Jurnal Arsitektur ZONASI
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

101
(FIVE YEARS 89)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Pendidikan Indonesia

2620-9934, 2621-1610

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 275-282
Author(s):  
Reyhan Arief

Bangunan struktur bentang lebar merupakan struktur yang populer terutama pada bangunan yang membutuhkan ruang yang bebas kolom salah satunya bangunan olahraga. Bidang olahraga air yaitu renang merupakan bidang olahraga yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Bentuk dan fasad bangunan akuatik sangat beragam demi menampilkan keindahan dan mencermikan olahraga renang yang dinamis dan indah. Keindahan bentuk dan fasad bangunan merupakan hal krusial dalam dunia arsitektur. Arsitektur folding merupakan salah satu teknik pencarian bentukan dalam desain arsitektur, dengan mengunakan material kertas dan mentransformasikan selembar kertas yang sebelumnya tidak berdimensi menjadi berdimensi. Kreativitas dalam mentransforsmasikan kertas menjadi faktor penting dengan mencampur berbagai macam proses seperti melipat, memotong, memutar, dll. Imajinasi arsitek  dalam eksplorasi bentukan kertas ini akan menciptakan sebuah bentuk desain bangunan yang orisinil, dinamis, kreatif dan inovatif.Kata Kunci: Akuatik, Arsitektur Folding, Bentang Lebar, dan Stadion.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 307-316
Author(s):  
Cecep Supriatna ◽  
Sri Handayani

Abstract: Islamic architecture appears not only as mere ornament, but is a media that plays an important role that has its own charm for every visitor/user, because a good design must respond to geography, location, climate, size, culture and others. The dome-shaped mosque building has thrived in the Islamic world and has become a symbol of expression of the structure and identity of a mosque. However, in the last two decades, many mosques without domes have appeared in Indonesia. Mosques with modern geometric elements are increasingly standing majestically in several areas in Indonesia. Some architects began to eliminate the dome element in the mosque, but still displayed Islamic values. One of the mosques without a dome is the Great Mosque of West Sumatra. The design is a square building that instead of a dome but instead forms a gonjong. The design of the Great Mosque of West Sumatra was criticized by several figures in West Sumatra, who said that the design of the mosque was unusual because it did not have a dome due to some literature stating that one part of the mosque was a 'dome'. news about the existence of a mosque ornament which is claimed to be a form of motif commonly used by Jews (Pentagram). The purpose of the study was to identify the design idea of the Roof of the Great Mosque of West Sumatra which describes the shape of the stretch of cloth used to carry the Hajar Aswad stone, the concept of three symbols: the springs (the elements of nature), the crescent moon and the Gadang House. The method used in this research is descriptive qualitative. The results of the study indicate that the value and meaning of the architectural design philosophy of the roof of the Great Mosque of West Sumatra, which is represented by the architect in its design concept, has a lot of compatibility with the mosque building that has been designed. The concept is very clearly visible so that even ordinary people are very easy to understand.Keywords: Mosque Roof, Bagonjong Roof, Representation Abstrak: Arsitektur Islam muncul bukan hanya sebatas ornamen semata tetapi merupakan media yang berperan penting yang memiliki daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjungnya/pemakainya, karena sebuah desain yg baik harus merespon geografi, lokasi, iklim, ukuran, budaya dan lain-lain. Bangunan Masjid berbentuk kubah telah tumbuh subur dalam dunia Islam dan menjadi sebuah simbol ekspresi struktur dan identitas dari sebuah masjid. Namun dua dekade terakhir ini di Indonesia mulai banyak bermunculan bangunan masjid tanpa kubah. Masjid dengan unsur-unsur geomotrik modern semakin banyak berdiri dengan megah di beberapa wilayah di Indonesia. Beberapa arsitek mulai menghilangkan unsur kubah pada masjid, namun tetap menampilkan nilai-nilai Islami. Salah satu masjid tanpa kubah tersebut adalah Masjid Raya Sumatera Barat. Rancangannya berupa bangunan persegi yang alih-alih berkubah tapi justru membentuk gonjong. Hasil rancangan Masjid Raya Sumatera Barat pernah dikritik oleh beberapa tokoh di Sumatera Barat, yang menyebutkan rancangan masjid tidak lazim lantaran tidak memiliki kubah karena adanya beberapa literatur yang menyatakan bahwa salah satu bagian dari masjid itu adalah ‘kubah’, bahkan ada beberapa keraguan tersebut yang berhembus kabar tentang adanya bentuk ornament masjid yang diklaim sebagai bentuk motif yang biasa dipakai orang Yahudi (Pentagram). Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi gagasan desain Atap Masjid Raya Sumatera Barat yang menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad, konsep dari tiga simbol: sumber mata air (the springs: unsur alam), bulan sabit dan Rumah Gadang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dan makna filosofi desain arsitektur atap masjid Raya Sumatera Barat yang direpresentasikan oleh arsitek dalam konsep desainnya, terdapat banyak kesesuaian dengan bangunan masjid yang sudah dirancangnya. Konsep tersebut sangat nampak jelas terlihat sehingga orang awam pun sangat mudah untuk memahaminya.Kata Kunci: Atap Masjid, Atap Bagonjong, Representasi


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 234-345
Author(s):  
Carissa Dinar Aguspriyanti

Jalan-jalan perkotaan, sebagai infrastruktur utama yang mencakup sekitar sepertiga dari lanskap kota, dapat dipertimbangkan untuk dijadikan koridor hijau guna menjawab isu kurangnya ketersediaan ruang terbuka hijau di kota-kota padat, yang notabene memiliki keterbatasan ruang terbuka akibat pembangunan yang masif. Di sisi lain, jalan perkotaan tersebut juga mampu berperan sebagai ruang publik. Penelitian kuantitatif dan kualitatif yang mengambil studi kasus di salah satu kota padat di Indonesia, yaitu Kota Malang, ini bertujuan untuk menganalisis potensi perwujudan koridor hijau sebagai ruang publik yang ramah untuk melakukan aktivitas sosial, khususnya di kawasan komersial. Melalui studi teoritis and analisis best-practices, ditemukan prinsip-prinsip desain utama koridor hijau dan kriteria ruang publik yang ramah. Selanjutnya, dari hasil survey dan kuesioner dapat disimpulkan bahwa koridor hijau berpotensi menjadi ruang publik yang ramah sekaligus memainkan peran penting dalam meningkatkan cakupan ruang hijau di kota-kota yang padat. Semua temuan utama tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sebuah pedoman desain koridor hijau untuk site studi kasus terpilih.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 153-166
Author(s):  
Hermawan Hermawan

Pemborosan Energi menjadi isu yang menarik untuk dibahas. Salah satu pemborosan energi terjadi pada bangunan dalam mempertahankan kenyamanan termal penghuni. Pemborosan energi pada bangunan diakibatkan adanya peralatan pendinginan yang menggunakan energi besar akibat iklim panas di luar bangunan. Penggunakan peralatan untuk menciptakan kenyamanan termal penghuni juga terjadi pada wilayah dingin. Namun, peralatan penghangatan (perapian) yang digunakan menggunakan bahan bakar kayu yang didapat dari alam. Penggunaan perapian mempengaruhi karakteristik termal bangunan. Selain perapian, kondisi fisik bangunan juga mempengaruhi kenyamanan termal penghuni. Salah satu bangunan yang dianggap mampu menciptakan kenyamanan termal adalah bangunan vernakular. Pada wilayah dataran tinggi terdapat bangunan vernakular berdinding batu ekspos. Penelitian ini akan mengungkap karakteristik termal rumah batu ekspos di wilayah pegunungan.  Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan strategi pengukuran variabel termal dengan menggunakan alat pengukur termal. Variabel yang diukur diantaranya adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, suhu radiasi matahari rata-rata. Bangunan yang diteliti berjumlah 5 buah. Analisis menggunakan deskriptif yang menjelaskan grafik hasil rekap data. Analisis dikaitkan dengan kondisi fisik bangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik termal rumah batu ekspos mampu membuat variabel iklim diterima oleh penghuni. Perapian menjadi unsur lokal yang sering dinyalakan untuk menambah kenyamanan termal penghuni. Penggunaan perapian dengan bahan bakar kayu tidak menciptakan pemborosan energi fosil yang terlalu tinggi.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 181-195
Author(s):  
Nur Laela Latifah

Abstract: Hotel is a commercial building and the success of its design has a very positive impact on increasing its selling value. Generally, hotel buildings in cities or city hotels are designed based on the form follow function theory so that the interior space is functioning optimally, but the shape of the square block buildings that occur tends to look monotonous. In order to make the visual appearance more attractive, through the strategy of transforming the mass composition of the hotel to be dynamic, there will be a consequence where the layout and furnishings of the existing interior may reduce the spatial comfort (space) for the user. Another thing that must be tested from a dynamic mass composition is its aesthetic value in terms of proportion and scale. As a research case study, Hotel U Janevalla was chosen in Jl. Aceh No. 65 Bandung. The analysis was carried out in a comparative way between case studies and theory, both in terms of qualitative and quantitative. The benefit value of this research is an insight into how the dynamic mass composition of hotels influences the aesthetic value and spatial comfort of users in the bedroom.Keywords: Hotel, Dynamic mass composition transformation, Aesthetics, Spatial comfort. Abstrak: Hotel adalah bangunan komersial dan keberhasilan desainnya berdampak sangat positif bagi peningkatan nilai jualnya. Umumnya bangunan hotel di kota atau city hotel dirancang berdasarkan teori form follow function agar ruang dalamnya berfungsi optimal, tetapi bentuk bangunan blok persegi yang terjadi cenderung terlihat monoton. Agar tampilan visualnya lebih menarik, melalui strategi transformasi gubahan massa hotel dibuat menjadi dinamis, maka timbul konsekuensi dimana dengan tata letak dan kelengkapan interior yang ada dapat terjadi kemungkinan berkurangnya kenyamanan spasial (ruang gerak) bagi pengguna. Hal lain yang harus diuji dari gubahan massa dinamis adalah nilai estetikanya ditinjau dari proporsi dan skala. Sebagai kasus studi penelitian, dipilih Hotel U Janevalla di Jl. Aceh No. 65 Bandung. Analisis dilakukan dengan cara komparatif antara kasus studi dengan teori, baik ditinjau dengan cara kualitatif maupun kuantitatif. Nilai manfaat dari penelitian ini adalah wawasan bagaimana pengaruh bentuk gubahan massa hotel yang dinamis terhadap nilai estetika dan kenyamanan spasial pengguna pada kamar tidur.Kata Kunci: Hotel, Transformasi gubahan massa dinamis, Estetika, Kenyamanan spasial.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 223-233
Author(s):  
REZA PHALEVI SIHOMBING

Balai Kota Cirebon merupakan bangunan pusat pemerintahan daerah tingkat II atau kota madya yang memiliki tugas pokok sebagai sarana penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan, atau pembinaan kepada masyarakat Kota Cirebon. Dengan pentingnya fungsi dari bangunan ini, maka dibutuhkan kesesuaian fungsi ruang-dalam dengan aktivitas yang dilakukan dalam bangunan ini. Kajian bangunan utama Balai Kota ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami bagaimana pola ruang yang diterapkan terhadap perubahan fungsi ruang-dalam yang dilakukan pada bangunan utama Balai Kota Cirebon. Bentuk pola ruang dipengaruhi kedekatan secara fungsi dan alur aktivitas. Sedangkan perubahan fungsi-ruang dalam dipengaruhi perubahan kegiatan dan aktivitas yang dilakukan. Tahap analisis dilakukan menggunakan metode kualitatif, dengan cara melakukan observasi, mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, memperhatikan keterkaitan antar kegiatan, dan dilakukan melalui observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini dapat menunjukan kaitan antara pola ruang yang diterapkan dan perubahan fungsi ruang-dalam yang terjadi pada bangunan utama Balai Kota Cirebon.Kata Kunci: balai kota, ruang, fungsi, perubahan.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 346-256
Author(s):  
Elgri Yugawati Wisesa

Abstract: This gallery design aims to accommodate 206 Small and Medium Enterprises, 5 food stalls, 32 street vendors, 3 food industries, 8 handicraft industries and 3 clothing industries. This is because there is no place for the potential of Home Industry to become a means of developing new business actors, both micro and macro. This gallery design is located in Kopo Village with an area of 28 hectares consisting of 12 RW and 86 RT which are spatially located in slum areas scattered in Kopo Village according to the Bandung Mayor's Decree regarding Housing and slum settlements in Bandung City.The method used in planning and designing this gallery is a participatory approach. A participatory approach is used as an approach that is closer to the community in order to create a sense of belonging in the Kopo District community. Data collection techniques used were interviews and field observations. As well as data collection from the RPJMD and BPS Kota Bandung. The purpose of planning and designing the Gallery building is to realize its potential container by mobilizing the creative economy community (Ekraf) and jointly building facilities and infrastructure to support the creative economy (Ekraf) in Kopo Village.Keywords: Kampung Kota, gallery, creative economy, home industry Abstrak: Perancangan Galeri ini bertujuan untuk mewadahi 206 UKM, 5 Warung makan, 32 Pedagang kaki lima (PKL), 3 Industri Makanan, 8 Industri Kerajinan dan 3 Industri Pakaian. Karena belum ada wadah potensi Home industry yang menjadi sarana berkembangnya pelaku usaha baru baik itu mikro ataupun makro. Perancangan Galeri ini bertempat di kelurahan Kopo dengan luas wilayah mencapai 28 Ha yang terdiri dari 12 RW dan 86 RT yang secara spasial berada di kawasan permukiman kumuh yang tersebar di Kelurahan Kopo sesuai dengan Kepwal Walikota Bandung tentang perumahan dan permukiman kumuh di Kota Bandung.Metode yang digunakan pada perencanaan dan perancangan galeri ini adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif di gunakan sebagai pendekatan yang lebih dekat dengan masyarakat agar memunculkan sense of belonging dari masyarakat kawasan kelurahan Kopo. Teknik pengambilan data yang dilakukan adalah melakukan wawancara dan observasi lapangan. Serta mengumpulkan data dari RPJMD dan BPS Kota Bandung. Tujuan perencanaan dan perancangan gedung Galeri yaitu mewujudkan wadah potensi dengan menggerakan komunitas ekonomi kreatif (ekraf) dan bersama-sama untuk membangun sarana dan pra-sarana sebagai penunjang ekonomi kreatif (ekraf) di Kelurahan KopoKata Kunci: Kampung Kota, galeri, ekonomi kreatif, home industri


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 267-274
Author(s):  
Cipta Hadi ◽  
Restu Minggra

Apakah ekspresi arsitektur monument perjuangan bisa lebih dari sekadar peringatan peristiwa lampau? Bagaimana memperkenalkan kembali skala manusia pada arsitektur monument di Indonesia? Tulisan ini mengenai ulasan proyek sebagai riset desain untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Arsitektur monumen perjuangan di Indonesia memiliki makna dan ekspresi yang terbatas dan gagal dalam memenuhi fungsinya sebagai ruang publik bagi manusia. Melalui kompetisi desain monumen perjuangan Balikpapan yang diadakan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dilakukan eksplorasi sebuah ide desain monumen tanpa ‘monumen’. Dilakukan studi literatur sebagai dasar teori memahami makna monumen dan monumental, serta studi preseden dari karya-karya arsitek yang menerapkan pendekatan desain berdasarkan dasar teori tersebut. Riset ini menggunakan dasar teori anti-monumental dan dialogical sebagai pendekatan dalam mendesain. Desain monumen ini merupakan upaya menambah nilai entitas tidak hanya sebagai peringatan peristiwa lampau, namun juga sebagai penyongsong cita-cita masa depan dan memperkenalkan kembali skala manusia pada arsitektur monumen.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 317-334
Author(s):  
Pahmi Iria
Keyword(s):  

Abstract: Bokor Village is not only from the natural side, but also culture, arts, crafts, culinary, and historical relics. Bokor Village also as a tourist gate is still very minimal with the facilities provided by the Government and local people, this is caused by a lack of socialization about tourism in Bokor village. So, the tourism area of the Bokor village to make it easier for tourists to enjoy the tourism in Bokor village, especially on the banks of the Bokor River, then be treated to design waterfront architecture approach in this area. So in this design apply the concept of tual Sago in the region. The activities in the area are oriented towards the water, and are able to help the activities in the area.Keywords: Bokor Village, tourism area, Waterfront Architecture. Abstrak: Desa Bokor bukan hanya berasal dari sisi alamnya saja, tapi juga budaya, kesenian, kerajinan, kuliner, hingga peninggalan bersejarah. Desa Bokor juga sebagai gerbang wisata masih sangat minim dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat, ini diakibatkan oleh kurangnya sosialisasi tentang pariwisata pada Desa Bokor. Maka diperlukanlah perancangan kawasan wisata Desa Bokor untuk memudahkan wisatawan menikmati wisata yang ada di Desa Bokor khususnya di tepian sungai bokor maka diterapkanlah perancangan pendekatan arsitektur tepian air pada kawasan ini. Sehingga pada perancangan ini menerapkan konsep tual sagu pada kawasan. Maka aktifitas pada kawasan nantiknya berorientasi kearah air, dan mampu membantu setiap kegiatan yang ada pada kawasan.Kata Kunci: Desa Bokor, Kawasan Wisata, Arsitektur Tepian Air.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 295-306
Author(s):  
Anggun Nur Apipah

Abstract: Tangerang is a modern city with a large number of residents from outside the region as well as immigrants, along with high enthusiasm in the field of sports, and sports achievements that continue to increase, unfortunately are not accompanied by any improvement in facilities and infrastructure in the field of sports. Therefore, the Government of Tangerang City plans to build a Sport Center located in Cipondoh, to accommodate young athletes and prepare to host the 6th Provincial Sports Week (PORPROV) in 2022. The Sport Center is planned to be built in the Cipondoh area, so that the eastern and northern Tangerang people do not have to come all the way to the Center of the government, and this plan is also a form of equitable development in Tangerang City. This Sport Center refers to the Biophilic approach where a Sport Center design with the Biophilic approach restores the closeness between humans and nature, especially in Tangerang City which is starting to be eroded by modernization, and the application of Biophilic is also to save the natural elements in Tangerang City, especially the Cipondoh area. In addition, the design of a Sport Center using Biophilic approach is to accommodate sports, and as a means to increase the interest in sports for the general public, as well as to increase achievements in sports.Keywords: Sport Center, Cipondoh, Tangerang, Biophilic. Abstrak: Kota Tangerang merupakan sebuah kota modern, dengan banyaknya penduduk dari luar daerah maupun pendatang, dengan antusias dibidang olahraga yang cukup tinggi, dan prestasi olahraga yang terus meningkat, akan tetapi tidak di iringi dengan peningkatan fasilitas sarana dan prasarana di bidang olahraga, maka dari itu pemerintah Kota Tangerang berencana membangun Sport Center yang berlokasi di Cipondoh, untuk mengakomondir atlet-atlet muda dan bersiap untuk menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan PORPROV ke-6 tahun 2022. Pemilihan Sport Center di daerah Cipondoh, agar masyarakat  Tangerang pada bagian timur dan bagian utara tidak harus jauh - jauh datang ke pusat pemerintahan, dan rencana ini juga sebagai wujud dari pemerataan pembangunan di Kota Tangerang. Sport Center ini mengacu pada pendekatan Biophilic, dimana desain Sport Center dengan pendekatan Biophilic ini menggembalikan kedekatan manusia dengan alam, khususnya di Kota Tangerang, yang mulai tergerus oleh modernisasi, dan juga penerapan Biophilic untuk menyelamatkan unsur alam di daerah kota Tangerang, khususnya daerah Cipondoh. Selain itu, perancangan Sport Center dengan pendekatan Biophilic, selain untuk mewadahi olahraga, dan sebagai sarana untuk meningkatkan minat olahraga bagi masyarakat umum, serta  untuk meningkatkan prestasi di bidang olahraga.Kata Kunci: Sport Center, Cipondoh, Tangerang, Biophilic.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document