scholarly journals Asupan energi, konsumsi suplemen, dan tingkat kebugaran pada atlet sepak bola semi-profesional

2018 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Riski Desiplia ◽  
Eka Novita Indra ◽  
Desty Ervira Puspaningtyas

Latar Belakang: Kebutuhan energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak berperan untuk meningkatkan kesehatan dan stamina dalam permainan sepak bola. Aktivitas latihan pada sepak bola menyebabkan kebutuhan energi atlet mengalami peningkatan. Selain energi, atlet membutuhkan tambahan vitamin dan mineral, baik dari makanan atau dari konsumsi suplemen. Atlet sepak bola profesional memiliki pola latihan yang berbeda dengan atlet sepak bola semi-profesional yang turut berperan dalam perbedaan kebutuhan energi dan konsumsi suplemen.Tujuan: Mengetahui hubungan asupan energi dan konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola semi-profesional. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Penelitian dilakukan di Klub Guntur FC dan HW UMY pada bulan Maret hingga April 2017. Subjek penelitian ini berjumlah 33 atlet sepak bola. Data asupan energi dan konsumsi suplemen dikumpulkan dengan formulir food recall 24 jam dan kuesioner penggunaan suplemen. Tingkat kebugaran diukur dengan multistage fitness test. Perbedaan proporsi dan rata-rata tingkat kebugaran berdasarkan asupan energi dan konsumsi suplemen dianalisis menggunakan uji Chi-Square dan Independent Sample T-test. Hasil: Lebih dari 50% subjek mengonsumsi suplemen jenis vitamin C, suplemen dalam bentuk cair dengan tingkat konsumsi setiap hari. Tidak terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran, baik pada kelompok asupan baik dan kurang baik (p=0,331). Terdapat perbedaan proporsi subjek dengan tingkat kebugaran baik pada kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p=0,013). Terdapat perbedaan rata-rata tingkat kebugaran antara kelompok frekuensi konsumsi suplemen sering dan selalu (p<0,001). Kesimpulan: Tidak ada hubungan asupan energi dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola. Ada hubungan frekuensi konsumsi suplemen dengan tingkat kebugaran atlet sepak bola.

2019 ◽  
Vol 11 (1) ◽  
pp. 39-48
Author(s):  
Enggar Wijayanti ◽  
Ulfa Fitriani

Latar Belakang. Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang banyak terjadi di negara berkembang. Faktor gizi yang turut berkontribusi terhadap kejadian anemia diantaranya adalah kurangnya asupan zat gizi yang memengaruhi pembentukan Hemoglobin (Hb) pada penderita anemia. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsumsi energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin C, vitamin A, dan seng pada subjek penderita anemia dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang diduga menjadi faktor penyebab anemia. Metode. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dan merupakan bagian dari penelitian “Observasi Klinik Formula Jamu Anemia” yang dilakukan pada bulan Maret-Desember 2018. Jumlah subjek sebanyak 83 orang dengan rentang usia 16-49 tahun. Data konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara menggunakan food recall 24 jam dan selanjutnya dianalisis dengan program Nutrisurvey. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng subjek kurang dari AKG, konsumsi energi dalam kategori cukup, dan konsumsi protein, vitamin A serta vitamin C lebih dari AKG. Hasil uji bivariat chi-square menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status anemia dengan konsumsi zat gizi (p>0,05). Kesimpulan. Wanita usia subur (WUS) yang menderita anemia rata-rata memiliki tingkat konsumsi zat besi, asam folat, dan seng kurang dari AKG


2020 ◽  
Vol 12 (1) ◽  
pp. 39-52
Author(s):  
Mariana Sari ◽  
Laras Sitoayu ◽  
Nazhif Gifari ◽  
Nadiyah Nadiyah ◽  
Rachmanida Nuzrina
Keyword(s):  
T Test ◽  
Z Score ◽  

Latar Belakang. Tingkatan kognitif adalah tingkatan pengetahuan anak dalam kemampuan berpikir, mengingat sampai memecahkan masalah, sedangkan intelegensi (kecerdasan) merupakan tindakan terarah yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan nalar yang baik untuk memecahkan masalah. Perkembangan otak berkaitan dengan kemampuan kognitif seseorang yang memiliki peranan penting terhadap prestasi dan keberhasilan dalam pendidikan. Asupan gizi dan status gizi yang normal dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan optimal anak. Hasil survei menyatakan bahwa 34,3 persen anak usia sekolah di Indonesia memiliki kognitif rata-rata. Faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif yaitu keturunan, kematangan biologis, pengalaman fisik, lingkungan, dan ekuilibrasi. Tujuan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan asupan energi, zat gizi makro, vitamin C, zat besi, seng, dan IMT/U berdasarkan tingkatan kognitif. Metode. Sampel yang diambil berjumlah 60 orang dengan desain cross-sectional. Asupan makanan diukur menggunakan food recall, IMT/U menggunakan timbangan dan microtoise, perkembangan kognitif menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan t-test independent dan Mann Whitney. Hasil. Siswa dengan kognitif konkret 43 persen dan kognitif formal 57 persen. Rata-rata asupan energi yaitu 1292 kkal; triptofan 0,3 g; linoleat 2,6 g; linolenat 0,13 g; karbohidrat 178 g; vitamin C 6,3 mg; zat besi (Fe) 4,8 mg; seng (Zn) 4,9 mg; dan IMT/U -0.1 z-score. Variabel yang signifikan adalah asupan energi (p=0,0001), triptofan (p=0,032), linoleat (p=0,003), linolenat (p=0,044), karbohidrat (p=0,0001), zat besi (Fe) (p=0,032), seng (Zn) (p=0,009), dan IMT/U (p=0,038). Asupan vitamin C tidak signifikan dengan nilai p=403. Kesimpulan. Asupan energi, zat gizi makro, zat besi, seng, dan IMT/U yang memadai berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa kelas 5 di SD Negeri Duri Kepa 13 Pagi Jakarta Barat. Siswa dengan asupan zat gizi dalam jumlah cukup dan IMT/U normal memiliki tingkatan kognitif lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki asupan zat gizi dan IMT/U kurang.


2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Siti Nurkomala ◽  
Nuryanto Nuryanto ◽  
Binar Panunggal

Latar Belakang: Praktik pemberian MPASI berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dan anak. Pemberian MPASI yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemberian MPASI pada anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di Kabupaten Cirebon. Subjek terdiri dari 42 subjek stunting dan 42 subjek tidak stunting yang diambil dengan metode consecutive sampling. Praktik pemberian MPASI meliputi waktu pemberian MPASI pertama, variasi bahan MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan asupan zat gizi, didapatkan dari kuesioner food recall 3x24 jam. Stunting ditentukan dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2 SD, sedangkan tidak stunting ditentukan dengan PB/U -2 s/d +2 SD. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square, Independent T-Test, dan Mann Whitney.Hasil: Rerata kecukupan asupan energi pada kelompok stunting adalah 70.14±21.91% total kebutuhan, sedangkan pada kelompok tidak stunting adalah 106.4±35.26% total kebutuhan. Total subjek pada kelompok stunting yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 88.1%, asupan energi cukup sebanyak 9.5%, dan asupan energi berlebih sebanyak 2.4%, sedangkan asupan energi yang rendah, cukup, dan berlebih pada kelompok tidak stunting masing-masing sebanyak 33.3%. Asupan energi, protein, besi dan seng menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok stunting dan tidak stunting (p<0.05). Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI antara kelompok stunting dan tidak stunting (p=0.008), sedangkan waktu pemberian MPASI pertama dan frekuensi pemberian MPASI tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p>0.05).Simpulan: Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI dan rerata asupan energi, protein, besi, dan seng pada praktik pemberian MPASI antara anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan.


2020 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
M Hamsah ◽  
Zulfitriani Murfat ◽  
Rosmiati Rosmiati

Preeklampsia merupakan salah satu masalah kesehatan penyebab kematian ibu selain karena perdarahan dan infeksi, selain itu juga merupakan penyebab kematian dan morbiditas perinatal yang sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu tahun 2012 meningkat sekitar 359/100.000 kelahiran hidup tahun 2007, penyebab kematian ibu di Indonesia adalah preeklampsia 24%, perdarahan 39%, eklamsia 34%, infeksi 7%, partus lama 5%, abortus 5%, dan lainnya 9%. Sekitar 82% pada persalinan ibu yang berusia muda 14-20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pola makan dan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia pada ibu hamil di RSIA Sitii Khadijah 1 Makassar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross – sectional teknik purposive samplingdengan mengambil seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi sampel yaitu 34 responden.Pengumpulan data pola makan menggunakan food model dan formulir food recall 24 jam, sampel asam urat diambil menggunakan alat Easy Touch. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan program Nutrisurvey dan SPSS. Hasil yang diperoleh pada asupan karbohidrat (p: 0,024), lemak (p: 0,008), energy (p: 0,021), natrium (p: 0,026), dan rendahnya vitamin C (p: 0,024) berdasarkan data analisis Chi-Square bermakna dengan nilai p<0,05 yang berarti ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia. Sedangkan pada asupan protein (p: 0,76) tidak bermakna dengan nilai p˃0,05 yang berarti tidak ada hubungan dengan kadar asam urat terhadap risiko kejadian preeklampsia.


2019 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Ririn Kristiani ◽  
Luki Mundiastuti ◽  
Trias Mahmudiono

Background: Chronic nutritional problems that occur in the world and Indonesia is stunted. Deficiency of nutrient intake is one of the direct causes of stunted. Zinc deficiency can cause growth failure, decreased appetite and failure of motor development. Zinc hair concentration is more appropriate to describe zinc status in the past and easier implementation, the handling is simpler and concentration is more sensitive.Objectives: Analyzing differences of zinc hair concentration and food intake (energy , protein, zinc and iron) on stunted and non-stunted at Wilangan Health Center.Methods: This was analytic observational with cross sectional study. Total of samples was 23 stunted toddlers and 23 non-stunted toddlers. Samples were taken randomly. Body height data using mikrotoice, zinc hair concentration with Atomic Absorption Spectrophotometry, food intake with 3x24 hours food recall and questionnaire interviews. Data were analyzed by chi-square, independent t-test and logistic regression.Results: There was differences in hair zinc levels (p = 0.039), energy intake (p = <0.001), protein intake (p = <0.001), zinc intake (p = <0.001) and iron intake (p = 0.003).Conclusions: There was difference betwen low zinc hair levels, energy, protein, zinc and iron intake in toodlers stunted and non-stunted.  Hair zinc levels, energy, protein, zinc and iron intake in toodlers stunted was lower than non-stunted at Wilangan Health Health Center.ABSTRAKLatar Belakang: Permasalahan gizi kronis yang terjadi di dunia dan Indonesia salah satunya adalah stunting. Kurangnya asupan zat gizi merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya stunting.  Defisiensi zinc dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan, penurunan nafsu makan dan kegagalan perkembangan motorik. Kadar zinc rambut lebih tepat untuk menggambarkan status zinc pada masa lampau dan pelaksanaan yang lebih mudah, penanganan lebih sederhana dan konsentrasinya lebih peka.Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar zinc rambut dan asupan makan (energi, protein, zinc dan zat besi) pada balita stunting dan non-stunting di Puskesmas Wilangan.Metode: Rancangan yang digunakan yaitu observasional analitik dengan case control design. Jumlah sampel 23 balita stunting dan 23 balita non-stunting. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Data tinggi badan menggunakan mikrotoice, kadar zinc rambut dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom, asupan makan dengan food recall 3x24 jam dan wawancara kuesioner. Data dianalisis dengan uji chi-square (kadar zinc rambut), dan t-test dependen (asupan makan).Hasil: Terdapat perbedaan kadar zinc rambut (p=0,039), asupan energi (p=<0,001), asupan protein (p=<0,001), asupan zinc (p=<0,001) dan asupan zat besi (p=0,003) pada balita stunting dan non-stunting.Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar zinc rambut, asupan energi, protein, zinc dan zat besi balita stunting dan non-stunting. Kadar zinc rambut, asupan energi, protein, zinc dan zat besi pada balita stunting lebih rendah dibandingkan balita non-stunting di wilayah Puskesmas Wilangan.


2019 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 11-22
Author(s):  
Elok Dwi Anggitasari ◽  
Fillah Fithra Dieny ◽  
Aryu Candra

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan somatotype dengan kesegaran jasmnai atlet sepak bola. Desain penelitian cross sectional dengan sampel sebanyak 42 subjek dipilih secara random sampling. Data somatotype didapatkan dari pengukuran antropometri terdiri dari berat badan, tinggi badan, trisep, suprailiaca, subscapular, calf skinfold, humerus width, fumerus width, dan flixed arm girth yang dihitung dengan metode antropometri Heath-Carter untuk menghasilkan skor somatotype yaitu endomorph, mesomorph, dan ectomorph. Data kesegaran jasmani diperoleh dengan tes ACSPFT (Asian Committee on the Standarization of Physical Fitness Test) terdiri dari tes kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan, kelenturan, dan kekuatan. Data asupan zat gizi diperoleh dengan metode food recall 3x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan kolmogorov-smirnov. Dari semua subjek diperoleh 19% memiliki tipe tubuh endomorph, 26.2% mesomorph, dan 54.8% ectomorph. Secara keseluruhan subjek memiliki kesegaran jasmani 73.8% baik, 21.4% sedang, dan 4.8 % kurang. Ada hubungan somatotype dengan kecepatan (p=0,034), daya ledak otot (p=0.0001), ketangkasan (p=0.0001), kelenturan (p=0.041), kekuatan (p=0.003) dan kesegaran jasmani (p=0.045). Tipe ectomorph dan dan mesomorph memiliki komponen kesegaran jasmani lebih baik dibandingkan tipe endomorph. Asupan energi (p=0.035) dan somatotype (p=0.045) merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kesegaran jasmani  Correlation of Somatotype with Physical Fitness of Football AthletesAbstractThe aim of this study is to analyze the correlation of somatotype with physical fitness in football athletes. A cross sectional study with 42 subjects was selected by random sampling. Somatotype assessed with anthropometric measurements consists of weight, height, tricep, suprailiaca, subscapular, skinfold calf, humerus width, fumerus width, flixed arm girth. The somatotype components were calculating Heath-Carter anthropometric method to obtained somatotype score endomorph, mesomorph, and ectomorph. Physical fitness were obtained by the ACSPFT (Asian Committee on the Standarization of Physical Fitness Test) consists of speed, muscular explosive power, agility, flexibility, and strength. Data of nutrient intake were obtained by food recall method 3x24 hours. Data analyzed by chi-square and kolmogorov-smirnov test. Subjects were 19% endomorph, 26.2% mesomorph, and 54.8% ectomorph. Overall subjects had a good physical fitness 73.8%, 21.4% moderate, and 4.8% less. There were various somatotype correlation with speed (p=0.034), muscle explosive power (p=0.0001), agility (p=0.0001), flexibility (p=0.041), strength (p=0.003) and physical fitness (p=0.045). The ectomorph and mesomorph types had better physical fitness components than the endomorph type. Energy intake (p=0.035) and somatotype (p=0.045) were the most influential variables on physical fitness.


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 69-78
Author(s):  
Nurlaili Handayani ◽  
Muhammad Dawam Jamil ◽  
Ika Ratna Palupi

Faktor gizi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan belajar anak, termasuk pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berada pada usia remaja dan disiapkan sebagai tenaga terampil sesuai bidang keahliannya. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor gizi yang meliputi asupan energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, zat besi, vitamin C, dan zink), kebiasaan sarapan, dan status gizi dengan prestasi belajar pada siswa SMK di Sleman, DIY. Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross sectional pada 100 siswa kejuruan dengan jurusan bidang teknik kendaraan ringan yang berasal dari SMKN 2 Depok, SMKN 1 Seyegan dan SMK Muhammadiyah Prambanan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner karakteristik individu dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Status gizi ditentukan dengan indikator IMT/U dan prestasi belajar diukur dari nilai ujian praktik mata pelajaran kejuruan. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan subjek memiliki asupan energi defisit (68%), protein defisit (40%), lemak defisit (57%), karbohidrat defisit (65%), vitamin C defisit (27%), zat besi defisit (59%), zink defisit (93%), status gizi normal (67%), dan kebiasaan sarapan jarang (35%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan energi dan zat gizi serta status gizi dengan prestasi belajar (p>0,05) tetapi ada hubungan signifikan antara kebiasaan sarapan (p=0,010) serta pekerjaan ayah dan ibu (p=0,030 dan p=0,031) dengan prestasi belajar. Disimpulkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor gizi yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa SMK.


Author(s):  
Ivan Buntara ◽  
Yohanes Firmansyah ◽  
Hendsun Hendsun ◽  
Ernawati Su

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is a form of gastrointestinal motility disorder, where stomach contents reenter the esophagus and oral cavity, causing symptoms and complications. GERD is a condition that is quite often experienced, where the prevalence estimated at 8 - 33% worldwide. One of the suspected cause of  GERD is Ramadan fasting, which has been routinely carried out by Muslim groups. This study aims to prove whether Ramadan fasting triggers GERD. A cross-sectional study (survey) conducted online via Google form on the last three days of the fasting month (21 May 2020 - 23 May 2020). The variables in this study were respondents who fasted Ramadan and those who did not fast, also the total value of the GERD-Q questionnaire along with the final conclusions. Statistical analysis using Chi square with Yates Correction and Independent T-test with Mann Whitney Alternative Test. 311 respondents met the inclusion criteria. The results of Mann Whitney statistical test found that there was no difference in the mean value of the total GERD-Q questionnaire between the fasting and non-fasting groups (p-value: 0.313). Pearson Chi Square with Yates Correction results found no significant relationship between fasting and incidence of GERD (p-value: 0.552), although clinically there was a possibility of fasting had a risk of 1,228 (95% CI: 0.772 -2,088) times to trigger GERD incident.as Conclusion, Ramadan fasting has not been shown to improve GERD symptoms. Further research needs to be done through longitudinal studies. Keywords: GERD; digestion; Ramadan fastingABSTRAKGastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu bentuk gangguan motilitas saluran cerna, dimana isi lambung masuk kembali ke dalam esofagus dan rongga mulut, sehingga menyebabkan gejala dan komplikasi. GERD merupakan kondisi yang cukup sering dialami, dimana prevalensinya diperkirakan mencapai 8 – 33% di seluruh dunia. Salah satu faktor yang diperkirakan sebagai penyebab GERD adalah puasa Ramadhan yang selama ini rutin dijalankan oleh kelompok Muslim. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah puasa Ramadhan mencetuskan kejadian GERD. Penelitian potong lintang (survei) yang dilaksanakan secara online melalui google form pada tiga hari terakhir bulan puasa Ramadhan 2020 (21 Mei 2020 – 23 Mei 2020). Variabel dalam penelitian ini adalah responden yang berpuasa Ramadhan maupun yang tidak berpuasa Ramadhan dan nilai total kuesioner GERD-Q beserta kesimpulan akhir dari kuesioner GERD-Q. Analisis statistik menggunakan uji statistik Chi square with Yates Correction dan Independent T-test dengan Uji Alternatif Mann Whitney. 311 responden memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji statistik Mann Whitney tidak terdapat perbedaan rerata nilai total kuesioner GERD-Q antara kelompok yang berpuasa dan tidak berpuasa (p-value : 0,313). Hasil uji statistik Pearson Chi Square with Yates Correction didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara berpuasa dengan kejadian GERD (p-value : 0,552), walaupun secara klinis ditemukan adanya kemungkinan yang berpuasa lebih berisiko 1,228 (CI 95% : 0,772 -2,088) kali untuk mencetuskan kejadian GERD. Sebagai kesimpulan, Puasa Ramadhan tidak terbukti meningkatkan gejala-gejala GERD. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui studi longitudinal untuk tindak lanjut hasil penelitian ini.


Sari Pediatri ◽  
2020 ◽  
Vol 21 (4) ◽  
pp. 213
Author(s):  
Aninditya Dwi Messaurina ◽  
Agung Triono ◽  
Retno Palupi Baroto ◽  
Cahya Dewi Satria ◽  
Sumadiono Sumadiono

Latar belakang. Defisiensi vitamin D banyak ditemukan pada anak lupus eritematosus sistemik (LSE) dibandingkan dengan anak normal. Berbagai penelitian membuktikan defisiensi vitamin D berkontribusi terhadap perkembangan chronic kidney disease. Belum ada penelitian hubungan vitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak Lupus. Tujuan. Mengetahui hubungan antara 25-hidroksivitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak Lupus.Metode. Menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 62 anak Lupus di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Sardjito yang telah mendapatkan protokol dari Januari 2014 sampai April 2018. Hubungan antara kadar serum 25-hidroksivitamin D dan derajat fungsi ginjal dianalisis menggunakan Independent T-test, sedangkan jenis kelamin, kalsium, steroid, dan aktivitas penyakit dengan uji chi-square. Defisiensi vitamin D didefinisikan konsentrasi 25-hidroksivitamin D<20 ng/ml, sedangkan gangguan ginjal didefinisikan GFR<90/ml/mnt/1.73m2.Hasil. Sebagian besar subyek berjenis kelamin perempuan, 93,5% vs 6,5% dengan rerata usia 14,6±3,1 tahun, dan rerata skor Mex-SLEDAI 7,6±5,6. Secara keseluruhan 66% subyek penelitian mengalami defisiensi vitamin D. Analisis dengan Independent T-tes menunjukkan rerata vitamin D yang mengalami gangguan ginjal 14,14±4,9 lebih rendah dibandingkan normal dengan rerata 19,43±10,3 dengan perbedaan yang bermakna p=0,004. Jenis kelamin, kalsium, steroid, dan aktivitas penyakit tidak berpengaruh signifikan terhadap derajat fungsi ginjal, p>0,05.Kesimpulan. Terdapat hubungan signifikan 25-hidroksivitamin D dengan derajat fungsi ginjal pada anak lupus.


2019 ◽  
Author(s):  
Haira kaniara

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan di Indonesia mayoritas masih kurang puas. Penyebab ketidakpuasan pasien diantaranya faktor kesalahan identifikasi, komunikasi, pemberian obat, dan risiko jatuh. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan penerapan keselamatan pasien dengan kepuasan pasien di Rumah Sakit X. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dengan menyebarkan kuesioner kepada 143 pasien. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling dengan cara menetapkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian diberikan kuesioner hingga terpenuhi jumlah sample, dan melakukan penelitian pada setiap sampel yang terpilih. Data dianalisis menggunakan independent t-test dan uji chi-square. Hasil penelitian didapatkan ada hubungan penerapan keselamatan pasien dengan kepuasan pasien (p= 0,001; OR=1,216; α= 0,05). Karakteristik pasien berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan kelas rawat tidak berhubungan dengan kepuasan pasien (p= 0,331; 0,818; 0,949; 1,000; dan 0,382; α= 0,05). Hasil penelitian juga didapatkan bahwa penerapan aspek keselamatan pasien berupa reassessment pasien risiko jatuh dan dimensi kehandalan (memberi petunjuk, memberi penjelasan) ketika akan melakukan tindakan keperawatan masih belum optimal sehingga menjadi saran untuk ditingkatkan agar kepuasan pasien di rumah sakit X semakin meningkat.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document