scholarly journals RAGAM BAMBU DAN KAYU KENTONGAN: SEBUAH KAJIAN ETNOBOTANI DI JAWA, BALI, DAN LOMBOK

2021 ◽  
Vol 24 (2) ◽  
pp. 85-92
Author(s):  
Emma Sri Kuncari ◽  
Marwan Setiawan

Kentongan dikenal sebagai salah satu alat komunikasi tradisional yang memanfaatkan bambu dan kayu. Sebagian masyarakat Indonesia masih mengenal dan menggunakan kentongan di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi seperti saat ini. Studi etnobotani dilakukan untuk mengkaji lebih mendalam tentang kearifan lokal masyarakat mengenai kentongan. Metode yang digunakan berupa observasi di beberapa wilayah di Indonesia dan wawancara secara acak terpilih. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian diperoleh data keanekaragaman jenis bambu dan kayu kentongan yaitu bambu ori (Bambusa blumeana Schult.f.), bambu petung (Dendrocalamus asper (Schult.) Backer), bambu apus (Gigantochloa apus (Schult.) Kurz), bambu wulung (G. atroviolacea Widjaja), kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.), kayu jati (Tectona grandis L.f.), kayu kelapa (Cocos nucifera L.), kayu mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.), dan kayu sengon (Albizia chinensis (Osbeck) Merr.). Ukuran dan bentuk fisik kentongan bervariasi. Nilai-nilai sosial dan religius kentongan sejalan dengan perkembangan zaman, serta penyelamatan nilai budaya dan konservasi keanekaragaman hayati bahan baku kentongan agar tidak terkikis perubahan zaman. Dengan demikian, masyarakat masih menggunakan kentongan secara lestari untuk mengatur pola hidup kebersamaan dalam masyarakat.

2019 ◽  
Vol 2 (02) ◽  
pp. 46-57
Author(s):  
Risa Umami ◽  
Hasyim As’ari ◽  
Tristi Indah Dwi Kurnia

Pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan merupakan kegiatan turun temurun yang telah dipraktikkan oleh Suku Using Kabupaten Banyuwangi. Suku Using memanfaatkan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinan menjadi beranekaragam jenis konstruksi bangunan dan produk kerajinan yaitu atap, pintu, jendela, kusen, lantai, tiang, plafon, reng, bekisting, ukiran, peralatan/perabot rumah tangga, hiasan, alat musik, anyaman, pewarna tekstil dan seni barong, untuk mendukung kegiatan pemanfaatan tanaman perlu adanya identifikasi mengenai potensi tanaman berguna. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanamanyang berpotensi sebagai bahan bangunan dan kerajinan, mengetahui pengetahuan masyarakat Suku Using Banyuwangi tentang pemanfaatan tanaman sebagai bahan bangunan dan kerajinandengan jumlah responden yaitu 390 orang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif eksploratif dengan teknik survei lapangan dan wawancara dari narasumber yang berprofesi sebagai ketua adat, tukang bangunan, pengrajin kerajinan khas banyuwangi dan masyarakat Suku Using. Data yang diambil meliputi data keanekaragaman tanaman yang digunakan masyarakat Using sebagai bahan bangunan dan kerajinan.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2018 di lima kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu meliputi Kecamatan Glagah, Kecamatan Giri, Kecamatan Kabat, Kecamatan Singojuruh dan Kecamatan Rogojampi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 33 spesies yang dimanfaatkaan sebagai bahanbangunan dan kerajinan oleh masyarakat Using terdiri atas 18 familia. Spesies yang paling dominan digunakan adalah jati (Tectona grandis), kelapa (Cocos nucifera), bambu (Gigantochloa apus), mahoni (Swietenia mahagoni), nangka (Artocarpus heterophyllus), pulai (Alstonia scholaris), kopi (Coffea sp.), rotan (Calamus javanensis), dan bendo (Artocarpus elasticus).  


SINERGI ◽  
2015 ◽  
Vol 19 (3) ◽  
pp. 181 ◽  
Author(s):  
Saifudin Saifudin ◽  
Abdul Fadlil

Kayu jati (Tectona Grandis L.F.) dan mahoni (Swietenia Mahagoni) merupakan 2 jenis kayu yang biasa digunakan untuk bahan perabot rumah tangga. Perabot yang berbahan kayu jati dikenal sebagai produk kwalitas kelas 1 sedangkan perabot dengan bahan kayu mahoni dianggap sebagai produk kwalitas kelas ke 2. Namun secara manual sulit untuk membedakan antara kedua jenis kayu ini. Oleh karenanya penting dibangunnya suatu sistem otomatis yang mampu mengenali perbedaan dari kedua jenis kayu ini. Pada dasarnya citra kayu dapat dianalisis cirinya untuk mendapatkan pola-pola yang menunjukkan jenis kayu. Ekstraksi ciri dari citra kayu dapat dianalisi berdasarkan tekstur atau warnanya.Tulisan ini menjelaskan sistem identifikasi jenis kayu yang telah dikembangkan untuk membedakan antara jenis kayu jati atau mahoni. Sistem ini meliputi proses akusisi data citra, pemrosesan citra, ekstraksi ciri, dan klasifikasi. Ekstraksi ciri menggunakan tekstur Gray Level Co-ocurrence Matrix (GLCM) sedangkan pengklasikasi menggunakan metode jarak Euclidean. Hasil eksperimen-eksperimen dengan pengubahan ukuran citra asli menjadi 30x30, 20x20 dan 10x10 berturut-turut menghasilkan akurasi 82,5 %, 65,7 % dan 77,5%. Hasil ini menunjukkan bahwa akurasi tertinggi yang diperoleh layak untuk diimplementasikan ke dalam industri


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 17-23
Author(s):  
Nurmala Sari

Research on the influence of polysaccharides from the jackfruit rags (Artocarpus Heterophyllus Lamk) on the content of glucose syrups on hydrolyzing with HCl 30% has been done. A sample has got with simple random sampling. The cellulose was isolated from the seeds of rags. The cellulose was hydrolyzed by HCl 30% to produce glucose syrups. The content was analyzed by the Nelson-Somogyi method and calculated by regression analysis. The results of analysis show that the content of glucose syrups from the cellulose from the jackfruit rags were 2.47%.   Keywords: cellulose, jackfruit rags, glucose syrups, Hydrolysis


el–Hayah ◽  
2021 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 70-77
Author(s):  
Nur Ahmad Rudin ◽  
Rini Rahmawati ◽  
Mohammad Bayu Hidayat ◽  
Muhamad Ujang Sawajir ◽  
Bondan Agung Pramono

Kedung Pedut is a natural waterfall located in Menoreh Highland, Kulon Progo, Special Region of Yogyakarta, Indonesia at altitude of 529 masl. Kedung Pedut has special natural vegetation characteristics, but since 2015 tourism developments was changing the composition of vegetation in this area. This makes the ethnobotany and biobased economy study are important. Therefore, this study aims to determine the abundance and utilization of vegetation in Kedung Pedut area by Javanese community in Kulon Progo and potential utilization of various vegetation in the future. The study was carried out by grid lines method and interview. Location of vegetation sampling was along the banks of river. Identification of vegetation was carried out on tree growthform. Data analysis was done by literature studies. The results of study identified 25 species of standing vegetation in Kedung Pedut. Tree vegetation with the greatest abundance are Swietenia mahagoni (4048.05 ind/ha), Paraserianthes falcataria (1700.18 ind/ha), Cocos nucifera (1484.29 ind/ha), Bambusa blumeana (782.62 ind/ha), and Tectona grandis (701.66 ind/ha). Potential utilization of vegetation in Kedung Pedut area by Javanese community in Kulon Progo based on the development of technology and science are for medicines, agroforestry, food and beverage industry, natural dyes, furniture industry, germplasm conservation, and conservation of environment


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Moh. Fahri Haruna

Penelitian ini untuk mengetahui jenis dan vegetasi pohon, serta potensi nilai biomassa dan penyerapan karbon yang berada di taman-taman Kota Luwuk. Pengambilan data secara langsung mengukur diameter  lingkaran pohon dengan tinggi 130 cm. Data yang dihasilkan dihitung berdasarkan perhitungan kerapatan (densitas), keragaman dan dominansi, nilai biomassa di atas permukaan tanah (batang), nilai biomassa di bawah permukaan tanah (akar), nilai biomassa total perpohon dan kandungan karbon. Teknik analisis data menggunakan dekriptif  kualitatif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian ada 17 Jenis yang teridentifikasi di taman Kota Luwuk, yaitu Albizia saman, Polyaalthia longifolia, Swietenia mahagoni, Tectona grandis,  Areca catechu, Cocos nucifera, Plumeria, Mimusops elengi, Syzygium aqueum, Cerbera manghas, Terminalia mantaly, Ficus benjamina, Bauhina purpurea, Annona muricata, Casuarina junghuhniana, Hibiscus rosa-sinensis, Mangifera indica. Hasil juga menunjukan nilai vegetasi pohon yaitu dimana keanekaragaman sedang dan berdominansi rendah. Nilai biomassa total 180.522,53 gr, total karbon tersimpan 84.845,6 dan daya penyerapan karbon 311.383,31 gr.


2020 ◽  
Vol 23 (2) ◽  
Author(s):  
Rizmoon Nurul Zulkarnaen

Hutan rakyat adalah hutan yang dikembangkan di lahan milik masyarakat dan bukan di kawasan hutan. Keragaman tumbuhan penyusun hutan rakyat bergantung pada kepentingan masing-masing pemilik lahan. Salah satu praktik hutan rakyat yang lestari berada di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Hal tersebut terlihat dari tingkat partisipasi penduduk yang tinggi dalam menanam tanaman hutan di lahan-lahan mereka. Namun demikian, informasi tentang vegetasi-vegetasi penyusun yang ditanam dalam praktik hutan rakyat tersebut masih sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam upaya mengungkap praktik hutan rakyat di Desa Sambak. Selain itu, penghitungan simpanan karbon di hutan rakyat tersebut juga dilakukan dalam upaya mengungkap peranan hutan rakyat dalam penyerapan karbon. Teknik pengumpulan data menggunakan metode transek dengan plot pengamatan berukuran 20x20 m dengan jarak antar plot 50 m. Metode penghitungan simpanan karbon menggunakan metode non-destruktif yaitu dengan cara menaksir simpanan karbon berdasarkan diameter dan tinggi pohon. Komposisi tumbuhan penyusun vegetasi hutan rakyat tersebut terdiri atas 24 jenis dari 16 suku. Vegetasi penyusun hutan rakayat tersebut didominasi oleh Falcataria falcata (L.) Greuter & R.Rankin. Hasil tersebut sesuai dengan penghitungan indeks nilai kepentingan tertinggi yang dicapai oleh Falcataria falcata (L.) Greuter & R.Rankin (70.67), Swietenia macrophylla King (52.18), Cocos nucifera L. (37.53), dan Artocarpus heterophyllus Lam. (25.21). Namun, dalam penghitungan simpanan karbon menunjukan bahwa potensi simpanan karbon tertinggi dimiliki oleh Cocos nucifera L. yaitu 1034,07 ton C/ha. Adapun simpanan karbon total hutan rakyat Desa Sambak sebesar 3499,89 ton C/ha.


1999 ◽  
Vol 17 (1) ◽  
pp. 49-52 ◽  
Author(s):  
Robert H. Stamps ◽  
Michael R. Evans

Abstract A comparison was made of Canadian sphagnum peat (SP) and Philippine coconut (Cocos nucifera L.) coir dust (CD) as growing media components for greenhouse production of Dracaena marginata Bak. and Spathiphyllum Schott ‘Petite’. Three soilless foliage plant growing mixes (Cornell, Hybrid, University of Florida #2 [UF-2]) were prepared using either SP or CD and pine bark (PB), vermiculite (V), and/or perlite (P) in the following ratios (% by vol): Cornell = 50 CD or SP:25 V:25 P, Hybrid = 40 CD or SP:30 V:30 PB, UF-2 = 50 CD or SP: 50 PB. Dracaena root growth was not affected by treatments but there were significant mix × media component interactions that affected plant top growth parameters. In general, the growth and quality of D. marginata were reduced by using CD in Cornell, had no effect in Hybrid, and increased in UF-2. S. ‘Petite’ grew equally well in all growing mixes regardless of whether CD or SP was used; however, plants grew more in Cornell and Hybrid than in UF-2. S. ‘Petite’ roots, which were infested with Cylindrocladium spathiphylli, had higher grades when grown in CD than when the media contained SP.


2013 ◽  
Vol 36 (3) ◽  
pp. 319-330 ◽  
Author(s):  
K. Samsudeen ◽  
M. K. Rajesh ◽  
D. D. Nagwaker ◽  
Raghavan Reshmi ◽  
P. Ajith Kumar ◽  
...  

Author(s):  
Olugbemi T. Olaniyan ◽  
Olakunle A. Ojewale ◽  
Ayobami Dare ◽  
Olufemi Adebayo ◽  
Joseph E. Enyojo ◽  
...  

Abstract Objectives Lead primarily affects male reproductive functions via hormonal imbalance and morphological damage to the testicular tissue with significant alteration in sperm profile and oxidative markers. Though, different studies have reported that Cocos nucifera L. oil has a wide range of biological effects, this study aimed at investigating the effect of Cocos nucifera L. oil on lead acetate-induced reproductive toxicity in male Wistar rats. Methods Twenty (20) sexually matured male Wistar rats (55–65 days) were randomly distributed into four groups (n=5). Group I (negative control)—distilled water orally for 56 days, Group II (positive control)—5 mg/kg bwt lead acetate intraperitoneally (i.p.) for 14 days, Group III—6.7 mL/kg bwt Cocos nucifera L. oil orally for 56 days and Group IV—lead acetate intraperitoneally (i.p.) for 14 days and Cocos nucifera L. oil for orally for 56 days. Rats were sacrificed by diethyl ether, after which the serum, testis and epididymis were collected and used for semen analysis, biochemical and histological analysis. Results The lead acetate significantly increases (p<0.05) testicular and epididymal malondialdehyde (MDA) levels, while a significant reduction (p<0.05) in sperm parameters, organ weight, testosterone and luteinizing hormone was observed when compared with the negative control. The coadministration of Cocos nucifera oil with lead acetate significantly increases (p<0.05) testosterone, luteinizing hormone, sperm parameters and organ weight, with a significant decrease (p<0.05) in MDA levels compared with positive control. Histological analysis showed that lead acetate distorts testicular cytoarchitecture and germ cell integrity while this was normalized in the cotreated group. Conclusions Cocos nucifera oil attenuates the deleterious effects of lead acetate in male Wistar rats, which could be attributed to its polyphenol content and antioxidant properties.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document