scholarly journals ANALISIS ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI MAKRO, VITAMIN C, ZAT BESI, SENG, DAN IMT/U BERDASARKAN TINGKATAN KOGNITIF SISWA KELAS 5 DI SD NEGERI DURI KEPA 13 PAGI JAKARTA BARAT

2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 39-52
Author(s):  
Mariana Sari ◽  
Laras Sitoayu ◽  
Nazhif Gifari ◽  
Nadiyah Nadiyah ◽  
Rachmanida Nuzrina
Keyword(s):  
T Test ◽  
Z Score ◽  

Latar Belakang. Tingkatan kognitif adalah tingkatan pengetahuan anak dalam kemampuan berpikir, mengingat sampai memecahkan masalah, sedangkan intelegensi (kecerdasan) merupakan tindakan terarah yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan nalar yang baik untuk memecahkan masalah. Perkembangan otak berkaitan dengan kemampuan kognitif seseorang yang memiliki peranan penting terhadap prestasi dan keberhasilan dalam pendidikan. Asupan gizi dan status gizi yang normal dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan optimal anak. Hasil survei menyatakan bahwa 34,3 persen anak usia sekolah di Indonesia memiliki kognitif rata-rata. Faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif yaitu keturunan, kematangan biologis, pengalaman fisik, lingkungan, dan ekuilibrasi. Tujuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, vitamin C, zat besi, seng, dan IMT/U berdasarkan tingkatan kognitif. Metode. Sampel yang diambil berjumlah 60 orang dengan desain cross-sectional. Asupan makanan diukur menggunakan food recall, IMT/U menggunakan timbangan dan microtoise, perkembangan kognitif menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan t-test independent dan Mann Whitney. Hasil. Siswa dengan kognitif konkret 43 persen dan kognitif formal 57 persen. Rata-rata asupan energi yaitu 1292 kkal; triptofan 0,3 g; linoleat 2,6 g; linolenat 0,13 g; karbohidrat 178 g; vitamin C 6,3 mg; zat besi (Fe) 4,8 mg; seng (Zn) 4,9 mg; dan IMT/U -0.1 z-score. Variabel yang signifikan adalah asupan energi (p=0,0001), triptofan (p=0,032), linoleat (p=0,003), linolenat (p=0,044), karbohidrat (p=0,0001), zat besi (Fe) (p=0,032), seng (Zn) (p=0,009), dan IMT/U (p=0,038). Asupan vitamin C tidak signifikan dengan nilai p=403. Kesimpulan. Asupan energi, zat gizi makro, zat besi, seng, dan IMT/U yang memadai berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa kelas 5 di SD Negeri Duri Kepa 13 Pagi Jakarta Barat. Siswa dengan asupan zat gizi dalam jumlah cukup dan IMT/U normal memiliki tingkatan kognitif lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki asupan zat gizi dan IMT/U kurang.

2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Siti Nurkomala ◽  
Nuryanto Nuryanto ◽  
Binar Panunggal

Latar Belakang: Praktik pemberian MPASI berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dan anak. Pemberian MPASI yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemberian MPASI pada anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di Kabupaten Cirebon. Subjek terdiri dari 42 subjek stunting dan 42 subjek tidak stunting yang diambil dengan metode consecutive sampling. Praktik pemberian MPASI meliputi waktu pemberian MPASI pertama, variasi bahan MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan asupan zat gizi, didapatkan dari kuesioner food recall 3x24 jam. Stunting ditentukan dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2 SD, sedangkan tidak stunting ditentukan dengan PB/U -2 s/d +2 SD. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square, Independent T-Test, dan Mann Whitney.Hasil: Rerata kecukupan asupan energi pada kelompok stunting adalah 70.14±21.91% total kebutuhan, sedangkan pada kelompok tidak stunting adalah 106.4±35.26% total kebutuhan. Total subjek pada kelompok stunting yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 88.1%, asupan energi cukup sebanyak 9.5%, dan asupan energi berlebih sebanyak 2.4%, sedangkan asupan energi yang rendah, cukup, dan berlebih pada kelompok tidak stunting masing-masing sebanyak 33.3%. Asupan energi, protein, besi dan seng menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok stunting dan tidak stunting (p<0.05). Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI antara kelompok stunting dan tidak stunting (p=0.008), sedangkan waktu pemberian MPASI pertama dan frekuensi pemberian MPASI tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p>0.05).Simpulan: Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI dan rerata asupan energi, protein, besi, dan seng pada praktik pemberian MPASI antara anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Riski Desiplia ◽  
Eka Novita Indra ◽  
Desty Ervira Puspaningtyas

Latar Belakang: Kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak berperan untuk meningkatkan kesehatan dan stamina dalam permainan sepak bola. Aktivitas latihan pada sepak bola menyebabkan kebutuhan energi atlet mengalami peningkatan. Selain energi, atlet membutuhkan tambahan vitamin dan mineral, baik dari makanan atau dari konsumsi suplemen. Atlet sepak bola profesional memiliki pola latihan yang berbeda dengan atlet sepak bola semi-profesional yang turut berperan dalam perbedaan kebutuhan energi dan konsumsi suplemen.Tujuan: Mengetahui hubungan asupan energi dan konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola semi-profesional. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Klub Guntur FC dan HW UMY pada bulan Maret hingga April 2017. Subjek penelitian ini berjumlah 33 atlet sepak bola. Data asupan energi dan konsumsi suplemen dikumpulkan dengan formulir food recall 24 jam dan kuesioner penggunaan suplemen. Tingkat kebugaran diukur dengan multistage fitness test. Perbedaan proporsi dan rata-rata tingkat kebugaran berdasarkan asupan energi dan konsumsi suplemen dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan Independent Sample T-test. Hasil: Lebih dari 50% subjek mengonsumsi suplemen jenis vitamin C, suplemen dalam bentuk cair dengan tingkat konsumsi setiap hari. Tidak terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran, baik pada kelompok asupan baik dan kurang baik (p=0,331). Terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran baik pada kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p=0,013). Terdapat perbedaan rata-rata tingkat kebugaran antara kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p<0,001). Kesimpulan: Tidak ada hubungan asupan energi dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola. Ada hubungan frekuensi konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola.


2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG


2017 ◽  
Vol 15 (1) ◽  
pp. 17
Author(s):  
Mia Sufia Adnin ◽  
Luluk Ria Rakhma

herapeutic Feeding Center (TFC) adalah tempat perawatan bagi balita yangmengalami kekurangan gizi. Perawatan dilakukan seminggu sekali dengankegiatan seperti pemberian edukasi gizi kepada ibu balita, dan pemberianPMT pada balita. Hasil dari Dinkes Sukoharjo (2015), balita yang menderitagizi kurang berdasarkan BB/U di Kabupaten Sukoharjo berjumlah 2209 balita(4,67%) sedangkan hasil Dinkes (2016), naik menjadi 2476 balita (4,98%).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan perubahan status giziberasarkan BB/TB dan IMT/U pada balita yang mengikuti dengan yang tidakmengikuti program TFC. Jenis penelitian yang digunakan bersifat quasieksperimental dengan pendekatan cross sectional. Jumlah responden penelitianyang mengikuti TFC sebanyak 35 balita dan yang tidak mengikuti TFCsebanyak 30 balita. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah totalsampling dan simple random sampling. Data status gizi diperoleh denganpengukuran BB dan TB atau PB menggunakan alat dacin, baby scale, timbanganinjak,microtoice dan baby board. Uji kenormalan data menggunakanUji Kolmogorov Smirnov. Uji perbedaan menggunakan Uji T-test Independent.Hasil uji perbedaan status gizi BB/TB diperoleh nilai p=0.742, uji perbedaanstatus gizi IMT/U diperoleh nilai p=0.677 menunjukkan tidak ada perbedaanperubahan status gizi berdasarkan BB/TB dan IMT/U pada balita yangmengikuti dengan yang tidak mengikuti program TFC.  Kata Kunci : balita, antropometri, status gizi, TFC, z-score


2012 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 229-240
Author(s):  
Meidi L Maspaitella ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar belakang : Remaja merupakan periode growth spurt sehingga kebutuhan zat gizi meningkat. Namun kenyataan beberapa remaja memiliki kepadatan tulang yang rendah hal ini disebabkan antara lain: asupan kalsium dan fosfor yang tidk seimbang, aktivitas olahraga yang kurang, kelebihan atau kekurangan berat badan  serta terlambat menstruasi. Tujuan : Mengindentifikasi hubungan antara indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium, dan asupan fosfor dengan kepadatan Metode : Desain penelitian cross sectional dengan jumlah subjek 74 anak dipilih secara proportional stratified ramdom sampling. Data yang diteliti meliputi indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh yg diukur dengan Bio Impedance Analyzer dan microtoice, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium dan fosfor diukur melalui wawancara dengan kuesioner dan  food frequency questionnaire dan food recall serta kepadatan tulang diukur dengan Densitometer. Analisis bivariat  menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil : Sebanyak (28,4%) subjek mengalami osteopenia. Nilai z-score IMT  (1,4%) subjek  kategori sangat kurus, (13,5%) subjek  kategori kurus, (6,8%) subjek  kategori kelebihan berat badan,  (2,7%)  kategori kegemukan.  Pengukuran persen lemak tubuh (28,4%) subjek tergolong underfat, (9,5%) subjek tergolong obesitas. Sebagian besar subjek  kurang dalam melakukan olahraga yang meningkatkan kepadatan tulang, (16,2%) awal usia menstruasi  tergolong tidak normal.  Asupan kalsium tergolong kurang (93,2) dan (40,5%) asupan fosfor tergolong lebih. Sebanyak (28,4) subyek mempunyai  kepadatan tulang yang rendah. Indeks massa tubuh yang berlebih berhubungan dengan menurunnya kepadatan tulang pada remaja putri(r=-0,231 p=0,047).Faktor lain seperti persen lemak tubuh(r=-0,124 p=0,293), kebiasaan olahraga(r=-0,124 p=0,293), usia awal menstruasi( r=-0,052 p=0,660), asupan kalsium (r=0,,089 p=0,452)dan fosfor(r=0,087 p=0.463)  tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kepadatan tulang. Kesimpulan : Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang.


2013 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 312-320
Author(s):  
Rizki Putri Anjani ◽  
Apoina Kartini

Latar Belakang : Gizi pada dewasa awal lebih dibutuhkan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Perubahan yang terjadi pada masa ini salah satunya adalah perubahan komposisi tubuh dan kebutuhan energi. Dewasa awal terutama wanita mempunyai kepedulian yang lebih besar terhadap masalah penampilan fisik. Pengetahuan gizi membuat mereka lebih mengetahui tentang asupan zat gizi dan prakteknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan gizi, sikap dan asupan zat gizi pada dewasa awal.Metode : Studi cross sectional pada 50 mahasiswi di LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang. Sampel diambil secara simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data identitas yang diukur dengan menggunakan kuesioner, data berat badan dan tinggi badan diukur dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, asupan energi, lemak, protein, cairan dan serat diukur dengan menggunakan formulir food recall selama tiga hari, pengetahuan gizi dan sikap diukur dengan menggunakan kuesioner pengetahuan gizi dan sikap. Analisis data untuk asupan zat gizi dengan uji independent t-test dan untuk pengetahuan gizi dan sikap dengan uji mann whitney dengan bantuan SPSS 17.0 for windows.Hasil : Pengetahuan gizi dewasa awal termasuk kategori kurang. Asupan energi kategori defisit (48%). Asupan lemak kategori baik (40%). Asupan protein kategori defisit (70%). Asupan cairan kategori defisit (90%). Asupan serat kategori defisit (100%). Tidak terdapat perbedaan asupan energi, lemak, protein, serat dan sikap (p=0,771; p=0,628; p=0,778; p=0,923; 0,344), tetapi ada perbedaan pengetahuan gizi dan asupan cairan pada kedua kelompok (p=0,048 dan p=0,000).Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan asupan energi, lemak, protein, serat dan sikap, tetapi ada perbedaan pengetahuan gizi dan asupan cairan antara mahasiswi LPP Graha Wisata dan Sastra Inggris Universitas Diponegoro Semarang.


2016 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
Author(s):  
Arinda Lironika Suryana

Pola konsumsi tinggi lemak dapat berisiko tinggi terhadap kejadian hipertensi. Konsumsi lemak jenuh berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi sel endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan sel endotel ini kemudian menyebabkan penurunan kemampuan vasodilatasi dinding pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Hal ini ditandai dengan penurunan kadar nitric oxide pada hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan asupan lemak dan kadar serum nitric oxide pada penderita hipertensi primer dan normotensi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian terdiri dari 15 orang kelompok hipertensi primer dan 15 orang kelompok normal sebagai kelompok pembanding, berusia antara 40-70 tahun, dan yang mengunjungi Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Sampel dibagi secara acak. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, food recall 2x24 jam dan pemeriksaan sampel darah. Kadar serum Nitric Oxide diukur dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Data dianalisis dengan uji t-test independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi lemak lebih tinggi pada penderita hipertensi sedangkan kadar nitric oxide lebih rendah pada penderita hipertensi dibandingkan dengan subyek normal. Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok mengenai kadar serum nitric oxide (p = 0,023) dan tingkat konsumsi lemak (p = 0,004). Kesimpulannya adalah ada perbedaan tingkat konsumsi lemak dan kadar serum nitric oxide antara penderita hipertensi primer dengan normotensi.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 21
Author(s):  
Ana Khoirun Nisa ◽  
Choirun Nissa ◽  
Enny Probosari
Keyword(s):  
T Test ◽  

Latar belakang: Obesitas merupakan keadaan tubuh dimana terjadi kelebihan akumulasi lemak. Semakin tinggi lemak akan mengakibatkan inflamasi yang berisiko terjadinya anemia defisiensi besi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan zat gizi dan kadar hemoglobin pada remaja perempuan obesitas dan tidak obesitas.  Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observational dengan desain cross sectional. Subjek penelitian adalah remaja 15-18 tahun remaja perempuan SMA Negeri 15 Semarang. Subjek terbagi atas kelompok obesitas (n = 30) dan kelompok tidak obesitas (n = 30). Kadar hemoglobin diuji dengan metode cyanmethemoglobin. Uji analisis statistik menggunakan uji Independent t-test dan Mann Whitney. Hasil: Kadar hemoglobin pada kelompok obesitas mempunyai nilai rerata lebih rendah (12,52 ± 1,34 g/dl) dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas (12,62±1,48 g/dl). Asupan zat gizi (protein, besi, zinc, tembaga, vitamin A, vitamin C) pada kelompok obesitas mempunyai nilai rerata lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tidak obesitas. Namun, tidak bermakna secara statistik (p>0,05).  Simpulan: Tidak ada perbedaan asupan zat gizi dan kadar hemoglobin yang signifikan pada kelompok obesitas dan tidak obesitas. Kadar hemoglobin pada kelompok obesitas dan tidak obesitas dalam batas normal.


2017 ◽  
Vol 16 (3) ◽  
Author(s):  
Arisanty Nursetia Restuti ◽  
Yoswenita Susindra
Keyword(s):  

Kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dibandingkan remaja putra, disebabkan remaja putri rutin mengalami menstruasi, sehingga remaja putri lebih rentan menderita anemia. Kebiasaan makan yang salah pada remaja putri merupakan penyebab anemia. Anemia gizi pada remaja putri dapat berakibat menurunnya kesehatan reproduksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui hubungan antara status gizi dan asupan zat gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.Jenis penelitian ini cross sectional Penelitian dilakukan di SMK Mahfilud Duror II Jelbuk pada bulan September sampai November tahun 2016. Pengambilan sampel dengan mengunakan metode accidental sampling. Kriteria inklusi yaitu remaja putri usia 14 – 18 tahun, tidak sedang menstruasi, tidak mengkonsumsi tablet Fe. Data yang dipakai adalah data asupan yang diperoleh dari hasil perhitungan food recall 2 (1 x 24 jam), data status gizi diperoleh dari perhitungan tinggi badan dan berat badan kemudian diukur indeks massa tubuh (IMT) bedasarkan usia, serta data anemia didapatkan hasil pemeriksaan darah metode quick cek Hb. Data diuji menggunakan uji Gamma.Hasil penelitian didapatkan dari 109 siswi, 71 orang yang masuk kriteria inklusi, sedangkan 38 orang tereklusi karena sedang menstruasi. Uji hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia didapatkan p = 0,36 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan, sedangkan uji hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin C didapatkan nilai p > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Meningkatnya konsumsi makanan olahan yang nilai gizinya kurang, namun memiliki banyak kalori Konsumsijunk food merupakan penyebab para remaja rentan sekali kekurangan zat gizi tertentu meskipun status gizi normal.


2019 ◽  
Author(s):  
hesti atasasih

preprint:Stunting merupakangangguanpertumbuhan linier yang disebabkanolehkekuranganasupanzatgizidan / ataupenyakitinfeksikronisberulang yang ditunjukkandengannilai z-score tinggibadanmenurutusia (TB/U) &lt; -2 SD. Prevalensistunting di provinsi Riau 25,1% sedangkan Kota Pekanbarusebesar 23.9% berdasarkanhasil PSG 2017, hal inisudahtermasukdalamkategorimasalahkesehatanmasyarakat. TujuanPenelitianadalahuntukmengetahuifaktor-faktor yang berhubungandengankejadianstuntingpadaanakusia 6 - 23 bulan di Kota Pekanbarutahun 2018. Penelitianinimenggunakanmetodeobservasionalanalitik, desainpenelitian cross sectional denganpendekatankuantitatif, pengambilansampelmenggunakanteknikmulti stage random sampling (CI 95 %) dan (1-β 80%), didapatkansampelsebanyak 269 anak. Data dikumpulkanmelaluiwawancara, food recall 2x24 jam. Pengolahandananalisis data menggunakanuji chi square (bivariat) danregresilogistikganda (multivariat). Hasilpenelitianmenunjukkanprevalensi stunting 26,8%. Hasilbivariatmenunjukkanadahubungan yang signifikanantaraberatlahir, riwayatpemberian ASI Eksklusif, asupan protein danzink, sertapanjanglahirdengankejadian stunting (CI 95%). Analisismultivariatmenunjukkanberatlahirmerupakanfaktordominan yangberhubungandengankejadian stunting dengannilai OR 2,712 (95% CI : 1,373 -5,359). Kesimpulanpenelitianiniadalahberatlahirmerupakanfaktordominanberhubungandengankejadianstunting.Kata Kunci : stunting, berat badan lahir, anak usia 6 – 23 bulan


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document