scholarly journals PENGARUH BEBERAPA JENIS EKSTRAK TUMBUHAN TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN

2014 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
Author(s):  
Maya Gusmarini ◽  
Suskandini Ratih D. ◽  
Muhammad Nurdin ◽  
Hasriadi Mat Akin

Antraknosa adalah penyakit terpenting dalam budidaya cabai besar karena menyebabkan kehilangan hasil di lapangan mencapai sekitar 75%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak babadotan, tumbuhan siam, alang-alang, dan teki sebagai alternatif pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai yang ramah lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November 2012 sampai dengan Maret 2013. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dengan 5 ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas 2 tanaman cabai (dalam satu polibag). Perlakuan terdiri atas air steril sebagai kontrol (M0), ekstrak Ageratum conyzoides (babadotan) 100 g/100 ml air (M1), ekstrak Chromolaena odorata (tumbuhan siam) 100 g/100 ml air (M2), ekstrak Imperata cylindrica (alang-alang) 100 g/100 ml air (M3), dan ekstrak Cyperus rotundus (teki) 100 g/100 ml air (M4). Pengamatan dilakukan dengan selang waktu tujuh hari sekali. Adapun peubah yang diamati adalah keparahan penyakit pada daun, pada buah, bobot buah cabai sehat, dan bobot buah cabai sakit. Data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ekstrak A. conyzoides (babadotan), C. odorata (tumbuhan siam), I. cylindrica (alangalang), dan C. rotundus (teki) berpengaruh dalam menekan keparahan penyakit antraknosa (2) pengaruh ekstrak A. conyzoides (babadotan), C. odorata (tumbuhan siam), I. cylindrica (alang-alang), dan C. rotundus (teki) berbeda-beda namun ekstrak C. odorata (tumbuhan siam) dan C. rotundus (teki) lebih efektif dari pada A. conyzoides (babadotan), I. cylindrica (alang-alang) dalam menekan keparahan penyakit antraknosa pada daun dan buah cabai.

2013 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
Kristina Hayu Herwidyarti ◽  
Suskandini Ratih ◽  
Dad Resiworo Jekti Sembodo

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan di lahan cabai di Kecamatan Kemiling, Kelurahan Langkapura Bandar Lampung pada bulan Juni hingga Agustus 2012. Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari (a) cabai, (b) Cleome rutidosperma, (c) Cyperus kyllingia, (d) Synedrella nodiflora, (e) Paspalum distichum, dan (f) Ageratum conyzoides yang diinokulasi dengan jamur Colletotrichum capsici pada saat tingginya berkisar antara 9-12 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Keparahan penyakit antraknosa berbeda-beda, pada cabai 0,3% hingga 44,0% %, Cleome rutidosperma sebesar 7,5% hingga 51,0%, Cyperus kyllingia dan Paspalum distichum 0%, Synedrella nodiflora 9,3% hingga 47,0%. dan Ageratum conyzoides 12,8% menjadi 9,1%, (2) Masa inkubasi jamur Colletotrichum capsici berbeda-beda yaitu tersingkat pada gulma Cyperus kyllingia (0 hari), dan masa inkubasi terpanjang pada dan Paspalum conjugatum (27 hari). Pertumbuhan tinggi dan persentase jumlah daun tanaman cabai dan gulma yang diinokulasi dengan Colletotrichum capsici berbeda-beda dari minggu ke- 1 hingga minggu ke- 4. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada gulma Ageratum conyzoides sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada gulma Cleome rutidosperma. Persentase jumlah daun sakit paling besar adalah pada cabai dan Persentase jumlah daun paling kecil pada Cyperus kyllingia.


2016 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 53-61
Author(s):  
Maria Reni Harnani ◽  
Martha Lulus Lande ◽  
Zulkifli Zulkifli

Babandotan (Ageratum conyzoides) mengandung senyawa alelopati yang mampu menghambat pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ekstrak air daun Ageratum conyzoides mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai Juli 2016 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Universitas Lampung. Variabel dalam penelitian ini adalah  tinggi, berat segar, berat kering, kadar air relatif, dan kandungan klorofil total tanaman cabai merah, sedangkan sebagai parameter adalah nilai tengah semua variabel. Penelitian dilakukan dalam rancangan acak lengkap dengan faktor utama adalah ekstrak air daun babandotan dengan 5 taraf konsentrasi yaitu 0% v/v (kontrol),  25% v/v, 50% v/v,  75% v/v, 100% v/v. Analisis ragam dan uji BNT dilakukan pada taraf  nyata 5 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak air daun babandotan menurunkan secara nyata tinggi tanaman (y= -0.022x + 10.12  R2=0.706), berat segar tanaman (y= -0.184x + 34.49  R2=0.932), berat kering tanaman (y= -0.14x + 21.09  R2=0.819), namun meningkatkan kadar air relatif (y= -0.136x + 39.26  R2=0.410). Tidak ada efek ekstrak air daun babandotan terhadap kandungan klorofil total. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak air daun babandotan bersifat alelopati terhadap tanaman cabai merah yaitu menghambat pertumbuhan tanaman cabai merah.


2020 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Andriyani Andriyani

This study aims to determine types of weed existing on coffee plantations in Teras TerunjamVillage of Mukomuko. This research has been conducted from 8 February to 8 March 2018 in Teras Terunjam Village. Sampling is done by using the cruising sampling method on coffee plantation area of 2 ha, and all of them are made as research field. The results showed that the existing weeds in coffee plantations are consisted of 16 species and 12 families. The study found that the family of Amaranthaceae has 1 species (Amaranthus spinosus L), family of Apiaceae 1 species (Centella asiatica), the family of Asteraceae 3 species (Ageratum conyzoides, Mikania micrantha, and Synedrella nodiflora L.), the family of Euphorbiaceae 1 species (Euphorbia hirta L.), the family of Fabaceae 1 species (Mimosa pudica), the family of Cyperaceae 1 species (Cyperus rotundus), the family of Melastomataceae 2 species (Clidemia hirta and Melastoma affine), the family of Phyllanthaceae 1 species (Phyllanthus urinaria), family of Poaceae 2 species (Imperata cylindrica, and Lophatherum gracile ), Rubiaceae family 1 species (Borerria alata), Solanaceae 1 species family (Physalis angulate L.), Verbenaceae family 1 species (Stachytarpeta jamaicensis). In addition, from the existing 16 species, the most commonly weeds found are from the family of Asteraceae, Melastomataceae, and Poaceae. Keywords: Weeds, Plantations, Coffee, Types, Teras Terunjam Village.


2015 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 27 ◽  
Author(s):  
Sri Karindah ◽  
Ardiyanti Purwaningsih ◽  
Anis Agustin

Jengkerik Anaxipha longipennis Serville (Orthoptera: Gryllidae) adalah salah satu predator generalis di habitat sawah yang menyukai telur pelipat daun padi dan serangga-serangga kecil lain seperti wereng-wereng padi. Jengkerik betina menyisipkan telurnya pada batang atau pelepah daun padi dan gulma-gulma di habitat sawah. Tempat bertelur yang disukai akan menjamin keberlanjutan keberadaan jengkerik di habitat sawah. Pada penelitian ini telah dicoba untuk mengetahui jenis gulma yang dipilih sebagai tempat bertelur selain pada tanaman padi. Tujuh belas species gulma dan padi telah dipaparkan pada 5 pasang jengkerik sebagai tempat bertelur pada suatu percobaan memilih secara bebas. Sembilan spesies gulma telah dipilih sebagai tempat bertelur oleh A. longipennis selain padi. Telur diletakkan paling banyak pada padi dan berturut-turut diikuti pada Monochoria vaginalis, Cyperus rotundus, C. iria, Echinochloa colonum, E. crusgalli,  Eleusine indica, Fimbristylis miliacea, Imperata cylindrica, dan  Limnocharis flava. Sedangkan Alternanthera sessilis, Ludwigia adscen-dens, Commelina diffusa, Leersia hexandra, Leptochloa chinensis, P. repens, Ageratum conyzoides dan Sonchus arvensis tidak dipilih oleh A. longipennis sebagai tempat bertelur.


Agrotek ◽  
2018 ◽  
Vol 4 (7) ◽  
Author(s):  
Anti Uni Mahanani

<em>The purpose of this research is to identify the potency of gulma plant in jayawijaya region to become medicinal plants. Purpose Sampling method was being used in the data collection. The result of the inventaritation research found that there are 18 weeds utilized as medicine plants in jayawijaya region, namely: : Babandotan (Ageratum conyzoides), Rumput Gajah (Pannisetum purpureum), Putri Malu (Mimosa pudica), Kukuyaan (Corenia violacea), Ciplukan (Physalis angulata L.), Kecimbling Hijau dan Merah (Stachytarpheta mutabilis Vahl), Rumput Teki (Cyperus rotundus), Rumput 9 Dewa, Alang-Alang (Imperata cylindrica), Tapak Kuda/Gagan (Cantella asiatica L.), Patikan Emas (Euphorbia hirta L.), Biji Kacang, Boborongan (hyptis brevipes Poit), Bayam Berduri (Amaranthus spinosus L.), Urang-Aring (Eclipta prostrata L.), Tembelekan (Lantana camara L.), Tunjuk Langit, and Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa� (L).</em>


Author(s):  
Ikhsan Hasibuan ◽  
Prihanani Prihanani ◽  
Danner Sagala

The investigation was done to use the allelopathical potency of tested weeds as botanical herbicide, to find the best concentration of weed extract, to find the effect of allelopathy to either weed of onion or the onion. The experiment was carried out in experimental land of Agriculture Faculty, The University of Hazairin, North Bengkulu and Laboratory of Agronomy for four months.The experiment was arranged factorially in a randomized block design with three replications. The kinds of extract weeds were Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Mikania micrantha and Ageratum conyzoides. Concentration was applied at 0%, 10%, 20%, 30%, and 40%.The result concluded that extract, concentration or interaction of the two not only affected insignificant to growth and yield of onion but also dry weight of weed. However, extract of Cyperus rotundus tent to suppress the weed around the onion. Concentration of extract showed inconsistent response to all parameters. It probably because the concentration was still low so that the effect of maintenance was dominant.


2015 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
Author(s):  
Intan Zahara Arie ◽  
Joko Prasetyo ◽  
Efri Efri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak alang-alang (Imperata cylindrica), teki (Cyperus rotundus), dan babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap pertumbuhan dan sporulasi Colletotrichum musae. Penelitian juga bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak alang-alang, teki dan babadotan terhadap keparahan penyakit antraknosa secara in vivo.Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, dari bulan Juni sampai dengan September 2014. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 (lima) perlakuan dan 6 (enam) ulangan. Lima perlakuan tersebut yaitu kontrol, iprodion 50%, esktrak teki, babadotan, dan alang-alang. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan kemudian dilanjutkan dengan uji BNT 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak teki, babadotan dan alang-alang dapat menekan pertumbuhan, sporulasi C. musae secara in- vitro dan keparahan penyakit antraknosa pada buah pisang secara in-vivo. Ekstrak teki dan babadotan lebih efektif dalam menekan pertumbuhan, sporulasi C. musae dan keparahan penyakit antraknosa pada buah pisang. Ekstrak teki dan babadotan menunjukkan keefektifitasan yang sebanding dengan fungisida iprodion 50% dalam menekan keparahan penyakit antraknosa pada buah pisang.


2021 ◽  
Vol 26 (01) ◽  
pp. 87-96
Author(s):  
Edgardo Jiménez Martínez ◽  
Carlos Alberto Cardoza Gonzalez ◽  
José María Roque García

En Nicaragua la producción de chiltoma (Capsicum annuum L.) está en manos de pequeños y medianos agricultores principalmente en el norte del país, para el ciclo 2017-2018 el Banco Central dio a conocer que en Nicaragua se establecieron 562 ha-1,con una producción de 18,182 toneladas y rendimientos de 32,3 t ha-1. En Tisma no se ha realizado anteriormente ningún estudio acerca de las condiciones socioeconómicas y fitosanitarias en las que se encuentran los sistemas de producción de chiltoma. Esta investigación tuvo por objetivo caracterizar sistemas de esta hortaliza desde el punto de vista socioeconómico, fitosanitario, mediante la aplicación de una encuesta a productores. En base a la información recopilada, se ha interpretado el registro de 20 sistemas de producción de este pimiento. Los resultados mostraron que la mayoría de productores de chiltoma corresponden al sexo masculino, con edades entre 30 y 74 años, la mayoría están en manos de sus propios dueños y otra parte son alquiladas. Los principales insectos y ácaros plagas presentes, son los ácaros, y la mosca blanca (Bemisia tabaci), la enfermedad que más se presenta es la virosis, seguida de la marchitez por Phytophthora, las malezas más reportadas son el coyolillo (Cyperus rotundus L.) y bledo (Amaranthus spinosus L.). Los insectos son manejados en su mayoría haciendo uso de insecticidas químicos sintéticos. El manejo de las enfermedades de suelo, follaje y fruto, en su totalidad se realiza mediante el uso de químicos sintéticos. Mayormente las malezas son manejadas mediante prácticas culturales como uso de machete y azadón.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document