scholarly journals PERBANDINGAN DEFORMASI DINDING PADA BASEMENT METODE TOP-DOWN DENGAN ANALISIS CONSTRUCTION STAGE DAN ANALISIS KONVENSIONAL

2021 ◽  
Vol 4 (3) ◽  
pp. 591
Author(s):  
Raynaldi Raynaldi ◽  
Alfred Jonathan Susilo

ABSTRACT In basement construction with the top-down approach, excavation and slab installation work are carried out in stages. However, not all geotechnical applications can simulate construction stages, hence this effect has been ignored by many engineers in practice. Therefore, in this study, the effect of basement construction stages is analyzed using MIDAS GTS NX. In the program, two different analyses are performed. The first analysis is the construction stage analysis that simulates construction stages. As a comparison, a conventional analysis is performed which doesn't simulate construction stages. The two analysis results are compared. This analysis focuses mainly on the wall deformation. The modeling consists of 5 excavation stages (17 meters deep) and a diaphragm wall (36 meters deep). The walls are given 5 layers of slab reinforcements. In the first excavation stage, the maximum wall deformation results in both analyses show slightly different results (the construction stage analysis result is 8% greater than that of conventional analysis). However, in the final excavation stage, a significant difference is shown (the construction stage analysis result is 37% greater than that of conventional analysis). These results indicate that the effect of construction stages should not be neglected, especially in multi-story basements with top-down construction.ABSTRAK Pada konstruksi basement dengan metode top-down, pekerjaan penggalian dan pemasangan pelat dilakukan secara bertahap. Namun, tidak semua aplikasi geoteknik dapat mensimulasikan tahapan konstruksi sehingga pengaruhnya sering diabaikan oleh banyak insinyur dalam praktiknya. Maka, pada penelitian ini dilakukan analisis pengaruh tahapan konstruksi basement menggunakan aplikasi MIDAS GTS NX. Pada program, akan dilakukan dua analisis yang berbeda. Pertama, dilakukan analisis construction stage yang mensimulasikan tahapan konstruksi. Sebagai perbandingan, dilakukan analisis konvensional yang tidak mensimulasikan tahapan konstruksi. Kedua hasil analisis dibandingkan. Analisis ini lebih berfokus pada deformasi yang terjadi pada dinding diafragma. Pemodelan terdiri dari 5 tahap galian dengan kedalaman 17 meter dan dinding diafragma dengan kedalaman 36 meter. Dinding diberi perkuatan pelat sebanyak 5 lapis. Pada galian tahap pertama, hasil deformasi maksimum dinding pada kedua analisis menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda (hasil analisis construction stage lebih besar 8% dibandingkan hasil analisis konvensional). Tetapi pada galian tahap akhir, hasil deformasi maksimum dinding pada kedua analisis menunjukkan perbedaan signifikan (hasil analisis construction stage lebih besar 37% dibandingkan hasil analisis konvensional). Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh tahapan konstruksi sebaiknya tidak diabaikan khususnya pada basement bertingkat banyak dengan metode top-down.

2020 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 479
Author(s):  
Calvin Wijaya ◽  
Ali Iskandar ◽  
Aniek Prihatiningsih

Basement is an underground building that can serve as an utility room and parking space. In the basement the work can be done in various ways that also at the time of operation can give effect change in the soil around the work. The analysis was taken from the case study of basement development project in Jakarta. The construction method is the top down method. The diaphragm wall is 1 metre thick, 55 meters depth, 71.5 meters in length and 60 meters in width. This analysis will focus more on the calculation of the diaphragm wall deformation and the iternal forces that occurs in the structure that is inside the Diaphragm wall. The analysis will be assisted with 3-dimensional finite element  program with modelling Mohr-Coulomb soil failure and attempted in drained conditions. Project land with a depth of 120 meters divided into 7 layers. The analysis is done in 5 stages ranging from 1st excavation to the 5th excavation. From the 5th  stage, the analysis results of  diaphragm wall is in safe condition.AbstrakBesmen adalah sebuah struktur bawah tanah yang dapat berfungsi sebagai ruangan utilitas dan tempat parkir. Dalam pengerjaan basement dapat dilakukan dengan berbagai cara yang juga pada saat pengerjaanny dapat memberikan efek perubahan pada tanah disekitar perkerjaannya. Analisis yang dilakukan diambil dari studi kasus proyek pembangungan basement di Jakarta. Metode konstruksi yang dilakukan adalah metode top down. Dinding diafragma yang diguanakan berukuran tebal 1 meter, dalam 55 meter, panjang 71.5 meter dan lebar 60 meter. Analisis ini akan lebih berfokus pada perhitungan deformasi dinding diafragma dan gaya dalam yang terjadi pada struktur yang ada di dalam dinding diafragmanya. Analisis akan dibantu dengan program elemen hingga 3 dimensi dengan pemodelan kegagalan tanah mohr-coulomb dan dicoba pada kondisi drained. tanah proyek dengan kedalaman 120 meter dibagi menjadi 7 lapisan. analisis dilakukan dalam 5 tahap mulai dari galian 1 sampai galian ke-5. Dari ke-5 tahap tersebut didapatkan hasil analisis bahwa dinding diafragma dalam kondisi aman.


2017 ◽  
Vol 13 (4) ◽  
pp. 260 ◽  
Author(s):  
Baskoro Abdi Praja ◽  
Andreas Triwiyono

Jembatan Lemah Ireng 1 pada ruas jalan Tol Semarang-Bawen terbuat dari beton prategang dengan panjang total 879 m. Pada masa konstruksi dua perbedaan kondisi teknik terhadap rencana, yakni perubahan material pasir dan perubahan perpindahan traveler. Keduanya diduga sebagai penyebab perbedaan elevasi desain dengan elevasi aktual sehingga dilakukan levelling aspal dengan tebal bervariasi. Jembatan ini didesain untuk memenuhi masa layan 100 tahun namun berdasarkan kondisi aktual, diperlukan peninjauan terhadap perilaku dan kuat layan jembatan hingga umur rencana. Dengan pengaruh variasi pembebanan jangka panjang (rangkak susut) dan kondisi perubahan teknis akibat penambahan aspal, penelitian rangkak susut ini perlu dilakukan untuk mengetahui perilaku lendutan pada gelagar boks jembatan hingga umur rencana. Beberapa tahapan pembebanan yang dilakukan adalah menerapkan beban levelling aspal, dan beban rangkak dan susut dengan menggunakan variasi durasi jangka panjang dengan interval 5, 10 , 15, 20, 40, 60, 80 dan 100 tahun. Analisis dilakukan secara linear statik serta memanfaatkan fasilitas Construction Stage Analysis untuk efek time-dependent pada software Midas Civil 2011. Penelitian ini dilakukan dengan hanya meninjau aksi tetap. Perilaku rangkak susut jembatan cukup signifikan di 5 tahun pertama setelah konstruksi selesai. Lendutan maksimum rangkak susut dan total berada di bentang terpanjang (P4-P5)  masing-masing sebesar 17,53 dan 25,71 cm. Lendutan yang terjadi hingga umur rencana 100 tahun masih dalam batas izin, namun tetap perlu pengawasan yang terencana. Dampak minimum rangkak susut terhadap total lendutan pada jembatan Lemah Ireng 1 sebesar 45%. Hal ini menunjukkan rangkak susut terhadap defleksi total hingga umur rencana merupakan efek jangka panjang yang relatif besar.


1995 ◽  
Vol 80 (3_suppl) ◽  
pp. 1075-1082 ◽  
Author(s):  
Salvatore De Marco ◽  
Roxanne M. Harrell

A comparative study was undertaken to assess the relative magnitude of the effects of linguistic context on the perception of word-juncture boundaries in 30 young school-aged children, 30 older school-aged children, and 30 adults. Minimally contrasted two-word phrases differing in word-juncture boundaries were embedded in a meaningful sentence context, nonmeaningful sentence context, and in neutral phrase context. Groups performed similarly in the neutral phrase context, and two older groups performed better than the young group in the meaningful context. The poorest performances occurred during the nonmeaningful context, with a significant difference among age groups. Heavier reliance upon top-down processing and less developed linguistic and metalinguistic competence may account for the observed differences among groups.


Author(s):  
Sergey B. Kosytsyn ◽  
Vladimir Y. Akulich

The work is aimed at research of the stress-strain state of a cylindrical shell of a tunnel using the non-linear static analysis and construction stage analysis. Research is carried out on the example of determining the stress-strain state of the tubing (shells) of the main line tunnel, constructed using a tunnel powered complex (slurry shield). Based on obtained results, a comparative analysis of the computational models with the corresponding conclusions is presented.


2018 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
Author(s):  
Hadianti Muhdinar Pasaribu

Banyaknya pembangunan infrastruktur yang merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu daerah menyebabkan terjadinya penyempitan lahan didaerah tersebut. Sehingga pemanfaatan ruang dan lahan sangat dibutuhkan untuk menunjang kemajuan pesatnya pembangunan infrastruktur. Salah satu inovasi terbaik dalam mengatasi masalah keterbatasan lahan adalah membuat bangunan bawah tanah sehingga memberi ruang yang lebih untuk pembangunan. Pembangunan yang cukup terbaru di Indonesia saat ini adalah pembangunan MRT (Mass Rapid Transit) yang dilakukan di Jakarta. Pembangunan ini dalam pelaksanaannya membutuhkan proses konstruksi terowongan (tunneling) dan galian dalam untuk tiap stasiunnya. Pada penelitian ini, penulis terpusat terhadap masalah galian dalam pada stasiun Senayan dari proyek konstruksi MRT Jakarta. Permasalahan terbesar dalam suatu pekerjaan galian dalam adalah adanya deformasi lateral pada dinding bangunan bawah tanah dalam hal ini yang digunakan adalah dinding diafragma (D-Wall) dan juga adanya penurunan tanah disekitar galian. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengecekan agar tidak terjadi keruntuhan. Metode konstruksi yang digunakan pada stasiun Senayan adalah metode konstruksi Top-Down. Pada penelitian ini dilakukan analisis deformasi horizontal dan penurunan tanah menggunakan software Plaxis 3D dengan dua pemodelan tanah, yaitu model tanah Mohr Coulomb dan Hardening Soil. Hasil deformasi horizontal yang diperoleh menggunakan model tanah Hardening Soil lebih mendekati  monitoring dilapangan dibandingkan dengan model tanah Mohr-Coulomb. Penelitian ini berfokus pada bagian-bagian tepi pada dinding diafragma melengkapi jurnal sebelumnya yang berfokus pada titik tengah dari dinding diafragma. Besarnya deformasi horizontal pada tahap akhir galian (penimbunan kembali tanah hingga dasar muka tanah) di titik P#80 (di tepi dinding diafragma) tercatat pada monitoring inclinometer sebesar 4.15 mm, dan deformasi yang dihasilkan menggunakan model Hardening Soil sebesar 9.57 mm sedangkan  menggunakan model Mohr-Coulomb sebesar 16.05 mm. Hasil deformasi horizontal yang diperoleh menggunakan model tanah Hardening Soil lebih mendekati  monitoring dilapangan dibandingkan dengan model tanah Mohr-Coulomb meskipun hasil yang diperoleh cukup jauh dari monitoring dilapangan.  Kata Kunci : Galian Dalam, Deformasi Horizontal, Model Mohr Coulomb, Model Hardening Soil, Plaxis 3D  The number of infrastructure development which is one of the benchmarks of the progress of a region causes the narrowing of land in the area. So that the utilization of space and land is needed to support the rapid progress of infrastructure development. One of the best innovations in overcoming the problem of land limitations is to make the underground building giving more space for development. The most recent development in Indonesia today is the construction of MRT (Mass Rapid Transit) conducted in Jakarta. This development in its implementation requires tunneling and deep trenching process for each station. In this study, the authors centered on the deep trenching problems at the Senayan station from the Jakarta MRT construction project. The biggest problem in a deep trenching work is the lateral deformation of underground building walls in this case which is used diaphragm wall (D-Wall) and also the decrease of soil around the excavation. Therefore, it is necessary to check to avoid collapse. The construction method used in Senayan station is a Top-Down construction method. In this research, horizontal deformation and soil degradation analysis using Plaxis 3D software with two soil modeling, Mohr Coulomb and Hardening Soil soil model. The result of the horizontal deformation obtained using Soil Hardening Soil model is closer to monitoring the field compared to the Mohr-Coulomb soil model. This study focuses on the edges of the diaphragm wall complementing the previous journal focusing on the midpoint of the diaphragm wall. The magnitude of the horizontal deformation at the final stages of excavation (backfill) to P # 80 (on the edge of the diaphragm wall) was recorded in inclinometer monitoring of 4.15 mm, and the resulting deformation using the Hardening Soil model of 9.57 mm while using the Mohr model -Coulomb of 16.05 mm. The horizontal deformation results obtained using the Soil Hardening Soil model is closer to the field monitoring than the Mohr-Coulomb soil model although the results obtained are quite far from the field monitoring.Keywords: Deep Excavation, Horizontal Deformation, Mohr Coulomb Model, Hardening Soil Model, Plaxis 3D.


Author(s):  
Marco Zucca ◽  
Nicola Longarini ◽  
Federico de Socio ◽  
Iacopo Migliori

2010 ◽  
Vol 36 (2) ◽  
pp. 207-223 ◽  
Author(s):  
Ahmet Can Altunisik ◽  
Alemdar Bayraktar ◽  
Baris Sevim ◽  
Suleyman Adanur ◽  
Arman Domanic

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document