ANALISIS BAHAYA LONGSOR DI AREA RENCANA PEMBANGUNAN JALUR KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG CK 88-CK 114 (Studi Kasus Kabupaten Bandung Barat)

2019 ◽  
Vol 3 ◽  
pp. 1071
Author(s):  
Fauzan Muzakki ◽  
Boedi Tjahjono ◽  
Dwi Putro Tedjo Baskoro

Mulai tahun 2015 hingga 2019 di Kabupaten Bandung Barat akan dibangun sebuah jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Padahal daerah tersebut cenderung bergunung dan berbukit sehingga berpeluang untuk longsor. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan bahaya longsor skala 1:25.000 berbasis peta sub-faset lahan (satuan lahan) skala 1:25.000 sebagai satuan pemetaan di CK 88-CK 114 (KM 88-KM 114). Metode penelitian ini mencakup intepretasi visual citra penginderaan jauh untuk pemetaan faset lahan, dan penggunaan lahan dan perhitungan MCE (Multi Criteria Evaluation) untuk penilaian bahaya longsor. Skor dan bobot dari setiap parameter longsor diperoleh dari pendapat para pakar bencana melalui analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Berdasarkan hasil analisis AHP dan MCE, parameter utama terjadinya longsor di lokasi penelitian adalah faktor geologi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lokasi penelitian didominasi oleh kelas bahaya longsor sedang seluas 42% dari total luas lokasi penelitian, sedangkan kelas bahaya longsor rendah dan tinggi secara berturut-turut seluas 28% dan 30%. Jika dilakukan perbandingan antara jumlah titik longsor terhadap luasan kelas bahaya longsor diperoleh nilai kerapatan kelas bahaya longsor tinggi hingga rendah secara berturut-turut terdapat pada kelas bahaya tinggi, sedang, dan rendah. Oleh karena itu, prediksi zona bahaya longsor yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dikategorikan baik.

2014 ◽  
Vol 86 (3) ◽  
pp. 1497-1505
Author(s):  
ANOSHIRVAN ALAMI ◽  
ALIREZA ESLAMI ◽  
SEYED A. HASHEMI

Taxus baccata is a native species to the Caspian forests and is considered as the identification of these forests by some resources. The aim of this study was to understand the ecological characteristics of T. baccata in order to find suitable areas for its plantation in the Pone Aram preserve of Golestan province. Therefore, Multi-Criteria Evaluation (MCE) methods based on Analytical Hierarchy Process (AHP) were used. In this process at first the needed and effective natural indexes were used as 10 parameters. Then the final map of suitable areas for T. baccata plantation were produced based on Bolian and MCE models. According to the results, in Bolian method about 6218 ha of the total area of the study site (30554 ha) were estimated as suitable and semi suitable and 24336 ha were estimated as unsuitable for MCE model showed that about 2482 ha of the whole 30554 ha area of the study site is adequate for T. baccata plantation and 6181 ha is not adequate for T. baccata plantation. Regarding the results of the MCE and Bolian methods it has been concluded that for dynamic ecological parameters in delineation of suitable areas for T. baccata plantation the MCE weighting is more appropriate than Bolian. Using the results of this investigation it is possible to adequate areas for the presence of T. baccata and to execute a plan in order to facilitate the plantation of T. baccata in northern forests of Iran (watershed 88).


2020 ◽  
Vol 8 (4) ◽  
pp. 182-190
Author(s):  
Adama Gassama Jallow ◽  
Djim M. L Diongue ◽  
Huguette C. Emvoutou ◽  
Daouda Mama ◽  
Serigne Faye

2021 ◽  
Vol 73 (2) ◽  
pp. 516-529
Author(s):  
Daniel Camilo de Oliveira Duarte ◽  
Júlio Cesar de Oliveira ◽  
João Luiz Lani ◽  
Marlene Salete Uberti ◽  
Éder Teixeira Marques ◽  
...  

O Sistema de Informação Geográfica (SIG) tem sido amplamente utilizado no Cadastro Territorial Multifinalitário (CTM) para gerenciar dados e informações acerca dos imóveis e das diversas temáticas relacionadas ao Planejamento Urbano e a Gestão Territorial. Entre as ferramentas presentes em um SIG, a Multi-Criteria Evaluation (MCE) é utilizada em várias áreas da ciência e os seus resultados são mapas de susceptibilidade ou adequabilidade, elaborados por meio da combinação de restrições, fatores e pesos que permitem subsidiar a tomada de decisão. No contexto de Goiânia, a MCE foi utilizada para definir áreas de adequabilidade à valorização imobiliária. Para isso foram utilizados dados geográficos das temáticas: Meio Ambiente, Topografia, Transporte e Mobilidade, Educação, Patrimônio Histórico e Cultura, Saúde e Assistência Social, Infraestrutura Urbana e Serviços Urbanos. Todos os dados passaram por técnicas de análise espacial para serem escalonados em fatores em termos de sua adequabilidade a valorização imobiliária por meio das lógicas booleana e Fuzzy. Além disso, os fatores foram submetidos a processos de ponderação por meio do método Analytical Hierarchy Process (AHP) correlacionado com a Planta Genérica de Valores (PGV). Para combinar os fatores da análise foram utilizados os métodos da Combinação Linear Ponderada (CLP) e a Média Ordenada Ponderada (MOP). Os resultados demostram que as Regiões Central e Campinas apresentaram maior valorização imobiliária, concluindo que a MCE amplia a capacidade de modelagem da influência geográfica nos valores dos imóveis.


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 1-10
Author(s):  
Bayu Aji Sidiq Pramono ◽  
Karunia Pasya Kusumawardani ◽  
Emy Puspita Yuendini

Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh parameter meteorologi yang meliputi aspek cuaca seperti curah hujan, angin, suhu, dan kelembaban. Salah satu bencana hidrometeorologi yang terjadi di Indonesia yaitu banjir. Dalam 8 tahun terakhir, telah terjadi banjir di DAS Jali Cokroyasan yang menggenangi sebagian Kabupaten Purworejo. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan banjir di DAS Jali Cokroyasan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG) diaplikasikan untuk memetakan tingkat kerawanan banjir di DAS Jali Cokroyasan. Parameter yang digunakan antara lain curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan bentuklahan. Data curah hujan didapatkan dari Dinas Pertanian Peternakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Purworejo. Data penggunaan lahan didapatkan dari citra Landsat 8 OLI yang diolah berdasarkan klasifikasi multispektral tidak terselia. Data kemiringan lereng diekstraksi dari DEM ALOS PALSAR dengan resolusi 10 m.  Data bentuklahan dihasilkan dari interpretasi visual DEM ALOS PALSAR dan citra Landsat 8 OLI. Semua parameter diproses dengan analisis spasial berdasarkan metode skoring Analytical Hierarchy Process (AHP) dan metode overlay Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). Pengujian model dilakukan dengan metode in depth interview. Hasil analisis berupa peta tingkat kerawanan banjir di DAS Jali Cokroyasan. Berdasarkan peta tersebut, hilir DAS yang mendekati outlet DAS menjadi area yang rawan terjadinya bencana banjir luapan karena hilir DAS memiliki topografi yang landai. Zonasi tingkat kerawanan pada peta diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam menanggulangi resiko akibat banjir, meningkatkan kapasitas masyarakat, dan meminimalisasi kerugian akibat bencana.


2018 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 86-94
Author(s):  
M. Galih Permadi ◽  
Boedi Tjahjono ◽  
Dwi Putro Tejo Baskoro

Bencana longsor merupakan salah satu bencana yang sering melanda Indonesia. Data yang dihimpun dari BPBD Kota Bogor, menunjukkan pula bahwa kejadian longsor menempati urutan pertama dari 6 jenis bencana yang ada di Kota Bogor; pada tahun 2017 terdapat 179 kejadian longsor (40.5%) dari 442 kejadian bencana yang tercatat. Guna mendukung program pembangunan di kota ini, penelitian risiko longsor sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan memetakan risiko longsor Kota Bogor dan merumuskan rekomendasi mitigasinya. Metode yang digunakan adalah Multi Criteria Evaluation dimana bobot dan skor dari setiap parameter diperoleh dari Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kerawanan dan bahaya longsor tertinggi luasannya terdapat di Kecamatan Bogor Selatan, hal ini sesuai dengan kondisi landform yang ada di wilayah tersebut, dimana 60.5% wilayahnya merupakan bentuklahan lereng bawah kerucut vulkanik denudasional, tebing sungai, serta lembah dan teras alluvial. Namun demikian untuk risiko tertinggi luasannya terdapat di Kecamatan Bogor Utara. Hal ini dikarenakan dominasi penggunaan lahan permukiman dan jumlah penduduk yang tinggi, sehingga faktor kerentanan menjadi indikator naiknya nilai risiko. Untuk Kota Bogor yang dominan dengan penggunaan lahan permukiman, arahan mitigasi yang direkomendasikan meliputi perlakuan teknik sipil, teknik vegetatif, dan teknik sosial pada kelas risiko sedang dan tinggi. Kecamatan Bogor Selatan dalam hal ini merupakan kecamatan yang paling luas areanya untuk diterapkan tindakan mitigasi. Kata kunci: longsor, bahaya, kerentanan, risiko, bentuklahan, mitigasi


2018 ◽  
Vol 11 ◽  
pp. 137-155
Author(s):  
Kabi Prasad Pokhrel ◽  
Gagan Ale ◽  
Ashok Raut

 This paper is an analysis of potential settlement locations for polycentric centers and their expected role in socio-cultural, economic, environment and transport network as well as spatial development in the Baglung district. Using multi criteria evaluation analysis approach and analytical hierarchy process (AHP) numbers of polycentric settlement centers were identified as the potential centers for socio-economic development at the district level. The empirical findings indicate the polycentric settlement centers not only promote economies and facilitate social integration but also generate a disproportionate number of trips and promote transit ridership. It also helps to strengthen forward and backward linkages between hinterland and service providing center. A balanced and sustainable polycentric development model has been proposed for overall sustainable development through development of polycentric settlement.The Geographical Journal of NepalVol. 11: 137-155, 2018


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 61-76
Author(s):  
Fitri Insani ◽  
Baba Barus ◽  
Djuara P. Lubis

Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) have very significant contribution to the growth and development of the economy of Bekasi City with a total of approximately 203,000 units. The large number of food processing MSMEs in Bekasi City has not been accompanied by the formation of a spatially integrated MSMEs center zoning. This research aims to understand the spatial distribution and the determination of the zones of food processing MSMEs in Bekasi City. The research was conducted in Bekasi City during February-August 2019. Data were obtained through data tracing from related agencies, field observations, and interviews with experts. Analytical methods include Analytical Hierarchy Process (AHP) to determine the weight of each parameter, and Multi Criteria Evaluation (MCE) for determining development centers. Analysis shows that the number of selected MSMEs was 220 samples, with the highest number of MSMEs in Pondok Gede District. Food processing MSME development zones in Bekasi City are divided into three development zones, namely development zone 1, development zone 2, and development zone 3. Development zone 1 and development zone 2 are the best zones located in West Bekasi District, Jatiasih District, and Jatisampurna District. Development Zone 2 consists of North Bekasi District, Medan Satria District, Pondok Gede District, and Pondok Melati District because the two zones are adjacent to Jakarta City. Meanwhile, development zone 3 should receive special attention, consisting of Bantar Gebang District, South Bekasi District, East Bekasi District, Mustika Jaya District, and Rawalumbu District.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document