat dan bukan di kawasan hutan. Keragaman tumbuhan penyusun hutan rakyat bergantung pada kepentingan masing-masing pemilik lahan. Salah satu praktik hutan rakyat yang lestari berada di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Hal tersebut terlihat dari tingkat partisipasi penduduk yang tinggi dalam menanam tanaman hutan di lahan-lahan mereka. Namun demikian, informasi tentang vegetasi-vegetasi penyusun yang ditanam dalam praktik hutan rakyat tersebut masih sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam upaya mengungkap praktik hutan rakyat di Desa Sambak. Selain itu, penghitungan simpanan karbon di hutan rakyat tersebut juga dilakukan dalam upaya mengungkap peranan hutan rakyat dalam penyerapan karbon. Teknik pengumpulan data menggunakan metode transek dengan plot pengamatan berukuran 20x20 m dengan jarak antar plot 50 m. Metode penghitungan simpanan karbon menggunakan metode non-destruktif yaitu dengan cara menaksir simpanan karbon berdasarkan diameter dan tinggi pohon. Komposisi tumbuhan penyusun vegetasi hutan rakyat tersebut terdiri atas 24 jenis dari 16 suku. Vegetasi penyusun hutan rakayat tersebut didominasi oleh Falcataria falcata (L.) Greuter & R.Rankin. Hasil tersebut sesuai dengan penghitungan indeks nilai kepentingan tertinggi yang dicapai oleh Falcataria falcata (L.) Greuter & R.Rankin (70.67), Swietenia macrophylla King (52.18), Cocos nucifera L. (37.53), dan Artocarpus heterophyllus Lam. (25.21). Namun, dalam penghitungan simpanan karbon menunjukan bahwa potensi simpanan karbon tertinggi dimiliki oleh Cocos nucifera L. yaitu 1034,07 ton C/ha. Adapun simpanan karbon total hutan rakyat Desa Sambak sebesar 3499,89 ton C/ha.


2015 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 113
Author(s):  
Susni Herwanti

Abstract Nowadays, the demanding of wood is increased as the population grows while the amount of wood from state forest is decreased. Therefore, the state forest can no longer be relied upon as a supplier of wood for the community. At present, the wood supply is fulfilled by the folk wood as the biggest wood supplier in Indonesia. As one of wood supplier in Lampung Province, the potential of folk wood in mix garden of Pesawaran Indah is unknown. Therefore the objectives of this research are to identify the type of wood, the benefit and also to analyze the potential of folk wood in folk’s mix garden.  The research was conducted for two months from june until july 2011. The sample taken using purposive sampling methode which was from two types of sample: respondent and plot sample. The primary and the secondary data were analyzed qualitatively and quantitatively. The results showed that there are 17 types of wooden folk, namely teak (Tectona grandis), medang (Litsea odorifera), chrysolite (Michelia champaka), hibiscus (Hibiscus macrophyllus), tangkil (Gnetum gnemon), Nutmeg (Myristica fragrans), “petai” (Leucaena leucochepala), “julang jaling” (Archidendron microcarpum), hazelnut (Aleurites moluccana), bayur (Pterospermum javanicum), coconut (Cocos nucifera), avocado (Persea americana), dadap (Erythrina sp.), mindi (Melia azedarach), cinnamon (Cinnamomum, spp.), durian (Durio zibethinus) and kedondong (Spondias dulcis). Those timbers were used as carpentry, light construction and firewood. The potential of the folk’s wood in the village based on classification of young plants are 28 stems per hectare while the potential based on the classification tree is 156.6 m3 per hectare. Key words: the folk wood, wood potential, Pesawaran Indah Village, mix garden


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
Author(s):  
Irmayanti Irmayanti
Keyword(s):  

AbstrakTujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris flakes, untuk mengetahui pengaruh lama pengukusan terhadap karakteristik fisiko-kimia dan sensoris flakes, untuk mengetahui pengaruh interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris flakes. Faktor penelitian yaitu menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 kali ulangan perlakuan, sehingga diperoleh 18 satuan percobaan yaitu : Faktor I. Penambahan tepung melinjo (P) terdiri dari 3 level yaitu : P1 = 10%, P2 = 30 %, P3 = 50 % . Faktor II. Lama pengukusan (T) terdiri dari 3 level yaitu : T1 = 5 menit, T2= 10 menit, T3 = 15 menit. Parameter yang diamati adalah uji fisik (daya serap, densitas kamba, rendemen), kadar air dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, rasa). Flakes terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan tepung melinjo 50 % dan lama pengukusan 15 menit (P3T3).Kata kunci : Flakes, Tepung melinjo, Jurnal SJAT, Lama pengukusan


1999 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 49-52 ◽  
Author(s):  
Robert H. Stamps ◽  
Michael R. Evans

Abstract A comparison was made of Canadian sphagnum peat (SP) and Philippine coconut (Cocos nucifera L.) coir dust (CD) as growing media components for greenhouse production of Dracaena marginata Bak. and Spathiphyllum Schott ‘Petite’. Three soilless foliage plant growing mixes (Cornell, Hybrid, University of Florida #2 [UF-2]) were prepared using either SP or CD and pine bark (PB), vermiculite (V), and/or perlite (P) in the following ratios (% by vol): Cornell = 50 CD or SP:25 V:25 P, Hybrid = 40 CD or SP:30 V:30 PB, UF-2 = 50 CD or SP: 50 PB. Dracaena root growth was not affected by treatments but there were significant mix × media component interactions that affected plant top growth parameters. In general, the growth and quality of D. marginata were reduced by using CD in Cornell, had no effect in Hybrid, and increased in UF-2. S. ‘Petite’ grew equally well in all growing mixes regardless of whether CD or SP was used; however, plants grew more in Cornell and Hybrid than in UF-2. S. ‘Petite’ roots, which were infested with Cylindrocladium spathiphylli, had higher grades when grown in CD than when the media contained SP.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document