scholarly journals ASUPAN GULA SEDERHANA DAN SERAT SERTA KADAR GLUKOSA DARAH PUASA (GDP) SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENINGKATAN KADAR C-REACTIVE PROTEIN (CRP) PADA REMAJA OBESITAS DENGAN SINDROM METABOLIK

2014 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 386-395 ◽  
Author(s):  
Atika Nurul Khiqmah ◽  
Muhammad Sulchan

Latar Belakang : Prevalensi sindrom metabolik pada remaja meningkat bersamaan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Berdasarkan Riskesdas 2013, obesitas pada remaja usia 16-18 tahun meningkat dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 1,4% menjadi 1,6%. Penelitian tahun 2005 di Semarang menunjukkan 31,6% remaja obesitas memenuhi kriteria sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe 2.  Prediktor untuk mengetahui risiko penyakit tersebut adalah peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan gula sederhana dan serat serta kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) sebagai faktor risiko peningkatan CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik.Metode : Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Semarang dengan desain penelitian cross sectional. Subyek dipilih berdasarkan kriteria inklusi, yaitu berusia 15-18 tahun, obesitas dan obesitas sentral. Subyek dikatakan sindrom metabolik jika memenuhi ≥3 faktor risiko dan pra sindrom jika memenuhi ≤2 faktor risiko, yaitu lingkar pinggang ≥persentil ke-90, tekanan darah sistolik dan/atau diastolik ≥persentil ke-90, kadar GDP ≥110 mg/dL, kadar trigliserida ≥110 mg/dL, atau kadar HDL <40 mg/dL. Asupan gula sederhana dan serat menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ), kadar GDP menggunakan metode enzymatic colorimetric, dan kadar CRP menggunakan metode aglutinasi. Uji hubungan menggunakan uji Pearson dan Spearman. Nilai Ratio Prevalens (RP) untuk menghitung besar risiko asupan gula sederhana dan serat serta kadar GDP pada peningkatan kadar CRP.*)Penulis Penanggungjawab Hasil : Prevalensi sindrom metabolik pada remaja obesitas sebesar 15,2%. Sindrom metabolik hanya ditemukan pada subyek laki-laki (21,27%). Frekuensi perempuan dengan kadar CRP tinggi lebih tinggi dibandingkan laki-laki (53,8%).Terdapat hubungan bermakna asupan gula sederhana (p=0,024) dan serat (p=0,034) dengan kadar CRP tinggi. Nilai RP untuk asupan gula sederhana dan serat serta kadar GDP berturut-turut adalah 2,1; 3,7; dan 1,1.Simpulan : Asupan gula sederhana yang tinggi, asupan serat yang rendah, dan kadar GDP >81,5 mg/dL merupakan faktor risiko peningkatan kadar CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik, dengan besar risiko berturut-turut adalah 2,1 kali, 3,7 kali, dan 1,1 kali.

2014 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 353-361
Author(s):  
Evi Nurhayati Desrini ◽  
Muhammad Sulchan

Latar belakang: Sindrom metabolik tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga ditemukan pada remaja. Prevalensi sindrom metabolik pada remaja terus meningkat seiring dengan keparahan obesitas yang terjadi. Sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan kadar CRP darah. Asupan natrium dan tekanan darah merupakan faktor risiko sindrom metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko asupan natrium dan tekanan darah terhadap peningkatan kadar CRP pada remaja.Metode: Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Semarang. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah subyek 38 siswa yang memenuhi kriteria inklusi. Data asupan natrium didapatkan dari wawancara menggunakan Food Frequency Questionnaire satu bulan terakhir. Tekanan darah diperiksa dengan Sphygmomanometer. Kadar CRP diperiksa dengan teknik aglutinasi. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise, berat badan menggunakan timbangan digital, dan lingkar pinggang menggunakan pita ukur. Data dianalisis dengan uji statistik rasio prevalensi untuk mengetahui besar risiko asupan natrium tinggi dan tekanan darah tinggi terhadap peningkatan kadar CRP.Hasil: Prevalensi sindrom metabolik pada remaja obesitas sebesar 15,2 %. Penelitian ini menemukan 8 (80 %) subyek dengan sindrom metabolik memiliki tekanan darah tinggi dan 10 (100 %) subyek dengan sindrom metabolik memiliki asupan natrium tinggi. Didapatkan besar risiko yang tidak bermakna antara asupan natrium tinggi (RP=1,031, CI 95 %=0,165-6,646) dan tekanan darah sistolik tinggi (RP=0,369, CI 95 %=0,028-2,471) terhadap peningkatan kadar CRP.Simpulan: Pada penelitian ini asupan natrium tinggi dan tekanan darah sistolik tinggi tidak terbukti dapat meningkatkan kadar CRP. Asupan natrium tinggi memberikan risiko 1,048 kali terhadap peningkatan kadar CRP.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Lia Andriani Titik Arima ◽  
Etisa Adi Murbawani ◽  
Hartanti Sandi Wijayanti

Latar Belakang : Remaja putri di Indonesia memiliki asupan zat besi tergolong kurang dimana sumber zat besi didominasi asupan non heme. Biovailabilitas besi non heme dipengaruhi oleh zat yang menghambat penyerapan sehingga berisiko mengalami defisiensi besi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan zat besi heme, zat besi non-heme dan fase menstruasi dengan serum feritin remaja putri.Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan 50 remaja putri berusia 12-16 tahun yang dipilih dengan metode random sampling. Data yang diambil yaitu asupan zat besi heme dan non heme, fase menstruasi dan serum feritin. Data asupan zat besi diperoleh dari kuesioner Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Data fase menstruasi adalah rata-rata fase menstruasi selama tiga bulan. Serum feritin dan Kadar C-Reactive Protein (CRP) diukur menggunakan metode Immunosorbent Enzyme-Linked). Analisis data menggunakan  uji korelasi rank spearman.Hasil : Prevalensi defisiensi besi ditemukan sebanyak 28%. Rata-rata asupan besi total 16,43 ± 5,63 mg. Rata-rata asupan zat besi heme dan non heme sebesar 5,16 ± 2,23 mg dan 11,27 ± 4,1 mg. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi heme (p<0,001), zat besi non heme (p<0,001), zat besi total (p<0,001) dan fase menstruasi (p=0,012) dengan serum feritin remaja putri. Simpulan : Terdapat hubungan signifikan antara asupan zat besi heme, zat besi non heme dan fase menstruasi dengan serum feritin remaja putri.


2014 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 370-377
Author(s):  
Santi Mayasari ◽  
Muhammad Sulchan

Latar Belakang: Prevalensi sindrom metabolik pada remaja semakin meningkat karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja lebih memilih mengkonsumsi makanan dengan densitas energi tinggi. Lingkar pinggang merupakan salah satu faktor risiko sindrom metabolik menunjukkan adanya inflamasi ringan. Kadar C-Reactive Protein (CRP) meningkat dengan adanya inflamasi. Densitas energi makanan dan lingkar pinggang merupakan faktor risiko peningkatan kadar CRP. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya risiko faktor densitas energi makanan dan lingkar pinggang terhadap peningkatan kadar CRP.Metode: Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Semarang. Desain penelitian cross sectional dengan jumlah subyek 38. Data sindrom metabolik diperoleh dengan melakukan pengukuran antropometri, tekanan darah dan pemeriksaan lipid darah. Sindrom metabolik dinyatakan apabila memenuhi ≥3 kriteria sebagai berikut: trigliserid ≥110 mg/dl, HDL ≤40 mg/dl, glukosa darah puasa ≥110 mg/dl, tekanan darah dan atau lingkar pinggang ≥ persentil ke-90. Data densitas energi diperoleh dengan wawancara menggunakan food frequency questionaire.Hasil: Prevalensi obesitas sebesar 7,9%. Prevalensi sindrom metabolik pada remaja obesitas 15,2%. Ditemukan hubungan bermakna antara densitas energi (r: 0,506; p: 0,004)dengan lingkar pinggang. Tidak ada hubungan antara densitas energi (r: 0,240; p: 0,430) dan lingkar pinggang (r: 0,433; p: 0,139) dengan peningkatan kadar CRP.Simpulan: Dalam penelitian ini lingkar pinggang terbukti merupakan faktor risiko terhadap peningkatan kadar CRP. Densitas energi makanan tidak terbukti sebagai faktor risiko terhadap peningkatan kadar CRP.


2014 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 337-345
Author(s):  
Sani Rachmawati ◽  
Muhammad Sulchan

Latar belakang: Peningkatan prevalensi obesitas pada remaja yang diikuti dengan peningkatan kejadian sindrom metabolik, salah satunya dipengaruhi oleh pemilihan makanan tinggi lemak. Remaja dengan kelainan metabolik berisiko mengalami peningkatan kadar C-Reactive Protein yang merupakan indikator terhadap gangguan metabolik dan berisiko mengalami penyakit kardiovaskuler saat dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko asupan lemak dan kadar HDL terhadap peningkatan kadar CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik.Metode : Desain penelitian ini adalah belah lintang yang dilakukan pada populasi siswa SMA Negeri 2 Semarang. Subyek dipilih berdasarkan kriteria inklusi dengan jumlah sampel minimal 38 orang. Penentuan sindrom metabolik apabila terdapat sedikitnya 3 dari faktor risiko berikut:  lingkar pinggang ≥persentil ke -90, tekanan darah ≥persentil ke -90, trigliserida ≥110 mg/dl, HDL ≤40 mg/dl, dan glukosa darah puasa ≥110 mg/dl. Data asupan asam lemak jenuh dan asupan kolesterol diperoleh melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ). Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Pearson dan Spearman untuk mengetahui hubungan antara asupan lemak dan kadar HDL dengan kadar CRP, sementara untuk menguji besar risiko dihitung dengan nilai rasio prevalensi (RP)Hasil : Dari 835 remaja, 80 (9,58%) overweight, 66 (7,9%) obesitas, dan 61 (7,3%) obesitas sentral. Prevalensi sindrom metabolik pada remaja obesitas adalah 15,2%. Ditemukan hubungan yang signifikan antara asupan asam lemak jenuh dan asupan kolesterol dengan kadar CRP.Simpulan : Asupan tinggi asam lemak jenuh, asupan tinggi kolesterol, dan kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko terhadap peningkatan kadar CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik, dengan besar risiko 3,6 kali; 7,6 kali; dan 1,2 kali.


2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
Author(s):  
Ayuvy Monzalitza ◽  
Nur Asiah

Latar Belakang Obesitas diketahui memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Orang dengan obesitas lebih mudah terserang penyakit degeneratif seperti hipertensi, penaykit jantung, diabetes mellitus, batu empedu bahkan kanker. Obesitas dapat disebabkan asupan makanan tinggi kalori dan rendah serat seperti buah dan sayur. Asupan buah dan sayur pada remaja masih tergolong rendah, di bawah rekomendasi WHO. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan buah dan indeks massa tubuh pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta. Metode Penelitian ini bersifat cross sectional (studi potong lintang) pada 47 orang mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta pada tahun 2017. Data yang dinilai adalah indeks massa tubuh dan asupan buah. Tingkat asupan buah dinilai dengan Food Frequency Questionnaire (FFQ). Analisis statistik menggunakan uji Chi-Square dan diolah menggunakan SPSS Statistik Versi 23. Hasil Penelitian Prevalensi obesitas pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI sebesar 46.8% dengan riwayat obesitas dari pihak ibu dan ayah. Hanya 34% mahasiswa yang mengkonsumsi buah tergolong cukup (2-3 kali/minggu). Mahasiswa yang tergolong obesitas sebagian besar mengkonsumsi buah dalam kategori kurang (p0.05). Terdapat 68.2% mahasiswa dengan indeks massa tubuh tergolong obesitas yang mengkonsumsi buah dalam kategori kurang. Simpulan Tidak terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat konsumsi buah pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta. Diskusi Dari 47 responden yang berpartisipasi, 22 orang memiliki obesitas dimana 15 orang (68.2%) kurang mengkonsumsi buah. Asupan camilan pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI sebagian besar bukanlah buah karena adanya anggapan bahwa buah memiliki harga yang mahal dan belum adanya kesadaran mahasiswa bahwa buah memiliki kalori rendah dan serat yang tinggi yang dapat mencegah obesitas.


VASA ◽  
2017 ◽  
Vol 46 (3) ◽  
pp. 187-192 ◽  
Author(s):  
Aleš Pleskovič ◽  
Marija Šantl Letonja ◽  
Andreja Cokan Vujkovac ◽  
Jovana Nikolajević Starčević ◽  
Katarina Gazdikova ◽  
...  

Abstract. Background: This prospective study was designed to evaluate the effect of inflammatory markers on the presence and progression of subclinical markers of carotid atherosclerosis in a 3.8-year follow-up period in patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM). Patients and methods: A total of 595 subjects with T2DM were enrolled. Subclinical markers of carotid atherosclerosis (carotid intima media thickness (CIMT), plaque thickness, and plaques presence) were assessed with ultrasound at the time of recruitment and again after 3.8 years. Subjects with T2DM were divided into 2 groups according to the plasma high sensitive C-reactive protein (hs-CRP) levels (subjects with hs-CRP ≥ 2 mg/L and subjects with hs-CRP below 2 mg/L). Results: Subjects with T2DM and hs-CRP levels ≥ 2 mg/L had higher CIMT in comparison with subjects with T2DM and hs-CRP levels below 2 mg/L, and higher incidence of plaques/unstable plaques in comparison with subjects with T2DM and hs-CRP levels below 2 mg/L. Multivariate logistic regression analysis found the association between the HDL cholesterol level and presence of plaques, whereas the inflammatory marker hs-CRP was not associated with subclinical markers of progression of carotid atherosclerosis. Multiple linear regression analysis found the association between the hs-CRP levels and either CIMT progression rate or a change in the number of sites with plaques in a 3.8-year follow-up. Conclusions: We demonstrated an association between the inflammatory marker hs-CRP and either CIMT or incidence of plaques/unstable plaques at the time of recruitment in Caucasians with T2DM. Moreover, we found the association between hs-CRP levels and either CIMT progression rate or a change in the number of sites with plaques in a 3.8-year follow-up in subjects with T2DM.


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document