PROFIL KONSUMSI ZAT GIZI PADA WANITA USIA SUBUR ANEMIA

2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG

2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Ratna D Siregar ◽  
Nur Indrawati Lipoeto ◽  
Yuliarni Syafrita

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi vitamin A, vitamin C, vitamin E, zink dan selenium dari makanan dengan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metoda penelitian adalah cross sectional study terhadap 145 lansia umur ≥ 60 tahun, pada dua kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatra Barat. Wawancara konsumsi antioksidan menggunakan Food Frequency Questionnaires (FFQ), fungsi kognitif diperiksa dengan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina), Aβ40 dan Aβ42 plasma diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney dan Chi-square. Pada hasil penelitian ditemukan 83 orang (57,2%) lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C (p<0,049) dan vitamin E (p<0,037) tetapi tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin A, zink dan selenium dengan fungsi kognitif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi antioksidan dengan tingkat Aβ40 dan Aβ42 serta antara tingkat Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif masing-masing (p<0,058 dan p<0,350). Kesimpulan hasil penelitian ini didapatkan hubungan antara konsumsi vitamin C dan vitamin E dari makanan dengan fungsi kognitif. Tetapi tidak terdapat hubungan antara konsumsi antioksidan dengan Aβ40 dan Aβ42 plasma dan Aβ40 dan Aβ42 dengan fungsi kognitif.Kata kunci: antioksidan, beta-amyloid, fungsi kognitif, lanjut usiaAbstractThe objective of this study was to determine the relationship between consumption of vitamin A, vitamin C, vitamin E, zinc and selenium from foods with cognitive function in elderly. This was a cross-sectional study that was conducted to 145 elderly with age ≥ 60 years, in two districts in West Sumatra, in Lima Puluh Kota city. Interview antioxidant intake using a Food Frequency Questionnaires (FFQ), cognitive function was checked by Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina), plasma Aβ40 dan Aβ42 were examined by ELISA while the data were analyzed by using the Mann-Whitney and Chi-square test. Results : Eighty three elderly people (57.2%) were found with impaired cognitive function. There was a significant association between the consumption of vitamin C (p < 0.049) and vitamin E (p < 0.037) but there was no signifikan association between vitamin A, zinc and selenium with cognitive function. There was no significant association between consumption of the antioxidant and both plasma Aβ40 and Aβ42 levels. There was no significant between levels of Aβ40 and Aβ42 and cognitive function (p < 0.058 and p < 0.350, respectively).Conclusion : There is a association between the consumption of vitamin C and vitamin E from food and cognitive function, but there is no association between the consumption of the antioxidant and levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and between levels of plasma Aβ40 and Aβ42 and cognitive function.Keywords: antioxidants, amyloid-beta, cognitive function, elderly


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
M Hamsah ◽  
Zulfitriani Murfat ◽  
Rosmiati Rosmiati

Preeklampsia merupakan salah satu masalah kesehatan penyebab kematian ibu selain karena perdarahan dan infeksi, selain itu juga merupakan penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu tahun 2012 meningkat sekitar 359/100.000 kelahiran hidup tahun 2007, penyebab kematian ibu di Indonesia adalah preeklampsia 24%, perdarahan 39%, eklamsia 34%, infeksi 7%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lainnya 9%. Sekitar 82% pada persalinan ibu yang berusia muda 14-20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pola makan dan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSIA Sitii Khadijah 1 Makassar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross – sectional teknik purposive samplingdengan mengambil seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi sampel yaitu 34 responden.Pengumpulan data pola makan menggunakan food model dan formulir food recall 24 jam, sampel asam urat diambil menggunakan alat Easy Touch. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program Nutrisurvey dan SPSS. Hasil yang diperoleh pada asupan karbohidrat (p: 0,024), lemak (p: 0,008), energy (p: 0,021), natrium (p: 0,026), dan rendahnya vitamin C (p: 0,024) berdasarkan data analisis Chi-Square bermakna dengan nilai p<0,05 yang berarti ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia. Sedangkan pada asupan protein (p: 0,76) tidak bermakna dengan nilai p˃0,05 yang berarti tidak ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia.


2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Riski Desiplia ◽  
Eka Novita Indra ◽  
Desty Ervira Puspaningtyas

Latar Belakang: Kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak berperan untuk meningkatkan kesehatan dan stamina dalam permainan sepak bola. Aktivitas latihan pada sepak bola menyebabkan kebutuhan energi atlet mengalami peningkatan. Selain energi, atlet membutuhkan tambahan vitamin dan mineral, baik dari makanan atau dari konsumsi suplemen. Atlet sepak bola profesional memiliki pola latihan yang berbeda dengan atlet sepak bola semi-profesional yang turut berperan dalam perbedaan kebutuhan energi dan konsumsi suplemen.Tujuan: Mengetahui hubungan asupan energi dan konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola semi-profesional. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Klub Guntur FC dan HW UMY pada bulan Maret hingga April 2017. Subjek penelitian ini berjumlah 33 atlet sepak bola. Data asupan energi dan konsumsi suplemen dikumpulkan dengan formulir food recall 24 jam dan kuesioner penggunaan suplemen. Tingkat kebugaran diukur dengan multistage fitness test. Perbedaan proporsi dan rata-rata tingkat kebugaran berdasarkan asupan energi dan konsumsi suplemen dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan Independent Sample T-test. Hasil: Lebih dari 50% subjek mengonsumsi suplemen jenis vitamin C, suplemen dalam bentuk cair dengan tingkat konsumsi setiap hari. Tidak terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran, baik pada kelompok asupan baik dan kurang baik (p=0,331). Terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran baik pada kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p=0,013). Terdapat perbedaan rata-rata tingkat kebugaran antara kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p<0,001). Kesimpulan: Tidak ada hubungan asupan energi dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola. Ada hubungan frekuensi konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 6-11
Author(s):  
Aas Asiah ◽  
Gurdani Yogisutanti ◽  
Asep Iwan Purnawan

Latar belakang: Anak stunting beresiko mudah sakit, untuk itu diperlukan asupan zat gizi yang dapat meningkatkan respon imun tubuh agar dapat meningkatkan kekebalan tubuhnya. Zat gizi tersebut bisa didapatkan dalam vitamin dan mineral yang seimbang;Tujuan: Mengetahui hubungan antara asupan mikronutrien dengan riwayat penyakit infeksi pada balita stunting;Metode: : Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional di UPTD Puskesamas Limbangan Sukaraja Sukabumi, jumlah sampel 74 balita stunting usia 12-59 bulan, dipilih dengan proportional random sampling dari 4 desa. Data yang dikumpulkan meliputi: asupan mikronutrien yang diperoleh dari formulir recall 2 x 24 jam dan kuesioner riwayat penyakit infeksi, seperti: diare, ISPA dan kecacingan. Data dianalisis dengan uji analisis univariat, analisis bivariate menggunakan uji chi-square;Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan mikronutrien pada balita stunting termasuk dalam kategori kurang. Balita yang menderita infeksi sebesar 78,4%. Hasil analisis statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara asupan vitamin A, vitamin C, zat besi, zinc dan tembaga (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara asupan vitamin B1, B6, B9 dan vitamin E dengan kejadian infeksi balita stunting (p>0,05). Semakin baik asupan mikronutrien pada balita stunting, maka kejadian infeksi semakin menurun. Simpulan: Kejadian infeksi pada balita stunting berhubungan dengan intake mikronutrien yang diperlukan untuk mempertahankan kekebalan tubuh.


2018 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 13-26
Author(s):  
Waisaktini Margareth ◽  
Soeharyo Hadisaputro ◽  
Ani Margawati

Latar Belakang. Peningkatan jumlah kasus infeksi HIV anak di Indonesia paralel dengan peningkatan persentase transmisi penularan AIDS dari ibu ke anaknya, dari 3 persen (2013) menjadi 4,6 persen (2015). Salah satu tujuan pemberian terapi antiretroviral (ARV) pada kasus HIV anak adalah untuk meningkatkan jumlah sel T-CD4+. Semakin berat stadium klinisnya akan menurunkan kadar CD4+. Pemberian suplementasi zat gizi mikro dapat meningkatkan status gizi penderita HIV anak yang menjalani pengobatan ARV. Tujuan. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan asupan seng, vitamin A, dan stadium klinis infeksi HIV terhadap status gizi dan jumlah CD4+ pada kasus HIV anak di Kota dan Kabupaten Semarang. Metode. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Subjek penelitian adalah anak yang menderita HIV berumur 1-14 tahun sebanyak 31 subjek. Data yang dikumpulkan meliputi data tinggi badan (TB), berat badan (BB), asupan zat gizi yang diperoleh dengan metode food recall 2x24 jam. Jumlah CD4+ diukur melalui pemeriksaan darah subjek. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik untuk menghitung Prevalence Rasio (PR). Hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan seng memberikan risiko bermakna terhadap kejadian berat badan rendah (PR=3,020; p=0,029; CI=1,043-8,739). Asupan vitamin A memberikan risiko bermakna terhadap rendahnya kadar CD4+ (PR=3,036; p=0,021; CI=1,211-7,608 dan PR=2,8; p=0,018; CI=1,331-5,891). Stadium klinis tingkat sedang memberikan risiko bermakna terhadap rendahnya kadar CD4+ rendah (PR=8,211; p = 0,004; CI=1,227-54,962). Probabilitas jumlah CD4+ rendah ketika penderita pada stadium klinis infeksi HIV berat sebesar 14,3 persen. Kesimpulan. Stadium klinis sedang-berat meningkatkan risiko terjadinya penurunan jumlah CD4+ di dalam sel-T (<500sel/mm3).


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


2021 ◽  
Vol 10 (1) ◽  
pp. 72
Author(s):  
Melvanda Gisela Putri ◽  
Roedi Irawan ◽  
Indri Safitri Mukono

ABSTRAKLatar Belakang: Stunting merupakan suatu istilah yang menggambarkan kondisi pertumbuhan tinggi badan kurang berdasarkan umur disesuaikan dengan Z-Score (<-2SD). Stunting pada balita dapat diakibatkan oleh kurangnya asupan zat gizi yang diperlukan bagi pertumbuhan anak. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi dan riwayat penyakit infeksi yakni diare dan ISPA terhadap kejadian stunting.Tujuan: Mengetahui hubungan suplementasi vitamin A, pemberian imunisasi, dan penyakit infeksi terhadap stunting pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Besar sampel adalah 107 anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. terdiri dari 25 anak kelompok stunting dan 82 anak kelompok non- stunting. Cara pengambilan data melalui data sekunder posyandu dan wawancara langsung orang tua anak dengan pengisian kuisioner. Data dianalisis menggunakan uji Chi-Square, Fisher Exact, dan Mann Whitney.Hasil: Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat hubungan suplementasi vitamin A dengan stunting (p=0,000), tidak ada hubungan antara pemberian imunisasi terhadap stunting (p=0,332). Dalam riwayat penyakit infeksi, frekuensi diare dan ISPA ditemukan tidak ada hubungan dengan  stunting (p=0,053 dan p=0,082), begitu pula pada lama diare dan lama ISPA tidak berhubungan dengan stunting (p= 0,614 dan p=0,918).Kesimpulan: Suplementasi vitamin A berhubungan signifikan dengan stunting yang diamati pada anak usia 24-59 bulan di Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. Kata kunci: kejadian stunting, vitamin A, imunisasi, penyakit infeksi, anak usia 24-59 bulanABSTRACTBackground: Stunting is a term that describes condition of lower height-for-age Z-Score (<-2SD). Stunting among children can be caused by a lack of nutrients needed for children's growth. This study was conducted to determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization and a history of infectious diseases, namely diarrhea and ARI to the incidence of stunting.Objectives: To determine the relationship between vitamin A supplementation, immunization, and history of infectious disease with the incidence of stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.Methods: This study was an observational analytic study with cross sectional method. The sample size was 107 children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya. This study consisted of 25 children in the stunting group and 82 children in the non-stunting group. The method of data collection was through secondary data from posyandu and direct interviews with parents by filling out questionnaires. Data were analyzed using the chi-square test, fisher exact, and Mann Whitney.Results: The results of this study indicated that there was a relationship between vitamin A supplementation and with stunting (p = 0.000). There was no relationship between immunization and stunting (p = 0.332). In the history of infectious diseases, the frequency of diarrhea and ARI was found to have no relationship with stunting (p = 0.053 and p = 0.082), as well as the duration of diarrhea and duration of ARI there was no association with the stunting (p = 0.614 and p = 0.918).Conclusion: Vitamin A supplementation has significant relationship with stunting in children aged 24-59 months at Puskesmas Mulyorejo, Surabaya.


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 39-52
Author(s):  
Mariana Sari ◽  
Laras Sitoayu ◽  
Nazhif Gifari ◽  
Nadiyah Nadiyah ◽  
Rachmanida Nuzrina
Keyword(s):  
T Test ◽  
Z Score ◽  

Latar Belakang. Tingkatan kognitif adalah tingkatan pengetahuan anak dalam kemampuan berpikir, mengingat sampai memecahkan masalah, sedangkan intelegensi (kecerdasan) merupakan tindakan terarah yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan nalar yang baik untuk memecahkan masalah. Perkembangan otak berkaitan dengan kemampuan kognitif seseorang yang memiliki peranan penting terhadap prestasi dan keberhasilan dalam pendidikan. Asupan gizi dan status gizi yang normal dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan optimal anak. Hasil survei menyatakan bahwa 34,3 persen anak usia sekolah di Indonesia memiliki kognitif rata-rata. Faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif yaitu keturunan, kematangan biologis, pengalaman fisik, lingkungan, dan ekuilibrasi. Tujuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, vitamin C, zat besi, seng, dan IMT/U berdasarkan tingkatan kognitif. Metode. Sampel yang diambil berjumlah 60 orang dengan desain cross-sectional. Asupan makanan diukur menggunakan food recall, IMT/U menggunakan timbangan dan microtoise, perkembangan kognitif menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan t-test independent dan Mann Whitney. Hasil. Siswa dengan kognitif konkret 43 persen dan kognitif formal 57 persen. Rata-rata asupan energi yaitu 1292 kkal; triptofan 0,3 g; linoleat 2,6 g; linolenat 0,13 g; karbohidrat 178 g; vitamin C 6,3 mg; zat besi (Fe) 4,8 mg; seng (Zn) 4,9 mg; dan IMT/U -0.1 z-score. Variabel yang signifikan adalah asupan energi (p=0,0001), triptofan (p=0,032), linoleat (p=0,003), linolenat (p=0,044), karbohidrat (p=0,0001), zat besi (Fe) (p=0,032), seng (Zn) (p=0,009), dan IMT/U (p=0,038). Asupan vitamin C tidak signifikan dengan nilai p=403. Kesimpulan. Asupan energi, zat gizi makro, zat besi, seng, dan IMT/U yang memadai berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa kelas 5 di SD Negeri Duri Kepa 13 Pagi Jakarta Barat. Siswa dengan asupan zat gizi dalam jumlah cukup dan IMT/U normal memiliki tingkatan kognitif lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki asupan zat gizi dan IMT/U kurang.


Chronic Renal Failure (CRF) is a disease caused due to kidney damage or deterioration glomerulus filtrate rate (GFR/GFR/Glomerular Filtration Rate) <60 ml/min /1.73 m2 for ≥ 3 months. One of the complications that often appears in CRF is anemia or decrease of hemoglobin level in the blood that is related to the relationship intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron). The purpose of this study was to determine the relationship Intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron) on Hb levels of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang. This type of research is an observational analytic with a cross-sectional study design. Population in this study were all outpatients with chronic renal failure undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang with total research subjects were 50 subjects, taken using purposive sampling and analyzed using chi-square test. The result showed that there are 52% of patients with chronic renal failure are male more than female. The aged 50-64 years old is 44% and 30-49 years old are 32%. The percentage of outpatients who had an adequate intake of protein, vitamin C, folic acid and iron were 28%, 10%, 0%, and 18% respectively, meanwhile, most of the patients had low hemoglobin levels which were 94%. There was not a significant association between intake of nutrients (protein, vitamin C, folic acid and iron) on Hb levels of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis in RSI Siti Khadijah Palembang. Based on these results, should be noted again nutrient intake (protein, vitamin C, folic acid and iron) outpatient before and after undergoing hemodialysis to support the optimal outcome of hemodialysis therapy.


Author(s):  
Rahmini Shabariah ◽  
Thera Cahya Pradini

Latar Belakang: balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Status gizi pada berat badan menurut tinggi badan dikategorikan menjadi gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, overweight dan obesitas. Masalah yang dapat muncul dari kondisi tersebut menjadikan perlunya diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi kurang dan gizi lebih, salah satu contohnya adalah faktor asupan gizi. Tujuan: untuk Mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. Metode: penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan metode total sampling. Jumlah sampel sebanyak 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, lembar food recall, microtoise dan timbangan berat badan. Hasil: hasil penelitian ini, sebanyak 56 responden balita di TK Pelita Pertiwi diperoleh status gizi kurang 28,6%, gizi baik 55,4%, overweight 10,7% dan obesitas 5,4%. Hubungan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita didapatkan hubungan yang signifikan (P<0,05 chi square) sedangkan hubungan antara asupan zat gizi makronutrien karbohidrat, protein dan lemak dan mikronutrien vit A, Vit D, sodium, fosfor, iodine dan zink serta ASI Exclusive dengan status gizi pada balita tidak ditemukan hubungan yang signifikan (P>0,05 chi square). Kesimpulan: kesimpulan dari penelitian ini, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makronutrien energi dan asupan zat gizi mikronutrien kalsium, mg dan fe dengan status gizi pada balita di TK Pelita Pertiwi.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document