village breeding
Recently Published Documents


TOTAL DOCUMENTS

23
(FIVE YEARS 5)

H-INDEX

5
(FIVE YEARS 0)

2019 ◽  
Vol 43 (4) ◽  
Author(s):  
Kusuma Adhianto ◽  
Tri Isngatirah ◽  
Sulastri Sulastri ◽  
Muhammad Dima Iqbal Hamdani

The aim of this study was to estimate the value of repeatability of weaning weight and Most Probable Producing Ability (MPPA) value of Saburai Doe in village breeding center (VBC), located in Tanggamus Regency. This research was conducted in Sumberejo and Gisting districts in January to May 2018.  Data collected in this study included the recording data of kids’ birth, birth weight, weaning age, weaning weight, offspring sex from 122 doe who have given birth twice from 2015 to 2017.  The study was carried out by using survey method to know weaning weight, estimated repeatability values, and MPPA values of Saburai doe in Sumberejo and Gisting district. Results of this research shows that the average corrected weaning weight of Saburai Doe in Sumberejo and Gisting district were 16.59±3.45 and 16.93±2.90, with the repeatability value were 0.76 and 0.59 (high category), respectively. The result also shows that the average value of MPPA of Saburai Doe were 16.59±2.98 and 16.93±2.15, respectively. There were 10 doe with the highest MPPA value consisting of 5 does from Sumberejo district K2 22.07, Y3 21.95, Y4 21.80, K1 21.39, AD3 21.38 and 5 does from Gisting District D3 22.03, B1 21.09, D4 20.98, A1 20.83, D5 20.74. It is suggested to select Saburai Doe with the best MPPA to improve productivity of Saburai Doe for the next generation.


Panggung ◽  
2017 ◽  
Vol 27 (3) ◽  
Author(s):  
Gugun Gunardi ◽  
Taufik Ampera ◽  
Unang Yunasaf

ABSTRAKKonservasi Budaya Lokal Mikanyaah Munding sebagai Landasan Village Breeding Center Kerbau adalah penelitian yang dilaksanakan oleh kami terkait dengan bentuk penangkaran kerbau berbasis budaya tradisional, yang dilaksanakan di Desa Cikeusal-Tasikmalaya. Di dalam budaya “Mikanyaah Munding” juga ternyata terdapat pelestarian berbagai seni tradisi Sunda, diantaranya adalah Seni Terbang Gebes. Dalam tulisan ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian etnografi, sedangkan teknik pengumpulan data digunakan teknik wawancara. Dari pembahasan hasil penelitian diperoleh antara lain; sistem penangkaran kerbau berbasis budaya lokal Mikanyaah Munding, yang di dalamnya terdapat; kebiasaan masyarakat setempat di dalam memperlakukan ternak kerbau, kosa kata khusus terkait dengan peternakan kerbau, hajat lembur yang ada hubungannya dengan peternakan kerbau, dan berbagai bentuk kesenian tradisional Sunda yang dilaksanakan dalam rangka budaya Mikanyaah Munding. Dalam artikel ini akan dibahas salah satu kesenian terkait, yaitu Seni Terbang Gebes.Kata Kunci: Budaya, Mikanyaah-Munding, Seni Terbang GebesABSTRACTConservation of local culture “Mikanyaah Munding” (or Nurturing Buffalos) as the base of Village Breeding Center of “Kerbau” is a research done on traditional “kerbau” breeding in Cikeusal, Tasikmalaya. “Mikanyaah Munding” reserve a variety of Sundanese traditional art performance, one of which is “Seni Terbang Gebes”. This essay uses qualitative method involving ethnography as its perspective. The data is collected from interviews. Our findings from analysis are: the habit of locals in treating their buffalos; specific vocabulary on breeding; festivities in relation to breeding and all kinds of Sundanese traditional art performance included in “Mikanyaah Munding”. This essay discusses one of its art performance, “Seni Terbang Gebes”.Keywords: Culture, Mikanyaah Munding, Seni Terbang Gebes 


Panggung ◽  
2017 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
Author(s):  
Rezza Fauzi Muhammad Fahmi ◽  
Gugun Gunardi ◽  
Dade Mahzuni

ABSTRAKKonservasi Budaya Lokal Mikanyaah Munding sebagai Landasan Village Breeding Center Kerbau adalah penelitian yang dilaksanakan oleh kami terkait dengan bentuk penangkaran kerbau berbasis budaya tradisional, yang dilaksanakan di Desa Cikeusal-Tasikmalaya. Di dalam budaya “Mikanyaah Munding” juga ternyata terdapat pelestarian berbagai seni tradisi Sunda, diantaranya adalah Seni Terbang Gebes. Dalam tulisan ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan kajian etnografi, sedangkan teknik pengumpulan data digunakan teknik wawancara. Dari pembahasan hasil penelitian diperoleh antara lain; sistem penangkaran kerbau berbasis budaya lokal Mikanyaah Munding, yang di dalamnya terdapat; kebiasaan masyarakat setempat di dalam memperlakukan ternak kerbau, kosa kata khusus terkait dengan peternakan kerbau, hajat lembur yang ada hubungannya dengan peternakan kerbau, dan berbagai bentuk kesenian tradisional Sunda yang dilaksanakan dalam rangka budaya Mikanyaah Munding. Dalam artikel ini akan dibahas salah satu kesenian terkait, yaitu Seni Terbang Gebes.Kata Kunci: Budaya, Mikanyaah-Munding, Seni Terbang GebesABSTRACTConservation of local culture “Mikanyaah Munding” (or Nurturing Buffalos) as the base of Village Breeding Center of “Kerbau” is a research done on traditional “kerbau” breeding in Cikeusal, Tasikmalaya. “Mikanyaah Munding”reserve a variety of Sundanese traditional art performance, one of which is “Seni Terbang Gebes”. This essay uses qualitative method involving ethnography as its perspective. The data is collected from interviews. Our findings from analysis are: the habit of locals in treating their buffalos; specific vocabulary on breeding; festivities in relation to breeding and all kinds of Sundanese traditional art performance included in “Mikanyaah Munding”. This essay discusses one of its art performance, “Seni Terbang Gebes”.Keywords: Culture, Mikanyaah Munding, Seni Terbang Gebes


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 9
Author(s):  
Luqman Hakim ◽  
Suyadi Suyadi ◽  
Nuryadi Nuryadi ◽  
Trinil Susilawati ◽  
Ani Nurgiartiningsih

<p>Sebagai plasma nutfah Nasional, keberadaan sapi Bali perlu dipertahankan dan dimanfaatkan secara lestari-produktif; sebab memiliki beberapa keunggulan spesifik. Pengadaan sapi Bali bibit dapat diperoleh melalui pengembangan <em>Village Breeding Center</em>. Namun tampaknya belum ada program pemuliaan yang jelas dan terarah; karena rekording belum dilakukan secara lengkap, benar, dan berkesinambungan. Proyek Perbibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali) yang mengemban memperbaiki mutu sapi Bali dan menghasilkan sapi pejantan unggul, tampaknya belum efektif. Suatu kegiatan dan kajian tentang sistem manajemen <em>breeding</em> sapi Bali (metode survei dan <em>deep interviev</em>) telah dilakukan di P3Bali dan instansi terkait (Agustus - Nopember 2004). Fenotip sapi Bali di P3Bali, di Instalasi Populasi Dasar (IPD) Kabupaten Tabanan dan di Kabupaten Karangasem masih relatif seragam. Pertumbuhan maksimal yang didasarkan ukuran statistik vital (tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada) dan bobot badannya, dicapai pada kelompok umur PI-4, dan selanjutnya relatif tidak ada pertumbuhan. Performansnya di IPD dan di Kabupaten Karangasem relatif lebih baik daripada di P3Bali; bahkan selama 9 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Sistem seleksi untuk calon induk atau pejantan telah mengikuti prosedur yang standar (<em>performance test</em> dan <em>progeny test</em>); tetapi tidak ditemukan silsilah dari ternak yang terjaring. Namun kriteria seleksi bobot badan masih sangat longgar (140 – 160 kg).  Adanya pemasukan sapi baru setiap tahun di P3Bali, dapat menetralisir upaya perbaikan mutu genetik hasil seleksi yang telah terkonsentrasi; sehingga secara <em>time-series</em> tampak tidak ada peningkatan performans produksi. dan mutu genetiknya. Adanya skema <em>breeding</em> di P3Bali yang sudah memenuhi standar, belum banyak diterapkan di lapang. Kurang lengkapnya rekording tidak dapat menghindari <em>inbreeding</em>; dan dengan intensitas seleksi yang rendah, tampak tidak ada kemajuan genetik dalam program seleksi (uji progeni untuk karakter bobot sapih dan bobot badan umur 1 tahun).</p><p> </p><p>Kata kunci : sistem manajemen, <em>breeding</em>, sapi Bali</p>


2017 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 9
Author(s):  
Luqman Hakim ◽  
Suyadi Suyadi ◽  
Nuryadi Nuryadi ◽  
Trinil Susilawati ◽  
Ani Nurgiartiningsih

<p>Sebagai plasma nutfah Nasional, keberadaan sapi Bali perlu dipertahankan dan dimanfaatkan secara lestari-produktif; sebab memiliki beberapa keunggulan spesifik. Pengadaan sapi Bali bibit dapat diperoleh melalui pengembangan <em>Village Breeding Center</em>. Namun tampaknya belum ada program pemuliaan yang jelas dan terarah; karena rekording belum dilakukan secara lengkap, benar, dan berkesinambungan. Proyek Perbibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali) yang mengemban memperbaiki mutu sapi Bali dan menghasilkan sapi pejantan unggul, tampaknya belum efektif. Suatu kegiatan dan kajian tentang sistem manajemen <em>breeding</em> sapi Bali (metode survei dan <em>deep interviev</em>) telah dilakukan di P3Bali dan instansi terkait (Agustus - Nopember 2004). Fenotip sapi Bali di P3Bali, di Instalasi Populasi Dasar (IPD) Kabupaten Tabanan dan di Kabupaten Karangasem masih relatif seragam. Pertumbuhan maksimal yang didasarkan ukuran statistik vital (tinggi gumba, panjang badan, lingkar dada) dan bobot badannya, dicapai pada kelompok umur PI-4, dan selanjutnya relatif tidak ada pertumbuhan. Performansnya di IPD dan di Kabupaten Karangasem relatif lebih baik daripada di P3Bali; bahkan selama 9 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Sistem seleksi untuk calon induk atau pejantan telah mengikuti prosedur yang standar (<em>performance test</em> dan <em>progeny test</em>); tetapi tidak ditemukan silsilah dari ternak yang terjaring. Namun kriteria seleksi bobot badan masih sangat longgar (140 – 160 kg).  Adanya pemasukan sapi baru setiap tahun di P3Bali, dapat menetralisir upaya perbaikan mutu genetik hasil seleksi yang telah terkonsentrasi; sehingga secara <em>time-series</em> tampak tidak ada peningkatan performans produksi. dan mutu genetiknya. Adanya skema <em>breeding</em> di P3Bali yang sudah memenuhi standar, belum banyak diterapkan di lapang. Kurang lengkapnya rekording tidak dapat menghindari <em>inbreeding</em>; dan dengan intensitas seleksi yang rendah, tampak tidak ada kemajuan genetik dalam program seleksi (uji progeni untuk karakter bobot sapih dan bobot badan umur 1 tahun).</p><p> </p><p>Kata kunci : sistem manajemen, <em>breeding</em>, sapi Bali</p>


2017 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Sulastri Sulastri ◽  
Sumadi Sumadi ◽  
T Hartatik ◽  
N Ngadiyono

<p>The objective of research were to evaluate grading up program of Boer buck and Ettawa grade goat (EGG) doe at Village Breeding Centre (VBC) Dadapan village, Sumberejo subdistrict, Tanggamus regency by studying growth performance EGG, Boerawa grade 1 (BG1), and Boerawa grade 2 (BG2). Survey method was used in this research. Recording for growth performance of 525 heads EGG, 450 heads BG1, and 175 heads BG2 possessed by Karya Makmur III farmer group that was member of the VBC. Variables observed were body weight and body measurements at birth, weaning, and yearling. Data was analysed by analysis for variance of Completely Randomized Design for one way lay out. Difference of mean were analysed by Duncant’s Multiple Range Test. The average of birth weight of EGG (2,79±0,66 kg) were lower than that of BG1 (3,22±0,64 kg), however that of BG1 were not different with BG2 (3,02±0,89 kg). The average of weaning weight of EGG (18,28±0,053 kg) were lower than that of BG1 (19,89±5,72 kg) however that of BG1 were not different with that of BG 2 (19,67±1,54 kg). The average of yearling weight of EGG (39,89±7,26 kg) were lower than that of BG1 however that of BG1(43,49±6,15 kg) were not different with BG2 (42,27±2,12 kg). The absolute preweaning and postweaning average daily gain (ADG) of EGG, BG1, and BG2 were not different. Relative preweaning ADG of EGG (7,95±0,69%) were higher (P&lt;0.05) than that of BG1 (3,57±0,14%) and BG2 (4,77±0,64%) however that of BG1 were not different with BG2. Relative postweaning ADG of EGG (0,60±1,31%) were higher than that of BG1 (0,37±0,01%) and BG2 (0,43±0,07%). Average of postweaning ADG of BG1 and BG2 were different (P&lt;0.05). Its conclusion that growth performance of BG2 have not optimum.</p>


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document