Media Gizi Mikro Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

83
(FIVE YEARS 42)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan

2354-8746, 2086-5198

2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 61-74
Author(s):  
Fitria Dhenok Palupi ◽  
Nafilah Nafilah

Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Konsumsi makanan rendah indeks glikemik yang mengandung pati resisten, asam amino esensial, vitamin, mineral, dan antioksidan membantu terapi DM. Makanan tersebut dapat dikembangkan dari bahan pangan lokal, yaitu pisang kepok (Musa paradisiaca), kedelai (Glycine max), dan daun kelor (Moringa oleifera). Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formulasi biskuit berbasis dasar tepung kecambah kacang kedelai, pisang kepok, dan daun kelor (kepilor) sebagai kudapan sehat bagi penderita DM sehingga membantu mencegah terjadinya komplikasi. Metode. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 proporsi formulasi (P1, P2, dan P3) dan satu kontrol (P0). Penepungan, pembuatan biskuit, dan uji organoleptik dilaksanakan di laboratorium Ilmu Teknologi Pangan, Poltekkes TNI AU Adisutjipto, sedangkan analisis kadar gizi dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi (PSPG), Universitas Gadjah Mada. Data hasil uji organoleptik dan kadar gizi dianalisis menggunakan software SPSS dengan uji Anova dengan tingkat kemaknaan p<0,05 dan bila sangat berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT. Hasil. Subtitusi tepung kepilor menurunkan daya terima panelis secara signifikan pada atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit kepilor yang dihasilkan. Penambahan tepung kepilor meningkatkan kadar air, abu, protein, lemak, pati, dan serat serta menurunkan kadar lemak dan karbohidrat biskuit kepilor dibandingkan dengan biskuit kontrol. Kadar protein pada biskuit kepilor telah memenuhi SNI biskuit, tetapi kadar air biskuit kepilor belum memenuhi. Kadar karbohidrat, protein, dan lemak pada biskuit kepilor formulasi P1–P3 telah memenuhi syarat diet penderita diabetes melitus. Kesimpulan. Kandungan zat gizi biskuit kepilor terpilih adalah formula P1 kadar air 5,46 persen, kadar abu 2,11 persen, kadar protein 14,91 persen, kadar lemak 18,63 persen, kadar karbohidrat 58,95 persen, kadar serat 0,69 persen, dan kadar pati 41,82 persen. 


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Muhamad Arif Musoddaq ◽  
Taufiq Hidayat ◽  
Khimayah Khimayah

Background.  Iodine deficiency disorders (IDD) remained a public health problem. Ponorogo was an IDD endemic area with prominent cases of mental retardation. Despite the lack of iodine intake, exposure to environmental heavy metals can exacerbate the effects of iodine deficiency. Objective. To describe iodine status of school children and distribution of environmental iodine and heavy metals including mercury (Hg), lead (Pb), and cadmium (Cd) in the endemic IDD hill area of Ponorogo. Method. This research is a cross-sectional study conducted in two villages in IDD endemic areas in Ponorogo, namely Dayakan and Watubonang villages, in 2011. A total of 127 urine samples of primary-school-age children were taken and analyzed for urinary iodine excretion (UIE). A total of 29 soil samples and 87 water samples were taken from the study site to measure the concentration of iodine and heavy metals Hg, Pb, and Cd. Types of water source, altitude, and land use, both soil and water source were recorded.  Results. The median (min-max) UIE was 130 (14 –1187 µg/L) within the range of adequate population iodine intake according to WHO (100-199 µg/L), while the percentage of UIE <100 µg/L was still around 33.07 percent. The concentration of iodine in the soil was 33.777 mg/kg (6.640 –108.809), and the concentration of iodine in the water was 8.0 µg/L (0-49). The concentration of Hg in the soil was 68.64 ppb (7.43–562.05), and the concentration of Hg in the water was 0.00 ppb (0.00-23.24).  The concentration of Pb in the soil was 3.273 ppm (0.000–25.227), while Pb was not identified in the water. The Cadmium was not detectable both in the soil and water. Conclusion. Iodine deficiency is still a public health problem in Dayakan and Watubonang villages. The environment of the endemic IDD area in Ponorogo was not completely poor in iodine, but iodine was not evenly spread and mobilized. There was a risk of environmental heavy metal exposure from Hg in the soil or water and Pb in the soil. Mercury in the environment can cause health problems due to the inhibition of the use of iodine in the thyroid gland.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 37-50
Author(s):  
Wulandari Meikawati ◽  
Dian Pertiwi Kisdi Rahayu ◽  
Indri Astuti Purwanti

Latar Belakang. Stunting adalah salah satu masalah kekurangan gizi kronis yang terjadi karena kekurangan asupan gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Anak yang mengalami stunting lebih rentan menderita sakit dan berisiko menderita penyakit degeneratif serta penurunan kemampuan dan kapasitas kerja. Salah satu penyebab terjadinya stunting adalah rendahnya status gizi ibu sebelum, selama, dan setelah kehamilan yang berdampak pada berat dan panjang badan lahir. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif, status gizi ibu (tinggi badan, kurang energi kronis (KEK), dan anemia) serta berat dan panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12–24 bulan. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang dilakukan di wilayah Puskesmas Genuk Kota Semarang. Sampel berjumlah 63 anak usia 12–24 bulan yang dipilih secara purposive sampling. Data stunting diperoleh dengan melakukan pengukuran panjang badan anak saat kegiatan posyandu bulan Agustus 2020. Data anak (usia, jenis kelamin, berat dan panjang badan lahir) dan data ibu (karakteristik ibu, riwayat pemberian ASI eksklusif, status KEK, dan anemia) diperoleh melalui buku catatan kelahiran di Puskesmas Genuk Kota Semarang. Data dianalisis dengan uji chi square dan uji regresi logistik berganda. Hasil. Sebagian besar anak mengalami stunting (52,4%). Sebanyak 20,6 persen anak memiliki riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dan 23,8 persen memiliki riwayat panjang badan lahir pendek. Sebagian besar ibu (57,1%) tidak memberikan ASI eksklusif. Sebanyak 6,3 persen ibu memiliki tinggi badan berisiko, 22,2 persen ibu kategori KEK, dan 33,3 persen mengalami anemia saat hamil. Dominasi kejadian stunting terjadi pada anak perempuan. Riwayat BBLR (p=0,047), panjang badan lahir (p=0,000), dan status anemia ibu (p=0,032) berhubungan signifikan dengan kejadian stunting. Riwayat BBLR (p=0,004) dan status anemia ibu saat hamil (p=0,001) paling berisiko menjadi stunting. Kesimpulan. Anak dengan riwayat BBLR berisiko 18,6 kali lebih besar menjadi stunting dan anak dengan riwayat ibu anemia saat hamil berisiko 17 kali lebih besar menjadi stunting.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 75-84
Author(s):  
Suryati Kumorowulan ◽  
Yusi Dwi Nurcahyani ◽  
Leny Latifah ◽  
Diah Yunitawati

Background. Thyroid dysfunction is frequently associated with psychiatric problems, such as anxiety or depression. On the other hand, thyroid dysfunction patients have little reason to be concerned about their mental health. Childbearing age women are included in the priority category because they require  excellent health conditions to prepare for pregnancy and parenthood. Objective. This study aimed to investigate relationship between thyroid function (as evaluated by thyroid hormone levels and thyroid stimulating hormone (TSH) levels) with mental health in childbearing age women. Method. This study is a cross sectional study, with childbearing age women (aged 15 years and up) who are already menstruating but have not yet reached menopause. The research was conducted in Yogyakarta City and Bukittinggi City with a total sample of 487 people. This study’s independent variables were TSH and free T4 levels. The dependent variables were anxiety and depression. Other things to consider are height, body weight, and age. Blood samples had used to measure TSH and free T4 levels. All respondents were interviewed to assess whether they were depressed or anxious using the Beck Depression Inventory (BDI) and Beck Anxiety Inventory (BAI). Results. There is a significant difference in score of BAI (21.1±11,67 vs 19.7±11.18, p<0.000) and BDI (10.1±8.06 vs 9.50±7.36, p<0.000) between groups. Other results found that disfunction thyroid hormone levels (TSH <0.3 mIU/mL) was related to depression (OR 2.324 95% CI 1.072–5.041, p<0.05; AOR 2.718 95% CI 1.028–7.186, p<0.05), but not associated with anxiety. Conclusion. Thyroid dysfunction, particularly low thyroid stimulating hormone levels, has been linked to higher risk of depression in childbearing age women.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 11-24
Author(s):  
Cicik Harfana ◽  
Ali Rosidi ◽  
Yuliana Noor Setiawati Ulvie ◽  
Ria Purnawian Sulistiani

Latar Belakang. Disfungsi tiroid terjadi jika fungsi kelenjar tiroid terganggu, ditandai dengan kadar Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan free Thyroxine (fT4) yang lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Perubahan kadar hormon tiroid menyebabkan perubahan basal metabolic rate (BMR) yang menyebabkan perubahan keseimbangan energi dan berat badan. Tujuan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan TSH dan fT4 dengan indeks massa tubuh (IMT) pada pasien dewasa baru di Klinik Litbangkes Magelang. Metode. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross-sectional dan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien. Sampel penelitian adalah pria dan wanita dewasa (>17 tahun) yang pertama kali mengunjungi Klinik Litbangkes Magelang pada tahun 2019 sebanyak 173 orang. Variabel penelitian adalah TSH, fT4, dan IMT. Pengujian hipotesis dengan uji statistik Korelasi Rank Spearman. Hasil. Rata-rata kadar TSH responden adalah normal yaitu 0,91±2,17 µIU/mL, sedangkan rata-rata kadar fT4 responden di atas normal yaitu 3,20±5,83 ng/dL. Sebagian besar subjek memiliki IMT normal (55,5%) dengan rata-rata 23,74±4,57. Uji Korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara TSH dan IMT (p=0,003) dengan korelasi positif (r=0,228) dan ada hubungan yang signifikan antara fT4 dan IMT (p=0,000) dengan korelasi negatif (r=-0.323). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara kadar TSH dan fT4 dengan nilai IMT pasien. Semakin tinggi kadar TSH maka semakin tinggi pula nilai IMT pasien, begitu juga sebaliknya, serta semakin tinggi kadar fT4 maka nilai IMT pasien semakin rendah, dan sebaliknya.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 51-60
Author(s):  
Hendrayati Hendrayati ◽  
Adriyani Adam ◽  
Sunarto Sunarto

Latar Belakang. Faktor asupan zat gizi, zat gizi makro, zat gizi mikro, dan kejadian infeksi merupakan faktor langsung yang dapat menyebabkan kejadian stunting pada balita. Sumber nutrisi yang memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif dapat digunakan untuk memperbaiki asupan. Pola pemberian makan pada anak memerlukan cara tertentu agar menarik dan mudah dicerna. Formula polimerik merupakan makanan mudah dicerna, siap saji, dan siap olah. Formula polimerik dengan komposisi makronutrien seperti protein, karbohidrat, lipid dalam bentuk utuh, vitamin lengkap, dan mineral telah dikembangkan dalam penelitian ini. Formula polimerik yang dikembangkan memiliki densitas energi tinggi yaitu 1,5–2 Kkal/mL. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zink, zat besi, dan kalsium sebagai sumber mineral yang potensial dalam mendukung pencegahan dan penanggulangan stunting pada balita. Metode. Penelitian ini menggunakan one shot case study design sebagai pre experimental design. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan. Analisis kandungan zink, zat besi, dan kalsium menggunakan metode 18–13–1/MU/SMM–SIG (ICP OES):18–13–1/MU/SMM-SIG (ICP OES) dan 18–13–1/MU/SMM-SIG (ICP OES) pada PT Saraswanti Indo Genetech (PT SIG) Laboratory, Bogor, Jawa Barat untuk empat formulasi formula polimerik. Hasil. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar zink tertinggi 3,05 mg memenuhi 100 persen angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan balita. Pada anak usia 4–6 tahun, kandungan zat besi tertinggi 6,66 mg memenuhi 66,6 persen AKG dan kandungan kalsium tertinggi 308,36 memenuhi 30,8 persen AKG balita. Kesimpulan. Formula polimerik mengandung zink, zat besi, dan kalsium yang bervariasi pada keempat formulasi. Formula polimerik yang direkomendasikan untuk pencegahan stunting adalah formula tiga dengan kandungan zink dan kalsium tertinggi serta zat besi.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 25-36
Author(s):  
Yayuk Hartriyanti ◽  
Adi Utarini ◽  
Djoko Agus Purwanto ◽  
Budi Wikeko ◽  
Susetyowati Susetyowati ◽  
...  

Latar Belakang. Iodium merupakan mikronutrien penting terutama bagi perkembangan otak janin dan anak. Iodium berperan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sebagian besar organ terutama otak. Konsumsi iodium yang rendah dalam jangka panjang merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Tingkat pengetahuan mengenai GAKI dan garam beriodium berpengaruh terhadap ketersediaan dan praktik penggunaan garam beriodium. Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan GAKI melalui fortifikasi garam dengan iodium. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengetahuan ibu tentang iodium dengan ketersediaan garam beriodium di rumah tangga dan faktor yang memengaruhinya. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional. Data diambil dari 198 rumah tangga menggunakan teknik proportional stratified random sampling. Penilaian pengetahuan ibu dilakukan dengan menggunakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup. Sementara itu, penilaian ketersediaan garam diperoleh dengan pengujian kandungan iodium (KIO3). Uji statistik yang digunakan adalah chi-square test/fisher’s exact test dan Mann Whitney U/Kruskal Wallis untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil. Sebagian besar responden tinggal di daerah dataran tinggi (74,2%), berpendidikan SD (47,5%) dan bekerja sebagai petani (41,4%). Karakteristik lokasi geografi tempat tinggal responden berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai GAKI serta dampak dan faktor risiko GAKI (p=0,023 dan p<0,001), sedangkan pekerjaan responden berhubungan dengan pengetahuan mengenai dampak dan faktor risiko GAKI (p=0,020). Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemenuhan syarat mutu kandungan KIO3 pada garam yang digunakan di rumah tangga. Namun ada kecenderungan responden yang mempunyai garam dengan KIO3 sesuai, lebih banyak pada responden dengan pengetahuan yang baik. Kesimpulan. Responden dengan pengetahuan baik lebih banyak yang memiliki garam dengan kadar iodium sesuai standar. Perlu adanya program edukasi mengenai GAKI, penggunaan dan penyimpanan garam beriodium, serta faktor penyebab penurunan kualitas garam di rumah tangga.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 143-152
Author(s):  
Kristina Rosalia Pakpahan ◽  
Nadiyah Nadiyah ◽  
Harna Harna ◽  
Mertien Sa'pang ◽  
Yulia Wahyuni
Keyword(s):  

Latar Belakang. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai penyakit yang saling berhubungan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi fisiologis tubuh juga semakin berkurang dan terjadi perubahan-perubahan terutama pada perubahan fisiologis karena dengan semakin bertambahnya umur, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Hipertensi juga sering dikaitkan dengan status gizi karena seseorang yang memiliki berat badan lebih cenderung mengalami hipertensi daripada orang dengan berat badan normal. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak dialami oleh lansia yaitu berkurangnya kekuatan jantung. Asupan makan sangat berperan penting dalam menunjang kesehatan dan kontrol tekanan darah. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat kecukupan lemak tidak jenuh tunggal, kalsium, magnesium, kalium, dan status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu PTM Puskesmas Tajur Kota Tangerang. Metode. Rancangan penelitian menggunakan desain cross-sectional. Rancangan dipilih secara proportional stratified random berjumlah 108 responden. Analisis data menggunakan Chi Square. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecukupan lemak tidak jenuh tunggal (96,3%), kalsium (81,5%), dan kalium (54,6%) tergolong kurang (<77% AKG) namun untuk tingkat kecukupan magnesium tergolong cukup (68,5%) dan sebagian besar responden dengan status gizi overweight (74%). Oleh karena itu, tidak terdapat hubungan antara tingkat kecukupan lemak tidak jenuh tunggal, kalsium, magnesium, kalium, dan status gizi dengan kejadian hipertensi (p>0,05). Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara kecukupan konsumsi lemak tidak jenuh tunggal, kalsium, magnesium, kalium, dan status gizi dengan kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu PTM Puskesmas Tajur Kota Tangerang. Akan tetapi kemungkinan disebabkan faktor resiko lain yang berhubungan dengan hipertensi yang tidak dianalisa dalam penelitian ini. Selain itu, perlu diperhatikan asupan untuk menunjang kesehatan lansia.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 93-106
Author(s):  
Susi Nurohmi ◽  
Kartika Pibriyanti ◽  
Dianti Desita Sari
Keyword(s):  
T Test ◽  

Latar belakang. Anemia masih merupakan permasalahan gizi yang dihadapi oleh Indonesia bahkan dunia. Salah satu upaya untuk mengurangi prevalensi anemia adalah memberikan suplementasi zat besi pada remaja. Beberapa penelitian membuktikan efektivitas zat besi meningkat dengan adanya vitamin. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian suplemen zat besi dan vitamin C pada santri. Metode. Subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah santri putri remaja usia 16–18 tahun sebanyak 56 orang yang mengalami anemia yang hanya memiliki kadar hemoglobin (Hb) <12 g/dL. Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan dua kelompok perlakuan yaitu kelompok suplementasi zat besi (Fe) dan kelompok suplementasi zat besi dan vitamin C (Fe+Vit C). Perlakuan dilakukan selama 90 hari dengan satu minggu sekali pemberian suplemen. Analisis statistik digunakan untuk melihat perbedaan variabel dari dua kelompok perlakuan (Independent sample t-test dan Mann Whitney) serta perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah perlakuan (Paired sample t-test dan Wilcoxon). Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari mayoritas subjek memiliki status gizi yang normal dilihat dari parameter IMT/U, lingkar lengan atas (LiLA), dan lingkar pinggang. Sebelum intervensi dilakukan, sebagian besar subjek pada kelompok Fe (58,6%) memiliki status anemia ringan sementara pada kelompok Fe+Vit C, 55,6 persen dikategorikan memiliki status anemia sedang. Rata-rata kadar Hb sebelum intervensi pada kelompok Fe adalah 10,7 g/dL sedangkan pada kelompok Fe+Vit C adalah 11,1 g/dL. Kadar Hb mengalami peningkatan secara signifikan pada kelompok Fe dan Fe+Vit C menjadi 13,0 g/dL dan 12,4 g/dL setelah intervensi dilakukan. Namun demikian tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar Hb setelah intervensi antara kedua kelompok perlakuan. Kesimpulan. Suplementasi Fe maupun Fe+Vit C dapat memperbaiki status anemia pada santri meskipun kadar Hb pada kedua kelompok tidak berbeda nyata setelah intervensi.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 119-130
Author(s):  
Ade Nugraheni ◽  
Mutiara Prihatini ◽  
Aya Yuriestia Arifin ◽  
Fifi Retiaty ◽  
Fitrah Ernawati
Keyword(s):  

Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Anemia pada ibu hamil dapat berdampak pada kesehatan ibu hamil dan anak yang akan dilahirkan. Di negara sedang berkembang seperti di Indonesia penyebab anemia sebagian disebabkan kurang asupan zat besi, dan zat gizi mikro lainnya seperti zink dan vitamin A. Tujuan. penelitian ini bertujuan untuk meneliti profil zat gizi mikroserum ibu hamil dan melihat hubungan antara kadar Hb dengan kadar sTfR, zink, dan vitamin A pada ibu hamil. Metode. Desain penelitian ini adalah potong lintang yang merupakan bagian dari penelitian kohort biomedis tahun 2018 dengan subjek penelitian ibu hamil berusia 16–46 tahun sebanyak 114 sampel. Variabel yang diamati adalah kadar Hb, sTfR, zink, dan vitamin A. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 18.0 dengan uji deskriptif dan uji korelasi pearson. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat ibu hamil yang tergolong pada usia berisiko, yaitu pada kelompok usia 16–19 tahun sebanyak 5,3% dan kelompok usia 41–46 tahun sebanyak 3,5%. Proporsi anemia pada ibu hamil tertinggi dijumpai pada kelompok usia 20–30 tahun yaitu 67,9% dan kelompok usia 31–40 yaitu 33,0%. Secara umum ibu hamil mengalami anemia sebanyak 35,1% dan kekurangan zink sebanyak 86,8%. Kadar sTfR, zink, dan vitamin A berhubungan dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Untuk mencegah anemia pada ibu hamil perlu perbaikan kadar besi, zink, dan vitamin A yang dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan makanan sumber zat besi, zink, dan vitamin A khususnya pada ibu hamil usia 20–30 tahun.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document