scholarly journals Hubungan antara Konsumsi Buah dengan Risiko Obesitas pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

2021 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
Author(s):  
Ayuvy Monzalitza ◽  
Nur Asiah

Latar Belakang Obesitas diketahui memiliki dampak negatif terhadap kesehatan. Orang dengan obesitas lebih mudah terserang penyakit degeneratif seperti hipertensi, penaykit jantung, diabetes mellitus, batu empedu bahkan kanker. Obesitas dapat disebabkan asupan makanan tinggi kalori dan rendah serat seperti buah dan sayur. Asupan buah dan sayur pada remaja masih tergolong rendah, di bawah rekomendasi WHO. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan buah dan indeks massa tubuh pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta. Metode Penelitian ini bersifat cross sectional (studi potong lintang) pada 47 orang mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta pada tahun 2017. Data yang dinilai adalah indeks massa tubuh dan asupan buah. Tingkat asupan buah dinilai dengan Food Frequency Questionnaire (FFQ). Analisis statistik menggunakan uji Chi-Square dan diolah menggunakan SPSS Statistik Versi 23. Hasil Penelitian Prevalensi obesitas pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI sebesar 46.8% dengan riwayat obesitas dari pihak ibu dan ayah. Hanya 34% mahasiswa yang mengkonsumsi buah tergolong cukup (2-3 kali/minggu). Mahasiswa yang tergolong obesitas sebagian besar mengkonsumsi buah dalam kategori kurang (p0.05). Terdapat 68.2% mahasiswa dengan indeks massa tubuh tergolong obesitas yang mengkonsumsi buah dalam kategori kurang. Simpulan Tidak terdapat hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dengan tingkat konsumsi buah pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI Jakarta. Diskusi Dari 47 responden yang berpartisipasi, 22 orang memiliki obesitas dimana 15 orang (68.2%) kurang mengkonsumsi buah. Asupan camilan pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas YARSI sebagian besar bukanlah buah karena adanya anggapan bahwa buah memiliki harga yang mahal dan belum adanya kesadaran mahasiswa bahwa buah memiliki kalori rendah dan serat yang tinggi yang dapat mencegah obesitas.

2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 91
Author(s):  
Septi Lidya Sari ◽  
Diah Mulyawati Utari ◽  
Trini Sudiarti

Latar Belakang: Minuman berpemanis kemasan merupakan jenis minuman padat kalori dan tinggi gula, namun rendah nilai gizi. Konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular, seperti obesitas, diabetes melitus tipe II, dan penyakit kardiovaskular. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan dan mengetahui apakah terdapat perbedaan proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan karakteristik individu dan penggunaan label informasi nilai gizi (ING) pada kalangan remaja. Metode: Desain studi yang digunakan, yaitu cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 167 siswa kelas X dan XI pada salah satu SMA swasta (SMAS) di Jakarta Timur. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner online dan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) secara mandiri. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan pada sebagian besar responden (55,1%) tergolong tinggi (≥3 kali per hari). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna proporsi konsumsi minuman berpemanis kemasan berdasarkan jenis kelamin (p=0,03) dan kemampuan membaca label ING (p=0,011). Kesimpulan: Tingkat konsumsi minuman berpemanis kemasan cenderung lebih tinggi pada responden laki-laki dan juga pada responden dengan kemampuan membaca label ING rendah.


2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 164-171
Author(s):  
Fransisca Natalia Bintang ◽  
Fillah Fithra Dieny ◽  
Binar Panunggal

Latar belakang: Remaja yang berprofesi sebagai model sering merasa takut jika mengalami kenaikan berat badan memiliki kecenderungan membatasi asupan makan. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan makan dan anemia. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di Modelling School.Metode: Penelitian observasional dengan desain cross-sectional melibatkan 55 remaja putri berumur 12-19 tahun yang dipilih secara consecutive sampling dan dilakukan di Sekolah Model Semarang. Kadar hemoglobin (Hb) diukur dengan metode Cyanmethemoglobin, gangguan makan menggunakan kuesioner Eating Disorder Diagnostic Scale (EDDS), dan kualitas diet diukur dengan formulir food frequency questionnaire (FFQ), kemudian dihitung skor kualitas dietnya menggunakan panduan Diet Quality Index International (DQI-I). Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil: Subjek yang mengalami anemia sebanyak 25 orang (45,5%). Gangguan makan ditemukan pada 29 subjek (52,7%) dengan 11 orang mengalami bulimia nervosa. Persentase remaja putri (63,6%) yang memiliki kualitas diet rendah pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan remaja (36,4%) yang memiliki kualitas diet tinggi. Hasil menunjukkan subjek (41,4%) yang anemia juga mengalami gangguan makan (p=0,243), dan subjek (45,7%) yang anemia memiliki kualitas diet yang rendah (p=0,959). Kualitas diet rendah (65,5%) ditemukan lebih banyak pada kelompok yang mengalami gangguan makan (p=0,866). Simpulan: Tidak ada hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di modelling school (p > 0,05)


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2019 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Indah Palupi

Abstrak Remaja sering kali mengalami permasalahan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi pada remaja. Salah satunya adalah kebiasaan makan remaja yang melewatkan waktu makan, makan tidak teratur, tidak menyukai makanan tertentu, serta mengurangi frekuensi makan. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi pada mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Desain dalam penelitian ini menggunakan cross sectional study, dengan pendekatan purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Rumus yang digunakan untuk perhitungan sampel adalah slovin, sehingga berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan 68 sampel. Kebiasaan makan diukur menggunakan kuesioner Food Frequency Questionnaire dan status gizi diukur menggunakan alat microtoise serta timbangan berat badan. Data dianalisis menggunakan uji statistik Chi-square. Hasil dalam penelitian didapatkan nilai signifikan 0,648 (p > 0,05) ini berarti tidak adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi pada mahasiswa STIK Immanuel Bandung. Kata Kunci : kebiasaan Makan, Status Gizi, Mahasiswa Abstract Teenagers often experience nutritional problems, both malnutrition and over weight. This is because many factors can affect nutritional status in adolescents. Adolescents have many eating habits. Some of adolescents often skip meals, eat irregularly, do not like certain foods, and reduce the frequency of eating. The aimed of this study was to determine the relationship between food behaviour with nutritional status in Immanuel Institute of Health Science’s Student College. Design of this study was cross sectional, with purposive sampling. 68 student college from Immanuel Institute of Health Science used as participant. Food behaviour was measured by Food Frequency Questionnaire (FFQ). Nutritional status was measured by stature meter and weight scales. Data were analyzed by Chi-quare. Results showed that there were no relationship between food beaviour and nutritional status in Immanuel Institute of Health Scince’s student college (r = 0,648; p = > 0.05). Keyword : food behaviour, nutritional status, student college.


2014 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 386-395 ◽  
Author(s):  
Atika Nurul Khiqmah ◽  
Muhammad Sulchan

Latar Belakang : Prevalensi sindrom metabolik pada remaja meningkat bersamaan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Berdasarkan Riskesdas 2013, obesitas pada remaja usia 16-18 tahun meningkat dibandingkan tahun 2010, yaitu dari 1,4% menjadi 1,6%. Penelitian tahun 2005 di Semarang menunjukkan 31,6% remaja obesitas memenuhi kriteria sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus tipe 2.  Prediktor untuk mengetahui risiko penyakit tersebut adalah peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan gula sederhana dan serat serta kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) sebagai faktor risiko peningkatan CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik.Metode : Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Semarang dengan desain penelitian cross sectional. Subyek dipilih berdasarkan kriteria inklusi, yaitu berusia 15-18 tahun, obesitas dan obesitas sentral. Subyek dikatakan sindrom metabolik jika memenuhi ≥3 faktor risiko dan pra sindrom jika memenuhi ≤2 faktor risiko, yaitu lingkar pinggang ≥persentil ke-90, tekanan darah sistolik dan/atau diastolik ≥persentil ke-90, kadar GDP ≥110 mg/dL, kadar trigliserida ≥110 mg/dL, atau kadar HDL <40 mg/dL. Asupan gula sederhana dan serat menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ), kadar GDP menggunakan metode enzymatic colorimetric, dan kadar CRP menggunakan metode aglutinasi. Uji hubungan menggunakan uji Pearson dan Spearman. Nilai Ratio Prevalens (RP) untuk menghitung besar risiko asupan gula sederhana dan serat serta kadar GDP pada peningkatan kadar CRP.*)Penulis Penanggungjawab Hasil : Prevalensi sindrom metabolik pada remaja obesitas sebesar 15,2%. Sindrom metabolik hanya ditemukan pada subyek laki-laki (21,27%). Frekuensi perempuan dengan kadar CRP tinggi lebih tinggi dibandingkan laki-laki (53,8%).Terdapat hubungan bermakna asupan gula sederhana (p=0,024) dan serat (p=0,034) dengan kadar CRP tinggi. Nilai RP untuk asupan gula sederhana dan serat serta kadar GDP berturut-turut adalah 2,1; 3,7; dan 1,1.Simpulan : Asupan gula sederhana yang tinggi, asupan serat yang rendah, dan kadar GDP >81,5 mg/dL merupakan faktor risiko peningkatan kadar CRP pada remaja obesitas dengan sindrom metabolik, dengan besar risiko berturut-turut adalah 2,1 kali, 3,7 kali, dan 1,1 kali.


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 203-211
Author(s):  
Permadina Kanah

Status gizi merupakan keadaan yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari asupan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Status gizi dipengaruhi oleh faktor status kesehatan, pengetahuan, ekonomi, dan juga dapat dipengaruhi oleh pola konsumsi. Pengetahuan gizi yang rendah dapat penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan, serta pola konsumsi makanan bergizi pada masa remaja. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan pola konsumsi dengan status gizi pada mahasiswa Fakultas Kesehatan UNUSA. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 6 Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Prodi Gizi Fakultas Kesehatan UNUSA. Teknik pemilihan sampel dengan cara Purposive Sampling dan didapatkan jumlah sampel sebesar 79 mahasiswa. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan gizi, pola konsumsi dengan Food Frequency Questionnaire (FFQ), dan status gizi menggunakan pengukuran IMT. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 21 tahun yaitu 46 mahasiswa (58,20%). Sebagian besar berjenis kelamin perempuan, yaitu 65 mahasiswa (82,30%). Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan, pola konsumsi dengan status gizi pada mahasiswa dimana p = 0,001 (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin rendah pengetahuan mahasiswa tentang gizi dan semakin kurang baik pola konsumsi mahasiswa maka akan semakin besar kemungkinan untuk memiliki status gizi kurus atau gemuk. Saran agar mahasiswa perlu memperhatikan pola konsumsi makan yang sesuai dengan gizi seimbang guna tercapai status gizi yang baik.


Author(s):  
Maruwaty Rauf

The increasing number of menopause in an area is triggered by the number of women experiencing early menopause. This can be minimized if women often consume foods that contain isoflavones that we can find in soybeans. This study aims to analyze the effectiveness of consumption of processed soy materials on menopause age in Gorontalo City Health Center. The type of research is Analytical Survey with a cross-sectional approach which was carried out from June 2016 to July 2016 The number of respondents was 50 people, who were interviewed using a food frequency questionnaire (FFQ). This study used a purposive sampling technique. The results of the study were based on the chi-square test analysis with a significance degree of = 0.05 with the result that there was an effectiveness of processed soybean ingredients with menopause age in Gorontalo City Health Center, with the acquisition of the Sig value. (2-sided) is 0.000 with a value of = 0.05 = (0.000 < 0.05%). The conclusion obtained is that the consumption of processed soybean ingredients is effective with menopause age in Gorontalo City Health Center.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 44-53
Author(s):  
Prita Ady Rahmadani ◽  
Nurmasari Widyastuti ◽  
Deny Yudi Fitranti ◽  
Hartanti Sandi Wijayanti

Latar Belakang: Produksi ASI dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat kecemasan dan asupan zat gizi ibu. Salah satu asupan zat gizi yang dapat mempengaruhi produksi ASI yaitu asupan vitamin A.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan asupan vitamin A dan tingkat kecemasan dengan kecukupan produksi ASI.Metode: Desain penelitian cross sectional, dengan jumlah subjek 62 ibu yang menyusui bayi usia 0-5 bulan di wilayah puskesmas Halmahera Kota Semarang menggunakan metode consecutive sampling. Data yang diteliti yaitu asupan vitamin A menggunakan formulir semi quantitative food frequency questionnaire (SQ FFQ), tingkat kecemasan menggunakan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), kecukupan produksi ASI menggunakan perubahan berat badan bayi dengan alat BabyScale dan data sekunder yaitu Kartu Menuju Sehat (KMS). Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square. Analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik.Hasil: Terdapat 51,6% subyek tidak mengalami kecemasan, 56,5% asupan vitamin A subyek cukup, dan 53,2% subyek memiliki kecukupan produksi ASI yang baik. Sebanyak 63% subyek dengan asupan vitamin A yang kurang memiliki kecukupan produksi ASI yang kurang, dan sebanyak 66,7% subyek yang mengalami kecemasan memiliki kecukupan produksi ASI yang kurang. Subyek yang memiliki asupan vitamin A yang kurang berpeluang 1,8 kali memiliki kecukupan produksi ASI yang kurang, dan subyek yang mengalami kecemasan berpeluang 2,1 kali memiliki kecukupan produksi ASI yang kurang.Kesimpulan: Asupan vitamin A dan tingkat kecemasan merupakan faktor risiko kecukupan produksi ASI.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Ari Arty Abriani ◽  
Farida Wahyu Ningtyias ◽  
Sulistiyani Sulistiyani

Latar Belakang: Pubertas pada remaja putri ditandai dengan menstruasi yang terdapat beberapa gangguan, salah satunya  Pre Menstrual Syndrome (PMS). Studi pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa 95,24% remaja putri di SMK Negeri 1 Jember mengalami PMS. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara konsumsi makanan (vitamin B6, kalsium, magnesium), status gizi, dan aktivitas fisik dengan kejadian PMS pada remaja putri di SMK Negeri 1 Jember. Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Teknik analisis menggunakan uji chi-square. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Food Frequency Questionnaire  (FFQ) , kuesioner Food  Recall, angket PMS (Lembar Catatan Harian), angket Physical Activity Level (PAL), dan lembar observasi pengukuran status gizi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi makanan sumber vitamin B6 (77,1%), kalsium (74,7%), dan magnesium (72,3%) adalah defisit, status gizi normal (55,4%), aktivitas fisik ringan (57,8%), dan mengalami PMS ringan (61,5%). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat konsumsi makanan sumber vitamin B6 (p=0,000), kalsium (p=0,000), magnesium (p=0,020), dan aktivitas fisik (p=0,000) dengan kejadian PMS. Sebagian besar remaja putri termasuk usia remaja menengah, memiliki tingkat konsumsi makanan (vitamin B6, kalsium, magnesium) yang defisit, status gizi normal, aktivitas fisik ringan, dan mengalami PMS ringan    


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document