The New Perspective in Theology and Religious Studies
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

21
(FIVE YEARS 21)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Sekolah Tinggi Teologi Cipanas

2722-9718, 2722-9726

2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 21-36
Author(s):  
Victor Christianto ◽  
Robby Igusti Chandra ◽  
Florentin Smarandache

The present economic crises induced by covid pandemic have called our attention toreconsider where we are heading as a global community; because as we know withthe emergence of ubiquitous Internet, then the world has become a global village inreal sense.. Shall we lend ourselves to directive and -at times- insistence to move tonew economy called the industrial revolution 4.0? Or is there another way, even if itseems like a less traveled path for now? In this article, we also re-introduce Pancasilafrom Indonesian weltanschauung (fundamental tenets) to become one of these lesstravelled path available at our table. The essence of the Indonesian Five Principles(Pancasila) is to return to spirit of communal values, but in a peaceful way, not viarevolution. That is a path that in Indonesia, is called as “gotong royong” (or to put itin a more scientific term: cooperative collective dynamics).


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 1-20
Author(s):  
Arthur Aritonang

Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji mengenai pekabaran Injil dalam pemikiran Andreas A. Yewangoe. Dalam penelitian ini penulis mencermati bahwa gereja-gereja dari kalangan Injili di Indonesia memiliki pemahaman bahwa satu-satunya tugas gereja yaitu memenangkan jiwa-jiwa sebanyak mungkin bagi Tuhan. Pandangan ini jelas berorientasi pada penambahan jumlah populasi agama Kristen yang pada akhirnya kaum Injili di Indonesia dicap anti-sosial. Pandangan kaum Injili dapat berakibat terjadinya benturan antar golongan dan agama di masyarakat. Melalui pendekatan kepustakaan (literatur) Yewangoe menyimpulkan bahwa pekabaran Injil di Indonesia harus dipahami secara baru dalam konteks Indonesia yang majemuk diantaranya sebagai berikut: (1) dalam memahami Matius 28:19-20 terkait pemuridan Yewangoe menegaskan bahwa menjadi murid Kristus tidak harus meninggalkan agama sebelumnya (2) Yewangoe menolak pekabaran Injil sebagai kristenisasi (3) Yewangoe menawarkan pekabaran Injil sebagai presensia. Hal ini sepatutnya diapresiasi di tengah berbagai persoalan yang sedang terjadi seperti covid-19 agar kehadiran gereja dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 65-81
Author(s):  
Jhon Leonardo Presley Purba ◽  
Yonathan Wingit Pramono ◽  
Robinson Rimun

Abstract Biblical archaeology has very important roles in the method of hermeneutic interpretation to obtain an accurate, valid, precise and accountable interpretation of the Bible. Through a qualitative approach with a literature study method, this study concludes that biblical archaeology in hermeneutics has the implementations as a tool to reveal the historical context and cultural meaning of a text by understanding the archaeological relationship with the biblical text, as a tool to identify the text to adapt its content to the context of the Ancient Near East through the identification of historical, cultural, social, and religious issues provided by archaeological data, as a tool to build the construction of biblical-archaeological exegesis by combining both of data sources through critical thinking to adjust archaeological data with biblical data, as a tool control for context history and a tool produce more accurate historical information for listeners for more accurate application.Abstrak Arkeologi alkitabiah dalam metode penafsiran hermeneutik untuk mendapatkan penafsiran Alkitab yang akurat, valid, teliti dan dapat dipertanggungjawabkan sangat penting. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi literature, penelitian ini menyimpulkan bahwa arkeologi alkitabiah dalam hermeneutik memiliki implementasi sebagai alat untuk mengungkap konteks historis dan makna budaya sebuah teks dengan memahami hubungan arkeologi dengan teks Alkitab, sebagai alat untuk mengidentifikasi teks untuk menyesuaikan kontennya dengan konteks Timur Dekat Kuno melalui identifikasi sejarah, budaya, sosial, dan masalah-masalah keagamaan yang disediakan oleh data-data arkeologi, sebagai alat membangun konstruksi eksegesis alkitabiah-arkeologis dengan menggabungkan kedua sumber data tersebut melalui pemikiran kritis untuk menyesuaikan data arkeologi dengan data alkitabiah, sebagai alat kontrol untuk konteks sejarah dan alat menghasilkan informasi historis yang lebih akurat bagi pendengar agar penerapan lebih akurat.


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 37-48
Author(s):  
Raja Oloan Tumanggor

AbstractThe encounter between Christian faith and Batak culture is an important issue in mission activities. This encounter certainly faces various problems and tensions that can only be overcome by communication between cultures. This article seeks to map the experience of encounter Christian faith with Batak culture and religion. The inculturation of the Christian faith that was carried out at the beginning of the Catholic mission activities in the Batak lands was how to introduce the concept of a Christian God to the Batak people who actually have their own concept of God in their traditional religion. The process of inculturation requires the transformation of traditional Toba Batak culture through Christianity. Likewise, the transformation of Christianity through traditional culture. That is, there must be a reciprocal relationship between the Christian tradition and concrete culture in the sense of critical correlation. Reciprocal relationships will certainly bring tension. This process of inculturation is permanent and the gospel is expressed in a cultural context. The gospel is not only expressed with cultural elements, but also becomes a force capable of changing the life patterns of the Toba Batak people.Key words: inculturation, Christian faith, Toba-Batak. AbstrakPertemuan antara iman Kristen dan kebudayaan Batak merupakan isu penting dalam kegiatan misi. Pertemuan ini tentu menghadapi berbagai persoalan dan ketegangan yang hanya bisa diatasi dengan komunikasi antara budaya. Artikel ini berupaya memetakan pengalaman pertemuan iman Kristen dengan budaya dan religi Batak. Upaya inkulturasi iman Kristen yang dilakukan pada awal kegiatan misi Katolik di tanah Batak adalah bagaimana memperkenalkan konsep Allah kristiani kepada orang Batak yang sebenarnya juga telah memiliki konsep tersendiri mengenai Allah dalam agama tradisional mereka. Proses Inkulturasi membutuhkan transformasi budaya tradisional Batak Toba melalui kekristenan. Demikian juga sebaliknya transformasi kekristenan melalui budaya tradisional. Artinya, mesti ada suatu relasi timbal balik antara tradisi kekristenan dengan budaya konkrit dalam arti korelasi kritis. Relasi timbal balik tentu akan membawa ketegangan. Proses inkulturasi ini berlangsung permanen dan Injil diungkapkan dalam  konteks budaya. Injil tidak hanya diungkapkan dengan elemen-elemen budaya, tapi juga menjadi kekuatan yang mampu mengubah pola kehidupan orang Batak Toba 


2021 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 49-64
Author(s):  
Agung Gunawan

ABSTRACTABSTRACTThis article will discuss how to deal with difficult people in the church. Church leaders should not antagonize or even remove them from the church. Difficult people in the church should not be avoided but must be dealt with properly and correctly.In dealing with them the church leaders did not contradict them. Church leaders have a duty to provide pastoral care for them. In this article, we will first discuss the types of difficult people in the church. Next will be described the ministry of important principles in pastoral care needed by difficult people in the church. The hypothesis of this article is that through appropriate pastoral care, difficult people in the church can be transformed into good individuals and support church ministry.Keyword:. Pastoral Care, difficult people, in the church


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Raja Oloan Tumanggor
Keyword(s):  

Pengertian misi menjadi perdebatan. Pendekatan yang berbeda dalam memahami misi akan mempengaruhi pengertian seseorang mengenai misi. Pendekatan biblika biasanya digunakan untuk memahami misi. Tulisan ini akan memperlihatkan pengertian misi dilihat dari sudut pandang sejarah pemikiran gereja tentang misi dan menunjukkan perkembangan pemahaman gereja mengenai misi. Pengertian misi dan evangelisasi akan dibahas dalam konteks Dewan Gereja Sedunia, Dewan Gereja Injili Sedunia, dan Gereja Katolik. Walaupun terdapat perbedaan penekakan dalam memahami misi, gereja-gereja sedunia memiliki pemahaman yang sama dalam memahami misi, bahwa misi adalah missio Dei.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 26-43
Author(s):  
Chandra Gunawan

Sabbath and the Lord’s day are important concepts in the Old and New Testament. However, Christian traditions have downgraded their role and significant correlation with the Christian worship. The question is how the meaning of Sabbath and the Lord’s day could contribute to understanding the biblical teaching about worship. This article investigates Sabbath dan the Lord’s day from the historical redemptive perspective, demonstrates their significances, and considers their application for the current issue of online services. It argues that Sabbath and the Lord’s day realize of God’s vision regarding the purpose of creation and the new creation and underline God’s present seen through the right and harmonious relationships between human and all creations. Christian worship should signify their sacramental roles demonstrating God’s present through the right and harmonious relationship of believing community. This may become a substantial issue of online services, which is hardly able to show harmonious fellowship of true believers.    


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 57-68
Author(s):  
Daniel Stefanus

Konsep Yesus sebagai guru merupakan gagasan penting dalam Injil-Injil. Meskipun demikian, pemahaman terhadap identitas Yesus sebagai guru dilihat terutama dalam pendekatan yang bersifat teologis atau biblis. Untuk itu, artikel ini berupaya untuk mengamati identitas dan karakter Yesus sebagai guru ditinjau dari sisi pedagogis. Tulisan akan membahas tiga aspek dari dimensi pelayanan Yesus sebagai guru, yakni, sebutan Yesus sebagai guru, pokok ajaran dan gaya mengajar-Nya.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1-25
Author(s):  
Victor Christianto ◽  
Robby Chandra

Artikel ini menelusuri penggunaan konsep logika Aristotelian yaotu either-or atau logika dualis dibandingkan dengan penggunaan logika sentensial untuk menjelaskan kesatuan hakekat kemanusiaan dan keilahian dalam diri Kristus yang termuat dalam konsep Manunggaling Kawula Gusti dari Budaya Jawa. Pertama, artikel akan meneliti dimensi-dimensi mengenai kestauan manusia-ilahi dalam diri Yesus dalam konsep manunggaling kawula gusti yang berasal dari konsep spiritualitas Kejawen. Kedua, akan dibandingkan fitur penyatuan keilahian dan kamanusiaan Kristus dalam Manunggaling Kawula Gusti dan pandangan teologi Kristen Barat pada umumnya.  Ketiga, artikel ini meneliti bagaiman logika sentensial dapat menjelaskan Kawula Manunggaling Gusti dengan lebih rinci dibandingkan dengan logika either-or. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa logika sentensial lebih efektif menjelaskannya karena, dalam konsep dan alatnya terdapat konsep “antara”, “bukan ini atau itu,” dan “ini serta itu.” Metode yang dipergunakan dalam studi ini adalah riset kualitatif berupa tafsir teks dan eksplorasi filosofi logika. Sebagai hasilnya, terbukti bahwa dengan menggunakan logika sentensial, penyatuan antara kemanusiaan dan keilahian Kristus dalam konsep Manunggaling Kawula Gusti dapat lebih dijelaskan dan masuk akal. Hasil ini berguna untuk memperkaya proses dialog atau kontekstualisasi ke dalam Budaya yang terbiasa dengan logika non dualis dan konsep Manunggaling Kawula Gusti seperti Budaya Jawa.


2021 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 79-85
Author(s):  
Chandra Gunawan

Ini adalah book Review


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document