GAMBARAN JAMUR PENYEBAB TINEA UNGUIUM PADA SEDIAAN KEROKAN KUKU KAKI BURUH PERUSAHAAN EKSPOR IMPOR KEPITING

Tinea unguium adalah penyakit infeksi jamur yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes. Infeksi ini diketahui menyebabkan kuku menjadi rusak seperti mulai menghitam dan sedikit terangkat. Kelompok masyarakat yang paling sering terkena infeksi ini adalah masyarakat yang mempunyai kegiatan di daerah yang lembab. Tujuan penelitian ingin mengetahui gambaran jamur yang menjadi penyebab penyakit Tinea unguium pada sediaan kerokan kuku kaki buruh perusahaan ekspor impor kepiting yang ada di kota Makassar. Jenis penelitian bersifat observasi laboratorik, dengan mengambil kerokan kuku kaki buruh perusahaan ekspor impor kepiting sebanyak 10 orang dengan kriteria kuku rusak dan menguning atau menghitam. Penelitan ini dilakukan pada bulan April 2019. Pemeriksaan sampel menggunakan metode pengamatan langsung menggunakan KOH 40% dan dilanjutkan dengan kultur sampel pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Sampel yang tumbuh diamati di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi jenis jamur berdasarkan ciri morfologi. Berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis, ditemukan 1 sampel positif jamur penyebab tinea unguium yaitu Trichophyton interdigitale dari 10 sampel yang ada.

POLA INFEKSI JAMUR KUKU (ONIKOMIKOSIS) JARI TANGAN DAN KAKI PADA PEKERJA TEMPAT PENITIPAN HEWAN PADA MEDIA POTATO DEXTROSE AGAR (PDA)

Onikomikosis merupakan infeksi pada lempeng kuku yang dapat disebabkan oleh jamur dermatofita (Tinea unguium), non dermatofita atau yeast. Onikomikosis adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita dan non-dermatofita. Infeksi onikomikosis menyebabkan kerusakan pada kuku yang menyebabkan lempeng kuku menebal, rapuh dan mudah hancur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui identifikasi jamur kuku tangan dan kaki pada pekerja penitipan hewan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Pengambilan sampel penelitian dilakukan di empat tempat penitipan hewan yang berbeda sebanyak 20 sampel di Surabaya dan tempat pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan STIKES Ngudia Husada madura. Metode pemeriksaan yang dilakukan melalui metode pengamatan langsung dan metode kultur jamur. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa dari 20 sampel sebanyak 11 sampel (55%) positif Tinea unguium (jamur kuku). Pada pengamatan metode kultur jamur hasil positif sebanyak 6 sampel (30%) dengan kode P1, P4, P8, P11, P15 dan P20 terinfeksi oleh jamur Aspergillus sp , Penicillium 10% dengan kode P5 dan P14, Rhizopus sp 5% kode P18, Microsporum gypseum sebanyak 5% kode P13, dan Trichophyton mentagrophytes 5% kode P19. Hasil screening pada penelitian ini menunjukkan para pekerja belum memiliki hygiene diri yang baik khususnya dalam memelihara kebersihan kuku kaki dan tangan sehingga menyebabkan faktor resiko terjadinya infeksi jamur kuku.

How effective are devices in the management of Onychomycosis? A protocol for a systematic review

Review question / Objective: To compile evidence and determine the utility of various device-based treatments for the treatment of onychomycosis, and improve the appearance of afflicted toenails. Condition being studied: Toenail onychomycosis, also known as tinea unguium. Information sources: A systematic literature search will be conducted in Scopus, MEDLINE and PubMed. The bibliographies of relevant articles will also be searched to ensure a comprehensive review is presented. Clinical trial registries (such as clinicaltrials.gov) will also be searched for complete, or incomplete trials.

Isolation of Dermatophytes from Clinically Suspected Cases of Superficial Fungal Infections

Dermatophytes are keratinophilic fungi responsible for dermatophytoses which are superficial mycoses affecting skin, hair and nails. The aim of the study was to isolate dermatophytes from clinically suspected cases of superficial fungal infections. This study was carried out at the Department of Microbiology, Grant Government Medical College & Sir J.J Group of Hospitals, Mumbai. A total of 279 clinically suspected cases of superficial fungal infections were included in the present study. The specimens like skin scraping, nail and hair were collected with all aseptic precautions and were first examined under microscope on KOH mount and then inoculated on to duplicate slopes of Sabouraud dextrose agar (plain) and SDA (Chloramphenicol and Cycloheximide). Lactophenol cotton blue preparations were made of each fungal growth and were identified using specific tests like slide culture, hair perforation and urease test. Out of the 279 clinically suspected cases of superficial mycoses, maximum involved the skin (65.23%) and a total of 216 (77.42%) cases were of clinically suspected dermatophytoses. KOH mount examination alone could detect 144 (66.66%) cases out of the 216 clinically suspected cases of dermatophytoses. A total 162 isolates were confirmed in which maximum dermatophytes 122 (75.30%) were found. Amongst the dermatophytes, T. rubrum was the commonest pathogenic species isolated followed by T. mentagrophytes. Other species isolated were T. tonsurans, M. gypseum, E. floccosum, T. verrucosum and M. audouinii, T. rubrum and T. mentagrophytes were mainly isolated from Tinea unguium followed by Tinea corporis cases. M. gypseum was isolated only from Tinea capitis cases whereas M. audouinii was isolated only from Tinea unguium cases. Dermatophytoses are the most common types of superficial cutaneous fungal infections. The incidence of Dermatophytoses is increasing in India due to widespread and indiscriminate use of corticosteroids and antifungal agents without performing appropriate microbiological investigations.

Superficial Dermatophytic Infection Prevention and Its Management: A Review

Dermatophytes are a group of parasitic fungi that live at the expense of the keratin in the skin, nails and hair. They are generally confined to the stratum corneum of the epidermis and skin appendages, particularly in the tropics, where heat and humidity provide the ideal conditions for the growth of fungi that cause cutaneous infections. The dermatophytes that usually cause only superficial infections of the skin are grouped into three genera: Trichophyton, Microsporum, and Epidermophyton. They can be classified into three groups according to their normal habitats: anthropophilic species, zoophilic species and geophilic species. Dermatophyte infections are subclassified in Latin names according to the sites of skin involved, e.g. Tinea faciei, Tinea manuum, Tinea corporis, Tinea cruris, Tinea pedis, Tinea capitis, Tinea unguium. Trichophyton rubrum is the most common cause worldwide for superficial dermatophytosis. By their metabolic activity they produce inflammatory responses in the form of erythema, scaling, postulation and micro-abscess formation giving rise to itching and discomfort. The high prevalence rate of superficial dermatophytic infection has shown that 20-25% of the world’s population. The diagnosis was confirmed on the basis of clinical presentation, KOH examination of skin and would light examination. The article also discusses the main treatments for superficial dermatophytosis, with a practical approach to the most commonly used topical and systemic drugs, referring also to their dosage and duration of use in different types of the dermatophytic infection. Keywords: Dermatophytosis; Trichophyton rubrum; Tinea; KOH examination.

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT KULIT AKIBAT INFEKSI JAMUR MENGGUNAKAN TEOREMA BAYES

Diagnosa dini penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur diperlukan untuk mengurangi resiko penyakit. Pada artikel ini, diusulkan sistem pakar dengan mengimplementasi teorema Bayes sebagai solusi diagnosa dini penyakit kulit, khususnya yang disebabkan oleh infeksi jamur. Akuisisi pengetahuan dari pakar, dalam hal ini dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin, dilakukan untuk memperoleh basis pengetahuan. Sebanyak 31 data yang berasal dari rekam medis digunakan dalam penelitian ini. Jenis penyakit kulit yang dapat dideteksi yaitu tinea korporis, tinea unguium, pitiriasis versikolor, dan kandidosis mukokutan ringan. Teorema Bayes diimplementasikan pada mesin inferensi, sehingga menghasilkan kemungkinan jenis penyakit kulit yang diderita berdasarkan masukan gejala dari pengguna. Hasil dari sistem kemudian divalidasi oleh pakar. Berdasarkan hasil validasi tersebut, maka diperoleh 27 hasil yang sesuai dan 4 hasil yang tidak sesuai, sehingga akurasi kesesuaian sistem berdasarkan hasil tersebut adalah 87,1%.