Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

8
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Gadjah Mada

2089-2624

2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
Author(s):  
Shita Dewi

Sistem Kesehatan di Indonesia didukung oleh pembiayaan pemerintah yang cukup besar. Pembiayaanpemerintah bersumber baik dari pemerintah Pusat mau pun pemerintah daerah. Anggaran pemerintahPusat disalurkan melalui berbagai saluran misalnya DAU, DAK, DAK non fisik (dahulu BOK), JaminanKesehatan Nasional, dan sebagainya. Sementara anggaran pemerintah daerah dapat dalam berbagaibentuk untuk mendukung program Pusat mau pun untuk pembiayaan program inovasi daerah sendiri.Dengan begitu banyaknya sumber-sumber pembiayaan sistem kesehatan di Indonesia, tentunya menarikuntuk melihat apakah pemanfaatannya sudah efektif dan apakah pembiayaan yang tersedia telahdapat memberi daya ungkit terhadap layanan kesehatan. Sebagaimana diketahui masyarakat umum,pembiayaan kesehatan melalui JKN misalnya telah menelan biaya yang sangat besar sehingga BPJSKesehatan mengalami deficit selama diimplementasikannya JKN. Tentu saja ada berbagai penjelasanyang diberikan oleh BPKS terkait hal ini khususnya mengenai kurangnya nilai premi yang ditetapkan.Tetapi, tentu saja masalah dalam manajemen keuangan tidak hanya menyangkut sisi pemasukan saja,tetapi juga sisi pengeluaran. Adakah upaya-upaya yang telah dilakukan untuk membenahi manajemenkeuangan sehingga sistem kesehatan di Indonesia dapat tetap menghasilkan layanan yang berkualitasdan adekuat untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia? Namun, tentu saja permasalahannya bukanhanya ada pada JKN. Anggaran kesehatan di Indonesia masih sangat under-funded dan pemerintah masihberupaya mencari sumber-sumber untuk menambah anggaran kesehatan. Namun sebelum pemerintahberkomitmen untuk meningkatkan anggaran kesehatan, tentu pemerintah juga berharap ada bukti-buktimengenai pemanfaatan yang efektif dari pembiayaan yang saat ini ada.Artikel dalam terbitan kali ini membahas berbagai contoh analisis pemanfaatan pembiayaan kesehatandi berbagai daerah. Terdapat artikel mengenai bagaimana anggaran pemerintah daerah digunakan untukmelakukan rekrutmen tenaga dokter di salah satu Kabupaten di Indonesia, pemanfaatan dana BOK untukmendukung program KIA, pemanfaatan dana kapitasi di Puskesmas, pemanfaatan dana BLUD untukmembangun sistem remunerasi di Rumah Sakit, pemanfaatan dana DAK non fisik untuk membiayaitenaga kontrak, dan juga bagaimana alokasi pemerintah daerah untuk sektor kesehatan.Kajian-kajian semacam ini tentunya diharapkan dapat muncul dari berbagai wilayah di Indonesia agar dapatmemberi gambaran yang lebih konkrit mengenai tantangan dan konteks dari pemanfaatan pembiayaankesehatan dan hasil-hasilnya. Kami menghimbau lebih banyak lagi peneliti yang dapat melakukan kajiansejenis agar dapat memberi masukan kepada pemerintah dalam hal perencanaan keuangan dan alokasi,serta mekanisme pemanfaatan anggaran kesehatan yang lebih baik lagi di masa depan.Selamat membaca.Shita Dewi


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 127
Author(s):  
Abdul Gani Hasan ◽  
Wiku B.B. Adisasmito

AbstractBackground: The purpose of analyzing the policy of utilization of JKN capitation fund at FKTP Puskesmas in Bogor Regency refers to Permenkes 21 year 2016. Method: Qualitative with Rapid Assessment Procedure, in-depth interview on 12 informant, purposive sample, related to research objectives. Results: There is a high disparity of capitation funds for puskesmas covering participants, capitation norms, number of doctors and the ratio of doctors between various puskesmas. In-depth interviews found the difficulty of fulfilling the ideal physician ratio, low capitation norms indicated the low quality of the puskesmas, not all the puskesmas did the proper planning process, the small capitation clinics were difficult in the operational and the overwhelming operational and potentially piled up, Drug fulfillment is constrained by procurement, the potential for overlapping capitation with BOK and the quality of physician services decreases in the ratio of physicians per large participant. Conclusions and suggestions: The ratio of physicians to participants is still below the standard of 1: 5000 participants need equalization effort, 60% capitation portion for services and 40% other opersional, different sufficiency there should be operational fund backups for the less, the disincentives of service need to be reviewed, Capitation of 40% portion can be complementary with BOK, the rest of the budget is advantageous if the activity alternative can be effectively efficient according to society requirement, need improvement of drug procurement mechanism, budget flexibility need to be pushed PPK-BLUD at puskesmas.Keywords: capitation; FKTP; PuskesmasAbstrakLatar Belakang : Tujuan menganalisis kebijakan pemanfaatan dana kapitasi JKN pada FKTP Puskesmas di Kabupaten Bogor mengacu Permenkes 21 tahun 2016. Metode : Kualitatif dengan Rapid Assesment Procedure, wawancara mendalam pada 12 informan, sampel purposive, terkait tujuan penelitian. Hasil : Terdapat disparitas tinggi dana kapitasi puskesmas meliputi peserta, norma kapitasi, jumlah dokter dan rasio dokter antara berbagai puskesmas. Wawancara mendalam didapatkan sulitnya pemenuhan rasio dokter ideal, norma kapitasi rendah menunjukkan kuantitas kualitas puskesmas rendah, belum semua puskesmas melakukan proses perencanaan dengan benar, puskesmas kapitasi kecil sulit dalam operasional dan yang besar berlebih operasional dan berpotensi menumpuk, penentuan poin cukup jauh berbeda antar tenaga, pemenuhan obat-obatan terkendala oleh pengadaan, potensi overlapping kapitasi dengan BOK dan kualitas pelayanan dokter menurun pada rasio dokter per peserta besar. Kesimpulan dan saran : Rasio dokter dengan peserta masih dibawah standar 1:5000 peserta perlu upaya pemerataan, porsi kapitasi 60% untuk Jasa dan 40% opersional lain, ketercukupannya berbeda perlu ada backup dana operasional untuk yang kurang, adanya disinsentif jasa pelayanan perlu dikaji ulang, kapitasi porsi 40% dapat komplementer dengan BOK, sisa anggaran menguntungkan bila alternatif kegiatan mampu efektif efisien sesuai kebutuhan masyarakat, perlu perbaikan mekanisme pengadaan obat, dalam fleksibilitas anggaran perlu didorong PPK- BLUD pada puskesmas.Kata kunci : kapitasi; FKTP; Puskesmas


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 115
Author(s):  
Siti Nurul Laeliyah ◽  
Mardiati Nadjib

ABSTRACTHealth Operational Aid Fund (BOK) realization at Serang City Community Health Centers (CHC) through 2014-2016 has always reached 100% mark which more than 30% of the fund was allocated for maternal and children health each year. However the achievement from maternal and children health scope especially on K4 antenatal visit was not proportional with the budget, instead each year a decreasing trend from proposed target (75%) was observed thus the need of evaluation. This study was conducted at regional health agency and four CHCs (Banten Girang, Curug, Sawah Luhur and Serang Kota) with retrospective study case design and considering fund variables and scopes. The result shows lack of human and other resources in managing maternal and children health program; the lack of operational fund for preventive and promotive activities from regional government budget (APBD) and only rely on health operational fund; the lack of supervision in midwife records and reports, also the contract ending of trained cadres as the result of village chief replacement. Keywords: community health centre, health operational fund, K4 antenatal visit ABSTRAKRealisasi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) di Puskesmas Kota Serang dari tahun 2014-2016 selalu mencapai 100% dengan alokasi dana untuk kegiatan KIA lebih dari 30% setiap tahunnya, namun tidak berbanding lurus dengan capaian cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya kunjungan antenatal K4 yang justru semakin tahun menunjukkan penurunan dari target yang ditetapkan (75%) sehingga perlu dievaluasi. Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan dan 4 Puskesmas, yaitu Puskesmas Banten Girang, Curug, Sawah Luhur dan Serang Kota dengan studi kasus bersifat retrospektif dan mempertimbangkan variabel dana serta cakupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua Puskesmas kekurangan sumber daya manusia dan sarana prasarana dalam mengelola program KIA, ketersediaan dana operasional untuk kegiatan preventif dan promotif dari APBD tidak ada dan hanya mengandalkan dana BOK, kurangnya pengawasan pencatatan pelaporan bidan, serta putusnya kontak dengan kader yang sudah dilatih sebagai efek pergantian kepala desa. Kata Kunci: Bantuan Operasional Kesehatan, Puskesmas, Kunjungan Antenatal K4


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 159 ◽  
Author(s):  
Iwan Dakota ◽  
Dumilah Ayuningtyas ◽  
Ratih Oktarina ◽  
Misnaniarti Misnaniarti

ABSTRACTBackground: Since 2008, Hospital A began implementing remuneration. However, this system gets the refusal of some parties. Therefore, aims this research was to determine the remuneration policy implementation at the Hospital A Jakarta. Method: The study was conducted with a qualitative approach through in-depth interviews and focus group discussions, each with 10 medical personnel involved. Result: The results of this study indicate that aspects of the environment in general have a positive perception of the organization while the relationship between negative perceptions obtained. Negative perceptions are also found on the organization’s resources and budget allocation accuracy especially bureaucratic commitment is relatively low. Meanwhile, the characteristic aspects and capabilities of implementing agencies received a positive perception. Secondary data showed an increase in financial performance and hospital services after the implementation of the remuneration. Conclusion: Implementation of the remuneration policy in Hospital A goes pretty well with a few flaws that need attention. Therefore, the necessary changes to the paradigm of gradual and continuous work culture of employees, improving the quality and quantity of communication between the organization and management of the employees regarding transparency, optimization remuneration policy dissemination and implementation of monitoring and evaluation on a regular basis with the involvement of all stakeholders. Keyword : Implementation, Policy, Remuneration, Hospital ABSTRAKLatar Belakang: Sejak tahun 2008, Rumah Sakit A mulai menerapkan kebijakan remunerasi. Akan tetapi sistem ini mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan remunerasi di Rumah Sakit A di Jakarta. Metode: Studi dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus, masing-masing dengan 10 tenaga medis yang terkait. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek kondisi lingkungan secara umum memiliki persepsi positif sedangkan hubungan antar organisasi didapatkan persepsi yang negatif. Persepsi yang negatif juga dijumpai pada sumber daya organisasi khususnyaketepatan alokasi anggaran dan komitmen birokrasi yang relatif rendah. Sementara, aspek karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana mendapat persepsi positif. Data sekunder menunjukkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dan keuangan rumah sakit setelah pelaksanaan remunerasi. Kesimpulan: Impelementasi kebijakan remunerasi di Rumah Sakit A berlangsung cukup baik dengan beberapa kekurangan yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, diperlukan perubahan bertahap dan berkesinambungan terhadap paradigma budaya kerja karyawan, peningkatan kualitas dan kuantitas komunikasi antar organisasi maupun manajemen dengan karyawan menyangkut tranparansi, pengoptimalan sosialisasi kebijakan remunerasi serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara berkala dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Kata kunci: Implementasi, kebijakan, remunerasi, rumah rakit


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 138 ◽  
Author(s):  
Estherlina Sitorus ◽  
Atik Nurwahyuni

ABSTRACTBackground:This study aims to obtain information about health financing based on sources and utilization of funds derived from the government in Serang City year 2014-2016, as well as commitment from the local government of Serang City towards health financing by using approach District Health Account (DHA. The results showed that the total budget for health financing funded by the government in Serang City from 2014-2016 has increased in 2014 amounting to Rp 61,759,128,963, in year 2015 it was amounting to Rp 77,302,110,763 and in year 2016 of Rp 88,278,652,111. The proportion of APBD Serang City in the Year 2014 was 6.02%, Year 2015 was 6.99% and Year 2016 was 7.79%. This shows the commitment of Serang City government to funding the health sector. From the perspective of Health financing by function, the largest percentage is health system governance functions and for curative services. From the perspective of the program, many is allocated for health system strengthening program 59,55% -67,43%. While from the perspective of budget, most is allocated for the operational expense (83.68% -93.57%). With limited resources while increasing health needs, it will require the efficient use of existing resources as well as the selection of effective health program activities, and the need to make health budgeting policy as the basis or reference of health budget planning in Serang City. Keywords: Health Financing, DHA, Health Expenditure ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pembiayaan kesehatan berdasarkan sumber dan pemanfaatan dana yang berasal dari pemerintah di Kota Serang Tahun 2014- 2016, serta komitmen dari pemerintah Daerah Kota Serang terhadap pembiayaan kesehatannya dengan menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Hasil penelitian menunjukan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Serang dari Tahun 2014-2016 mengalami peningkatan yaitu pada Tahun 2014 sebesar Rp 61.759.128.963, Tahun 2015 sebesar Rp 77.302.110.763dan Tahun 2016 sebesar Rp 88.278.652.111. Jika dilihat dari persentase APBD Kota Serang pada Tahun 2014 sebesar 6,02%, Tahun 2015 sebesar 6,99% dan Tahun 2016 sebesar 7,79%. Hal ini menunjukan komitmen pemerintah Kota Serang terhadap pendanaan sektor kesehatannya. Pembiayaan kesehatan berdasarkan fungsi, persentase terbesar untuk fungsi tata kelola sistem kesehatan dan untuk pelayanankuratif. Berdasarkan program, banyak terealisasi untuk program penguatan Sistem kesehatan 59,55%-67,43%, berdasarkan mata anggaran, paling besar untuk belanja operasional (83,68%- 93,57%). Dengan sumber daya yang terbatas sedangkan kebutuhan kesehatan yang terus meningkat, maka diperlukan efisensi penggunaan sumber daya yang ada serta pemilihan program kegiatan kesehatan yang efektif, serta perlunya dibuat kebijakan penganggaran kesehatan sebagai dasar atau acuan perencanaan anggaran kesehatan di Kota Serang. Kata Kunci: Pembiayaan Kesehatan, DHA, Belanja Kesehatan


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 149
Author(s):  
Yuniati Yuniati ◽  
Laksono Trisnantoro ◽  
Dwi Handono Sulistyo

ABSTRACTBackground : In order to support the global commitment in addressing the burden of non-communicable diseases, the government through the Ministry of Health set the one of the targets of the National Development Strategy Plan is the promotion and preventive service through the availability of health promotion personnel at the Puskesmas. To meet these needs the government issued a policy that is the Regulation of the Minister of Health No. 82 of 2015 on Technical Guidance Special Allocation Fund for Health Operational Support where one of financing is for promotive and preventive activities directed to finance one (1) contract health promotion workers. Aims : To analyze the implementation of the policy of Non-Physical Special Allocation Fund of 2016 to recruit Health Promotion Contract Workers for Puskesmas in Sumbawa and Sleman districts. Methods : A single case study study was established using Implementation Research carried out at the Health Office in Sumbawa and Sleman districts. Informants were interviewed using the Consolidated for Implementation Research (CFIR) framework as a guide in collecting and analyzing qualitative data. Result :The most dominant factor of CFIRs affecting the implementation of contract labor policies is the internal communication network, particularly the involvement of the management. Organizational needs are the reasons for implementing a policy, but this is not a major factor in the implementation of a policy. Meeting the needs of the organization is influenced by the involvement factor of the leader of the organization in this case the leadership commitment to the vision of the organization, the implementation is also influenced by the external communication network organization that is: advocacy, coordination and cooperation with cross-related sector. Conclusion : The policy of recruitment of contract workers in Sleman district was successfully implemented because the policy makers and implementers played a good role, while Sumbawa regency did not implement this policy because of the difference perception about the need of health promotion personnel between Puskesmas as implementer of policy and health department as policy maker which supervises the Puskesmas. Keyword : Implementation, outcome, DAK non-Physical policy, Contract force health promotion, Consolidated Framework for Implementation ResearchABSTRAKLatar belakang: Isu global tentang beban penyakit tidak menular menjadi salah satu dasar kebijakan nasional di bidang kesehatan. Penyakit tidak menular adalah penyebab 68% kematian di dunia dan sebagian terjadi pada negara berpenghasilan menengah ke bawah. Dalam rangka mendukung komitmen global pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menetapkan salah satu sasaran Rencana Strategi Pembangunan Nasional (RPJMN) adalah upaya pelayanan promotif dan preventif dalam rangka menurunkan kejadian penyakit tidak menular yang dalam beberapa tahun terakhir berkembang pesat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan kebijakan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Juknis Dana Alokasi Khusus sebagai Bantuan Operasional Kesehatan dimana salah satu pembiayaannya adalah untuk kegiatan promotif dan preventif yang diarahkan untuk membiayai satu (1) orang tenaga kontrak promosi kesehatan. Tujuan untuk menganalisis pelaksanaan kebijakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Tahun 2016 untuk merekrut Tenaga Kontrak Promosi Kesehatan di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sleman Metode: Penelitian studi kasus tunggal terjalin dengan strategi pendekatan menggunakan Riset Implementasi ini dilakukan di Dinas Kesehatan di Kabupaten Sumbawa yang belum melaksanakan kebijakan Tenaga Kontrak Promosi Kesehatan dan Kabupaten Sleman yang telah melaksanakanya. Informan diwawancarai dengan menggunakan kerangka kerja The Consolidated for Implementation Research (CFIR) sebagai panduan dalam pengumpulan dan analisis data kualitatif. Partisipasi aktif pembuat keputusan kebijakan baik di Pusat maupun di Daerah ikut dilibatkan selama proses penelitian berlangsung, mulai dari penentuan topik, pertanyaan penelitian sampai pada pelaksanaan penelitian. Kata kunci: Implementasi, outcome, kebijakan DAK non Fisik, Tenaga Kontrak promosi kesehatan,Consolidated Framework for Implementation Research


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 103
Author(s):  
Arifandi Arifandi ◽  
Andreasta Meliala

ABSTRACTBackground: One of the health human resource management functions is to perform recruitments. Recruitment is a practice or activity undertaken by an organization with the primary purposes of identifying and attracting potential workers. Based on the profile data of Public Health Office of Buol by 2015 and 2016 were still lacking of physicians. This suggested that recruitment process conducted by Public Health Office of Buol was ineffective because it didn’t meet the standard of supply. This study aims to determine procedures of physician’s recruitment at Public Health Office of Buol and identify factors affecting the willingness of physicians to be placed at Primary Health Care of Buol. Method: This is descriptive study with qualitative approach. Informants collected were 11 respondents (N=11) consisting of Officers of Public Health Office, Regional Employment Institution, Non-Permanent Physicians working in the District of Buol. Finding: The number of Primary Care Physicians has not met yet the standard of the need and the distribution is not widespread. Factors affecting the willingness of physicians to work in Buol are compensation which is accordance with the standard of salary for the very remote areas and the reward, career path in which physicians have the chance of being civil servants as well as further promotion of education. Inhibiting factors including working condition, workload and environmental factors such as quiet and remote area. Conclusion: Recruitment of physicians of Primary Health Care conducted by Public Health Office of Buol was ineffective yet and need improvement efforts regarding recruitment process and improves factors supporting the willingness of physicians to work in the District of Buol. Keywords: recruitment, physician, supporting, inhibit. ABSTRAKLatar Belakang: Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia kesehatan adalah melaksanakan rekrutmen. Jumlah dokter di Kabupaten Buol masih kurang. Pada tahun 2015, jumlah dokter di Kabupaten Buol adalah sebanyak 15 dokter dengan rincian 9 dokter umum dan 6 dokter gigi, sedangkan standarnya adalah 26 dokter dengan rincian 15 dokter umum dan 11 dokter gigi. Oleh karena itu, ada kekurangan sebanyak 11 dokter dengan rincian 6 dokter umum dan 5 dokter gigi. Pada tahun 2016, jumlah dokter di Kabupaten Buol adalah sebanyak 8 dokter dengan rincian 3 dokter umum dan 5 dokter gigi, sedangkan standarnya adalah 26 dokter dengan rincian 15 dokter umum dan 11 dokter gigi. Oleh karena itu, ada kekurangan sebanyak 18 dokter dengan rincian 12 dokter umum dan 6 dokter gigi. Jumlah dokter di Kabupaten Buol pada tahun 2016 justru semakin berkurang dan semakin jauh dari kebutuhan standar. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses rekrutmen yang dilaksanakan tidak efektif karena belum mampu memenuhi jumlah standar kebutuhan. Tujuan: Untuk mengetahui prosedur rekrutmen dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Buol dan mengidentifikasi faktor yang menghambat rekrutmen dokter di Dinas Kesehatan Kabupaten Buol. MetodePenelitian: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan penekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah pihak Dinas Kesehatan dan Dokter yang bekerja di Kabupaten Buol. Kesimpulan: Permasalahan yang terjadi dalam rekrutmen dokter di Kabupaten Buol adalah kurangnya jumlah pelamar. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya minat dan kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol. Faktor yang mendukung kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol adalah kompensasi yang sudah sesuai dengan standar gaji untuk wilayah terpencil dan penghargaan serta jenjang karir dimana dokter masih memiliki peluang untuk menjadi PNS dan mendapatkan promosi pendidikan lebih lanjut. Faktor yang menghambat kesediaan dokter untuk bekerja di Kabupaten Buol adalah kondisi kerja yang dinilai sangat berat karena kurangnya jumlah dokter pada Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap di Kabupaten Buol serta faktor lingkungan yang lebih luas yang dirasa sepi dan terpencil dan menjadi hambatan bagi sebagian dokter. Kata kunci : rekrutmen, seleksi, dokter


2017 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
pp. 168
Author(s):  
Retno Heru ◽  
Mubasysyir Hasanbasri ◽  
Mohammad Hakimi

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document