scholarly journals Hubungan Kadar Serum Erithropoietin Dengan Transferin Pada Ibu Hamil Anemia Dan Ibu Hamil Normal

2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 220
Author(s):  
Epi Satria ◽  
Arni Amir ◽  
Vaulinne Vaulinne

Penyebab anemia dalam kehamilan yaitu akibat defisiensi besi. Pemeriksaan ertitropoietin dan transferin menjadi alternatif dalam mengidentifikasi anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Tujuan penelitian adalah menentukan hubungan kadar serum erithropoietin terhadap transferin pada ibu hamil anemia dan ibu hamil normal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional comparative study. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kuranji pada bulan November 2018 sampai Januari 2019. Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil anemia dan hamil normal dengan jumlah sampel 64 orang pada dua kelompok. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Pemeriksaan kadar eritropoietin dan transferin dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Unand dengan metode ELISA. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk dan uji t tidak berpasangan dan korelasi pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar eritropoietin pada ibu hamil anemia yaitu 69,83 ± 20,21 mU/ml, dan 57,81 ± 21,86 mU/ml pada ibu hamil normal (p<0,05). Rerata kadar transferin pada ibu hamil anemia yaitu 203,32 ± 77,66 ng/ml, dan 165,63 ± 65,12 ng/ml pada ibu hamil normal (p<0,05). Terdapat hubungan kadar eritropoietin dengan transferin pada ibu hamil anemia (p<0,05). Spulan penelitian ini ialah terdapat perbedaan rerata kadar eritropoietin dan transferin pada ibu hamil anemia dan normal. Terdapat hubungan kadar serum erithropoietin dengan transferin pada ibu hamil anemia, namun tidak terdapat hubungan kadar serum erithropoietin dengan transferin pada ibu hamil normal.

2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 220
Author(s):  
Epi Satria ◽  
Arni Amir ◽  
Vaulinne Vaulinne

Penyebab anemia dalam kehamilan yaitu akibat defisiensi besi. Pemeriksaan ertitropoietin dan transferin menjadi alternatif dalam mengidentifikasi anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Tujuan penelitian adalah menentukan hubungan kadar serum erithropoietin terhadap transferin pada ibu hamil anemia dan ibu hamil normal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional comparative study. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kuranji pada bulan November 2018 sampai Januari 2019. Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil anemia dan hamil normal dengan jumlah sampel 64 orang pada dua kelompok. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Pemeriksaan kadar eritropoietin dan transferin dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Unand dengan metode ELISA. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk dan uji t tidak berpasangan dan korelasi pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar eritropoietin pada ibu hamil anemia yaitu 69,83 ± 20,21 mU/ml, dan 57,81 ± 21,86 mU/ml pada ibu hamil normal (p<0,05). Rerata kadar transferin pada ibu hamil anemia yaitu 203,32 ± 77,66 ng/ml, dan 165,63 ± 65,12 ng/ml pada ibu hamil normal (p<0,05). Terdapat hubungan kadar eritropoietin dengan transferin pada ibu hamil anemia (p<0,05). Spulan penelitian ini ialah terdapat perbedaan rerata kadar eritropoietin dan transferin pada ibu hamil anemia dan normal. Terdapat hubungan kadar serum erithropoietin dengan transferin pada ibu hamil anemia, namun tidak terdapat hubungan kadar serum erithropoietin dengan transferin pada ibu hamil normal.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 36
Author(s):  
Ika Yulia Darma

Ketuban pecah dini adalah masalah penting dalam obstetri dengan insiden 8 % pada kehamilan. Kejadian KPD disebabkan oleh muktifaktorial, diantaranya adalah faktor infeksi dan nutrisi ibu hamil yang mempengaruhi pembentukan selaput ketuban. Beberapa peneliti menemukan bahwa peningkatan matrix metalloproteinase-2  akan mendegradasi matrix extraseluler, menjadi lemah sehingga memicu terjadinya KPD. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan MMP-2 serum dengan ketuban pecah dini dan kehamilan normal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional comparative study. Penelitian dilakukan pada empat rumah sakit di Padang pada bulan September – Oktober 2018. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil dengan diagnosa ketuban pecah dini (n=29) dan seluruh wanita dengan kehamilan normal(n=29). Pemeriksaan MMP-2 dilakukan dengan metode ELISA. Uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan dan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar MMP-2 pada KPD yaitu 35,17 ± 2,23 ng/ml, dan pada kehamilan normal 33,27 ± 0,82 ng/ml (p<0,05). Terdapat perbedaan kadar MMP-2 pada ketuban pecah dini dan kehamilan normal. Kesimpulan penelitian terdapat perbedaan rerata kadar MMP-2 pada ketuban pecah dini dan kehamilan normal.


Author(s):  
Monika Kushwaha ◽  
Sanjeev Narang

Background: This study is cross-sectional, observational and comparative study, at Index Medical College, Hospital & Research Centre, Indore, Madhya Pradesh from July 2017 to July 2019 with sample size 100 placentae. Method: The placenta received was evaluated blinded of maternal pregnancy outcome. The pattern of morphology was evaluated both qualitatively (type of lesion) and quantitatively (number of lesions). Result: In Present study 79% of the deliveries were term deliveries and 21% were preterm deliveries. On placental macroscopy, placenta weight was significantly low among the neonates of preterm deliveries (370.00±60.49) as compared to term deliveries (440.89±55.22). Preterm placenta had higher number of abnormal placental lesion compared to term pregnancies. Conclusion: The uteroplacental insufficiency defined as placental infarct, fibrosis of chorionic villi, thickening of blood vessels, and poor vascularity of chorionic villi. Placental histopathological lesions are strongly associated with maternal under perfusion and uteroplacental insufficiency. These are the reasons for preterm birth. Thus, knowledge of the etiological factor can be use to reduce maternal and neonatal morbidity and mortility. Keywords: Placenta, Term & Preterm.


2020 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 256-263
Author(s):  
Abdul Qodir

Penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis dipercaya dapat mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi, tetapi banyak pasien hipertensi tekanan darahnya tidak terkontrol. Hal tersebut dikarenakan kepatuhan yang buruk dalam melaksanakan rekomendasi gaya hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan faktor yang berhungan dengan kepatuhan melaksanakan rekomendasi modifikasi gaya hidup. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional di pukesmas dinoyo Kota Malang tahun 2019. Teknik pengambilan sampel menggunakan Consecutive Sampling. Kuesioner yang digunakan meliputi : karakteristik demografi, pengetahuan dan rekomendasi mofifikasi gaya hidup pasien hipertensi. Hubungan antara rekomendasi modifikasi gaya hidup dengan variabel independen dianalisis menggunakan uji chi square dan analisis regresi logistik. 140 pasien hipertensi berpartisipasi dalam penelitian ini (60 laki-laki, 80 wanita). Prevalensi kepatuhan adalah 28,6 %. Tingkat pengetahuan berhubungan signifikan  dengan kepatuhan melaksanakan rekomendasi gaya hidup (p=0,00). Jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan tidak mempunyai hubungan signifikan dengan kepatuhan rekomendasi modifikasi gaya hidup (p= 0,06; p=0,21; p=0,87). Pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepatuhan rekomendasi modifikasi gaya hidup. Management of pharmacological and non-pharmacological is believed to control blood pressure and prevent complications,  but many hypertensive patients have uncontrolled blood pressure. This is due to poor adherence to recommended lifestyle modifications. This study was aimed to determine the factors associated with adherence to recommended lifestyle modifications of hypertensive patients. A cross-sectional study was conducted in Pukesmas Dinoyo Malang in 2019. Consecutive Sampling was used to select study subjects. The questionnaire included information about demographic characteristics, knowledge, practice of lifestyle-modification measures. Associations between adherence to lifestyle modification and independent variables were analyzed using chi square and multivariate logistic regression analysis. 140 hypertensive patients participated in the study (60 men, 80 women). The prevalence of adherence was 28.6%. The level of knowledge was significant associated with adherence to recommended lifestyle modifications (p = 0.00). Genders , age, and educational level were no significant associated with to recommended lifestyle modifications (p= 0.06; p=0.21; p=0.87). Knowledge was significant associated with adherence to recommended lifestyle modifications of hypertensive patients.


2019 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 402
Author(s):  
Iskim Luthfa ◽  
Nurul Fadhilah

<p><em>People with diabetes mellitus are at risk of developing complications, so that it affects the quality of life. These complications can be minimized through self-care management. This study aims to determine the relationship between self management with the quality of life for people with diabetes mellitus. This research is a kind of quantitative research with correlation study. This research used cross sectional design. The sampling technique uses non probability with estimation consecutive sampling. The number of respondents in this research are 118 respondents. Instrument for measuring self management used diabetes self management questionnaire (DSMQ), and instruments to measure quality of life used quality of life WHOQOL-BREEF. The data obtained were processed statistically by using spearman rank test formula and p value of 0,000 There is a significant relationship of self management with the quality of life of people with diabetes mellitus.</em></p><p> </p><p><em>Penderita </em><em>Diabetes mellitus </em><em>beresiko mengalami komplikasi yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Komplikasi tersebut dapat diminimalkan melalui manajemen perawatan diri (self management). Penelitian ini bert</em><em>ujuan </em><em>untuk</em><em> menganalisis hubungan self management dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus. </em><em>Jenis p</em><em>enelitian ini </em><em>adalah</em><em> deskriptif korelasi</em><em> dengan desain cross sectional</em><em>. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability </em><em>sampling </em><em>dengan pendeka</em><em>t</em><em>an consecutive sampling</em><em>.</em><em> </em><em>J</em><em>umlah </em><em>sampel sebanyak</em><em> </em><em>118 responden.</em><em> </em><em>Instrumen </em><em>penelitian </em><em>untuk mengukur self management </em><em>menggunakan</em><em> </em><em>diabetes self management questionnaire</em><em> (DSMQ), </em><em>dan instrumen untuk mengukur kualitas hidup menggunakan </em><em>quality of life </em><em>WHOQOL-BREEF.</em><em> Analisis data menggunakan spearman rank dan didapatkan hasil nilai </em><em>p value 0,000</em><em> dan r 0,394.Terdapat </em><em>hubungan </em><em>antara </em><em>self management</em><em> dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus</em><em> dengan arah korelasi positif.</em></p>


2018 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 568
Author(s):  
Ainal Mardiah ◽  
Arni Amir ◽  
Andi Friadi ◽  
Ellyza Nasrul

<p><em>Iron deficiency anemia is anemia caused by iron deficiency in the blood. Maternal iron deficiency affects the low iron reserves in neonates </em><em>and it also influences on </em><em>Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF) </em><em> which affects cognitive function.</em><em> </em><em>The purpose of this study was to determine the difference mean of BDNF in neonates from normal pregnant women and pregnant women with iron deficiency. </em><em>The design of this research was Cross Sectional</em><em> </em><em>design. This research was conducted in Community Health Center of Lubuk  Buaya, Ambacang Community Health Center, Community Health Center of Ikur Koto Health Center and Biomedical Laboratory of Andalas University on February 2017 to April 2018. There were 42 pregnant women was selected as sample e of this research. The samples were chosen by Consecutive Sampling. Then, the sample is divided into two groups: normal pregnant women and pregnant women with iron deficiency anemia. BDNF are examined by the ELISA. Next, the data were analyzed by using T test. The levels of BDNF neonates in normal pregnant group was 3.65(ng/ml) and the anemia pregnant group was 1.74(ng/ml) (p &lt;0.05). There was significant difference of BDNF levels in neonates from normal pregnant women and pregnant women with iron deficiency anemia. </em><em>The conclusion of this study is there is a difference of average BDNF in neonates from normal pregnant women and pregnant women with iron deficiency.</em></p><p> </p><p>Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi dalam darah. Defisiensi besi  maternal berdampak pada rendahnya cadangan besi pada neonatus dan berdampak terhadap ekspresi Brain Derived Neurotropic Factor (BDNF) yang berpengaruh pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan rerata kadar BDNF pada neonatus dari ibu hamil normal dan ibu hamil defisiensi besi. Desain penelitian ini adalah Cross Sectional. Penelitian dilakukan di Puskesmas Lubuk Buaya, Puskesmas Ambacang, Puskesmas Ikur Koto dan Laboratorium Biomedik Universitas Andalas pada bulan Februari 2017 – Juli 2018. Sampel Penelitian adalah ibu hamil sebanyak 42 orang yang dipilih secara Consecutive Sampling, sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu ibu hamil normal dan ibu hamil anemia defisiensi besi. BDNF diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisa menggunakan uji T test. Kadar BDNF neonatus pada ibu kelompok normal adalah 3,65(ng/ml) dan kelompok ibu anemia adalah 1,74(ng/ml) (p&lt;0,05). Terdapat perbedaan bermakna kadar BDNF pada neonatus dari ibu hamil normal dan ibu anemia defisiensi besi. <em></em></p>


2021 ◽  
pp. 014556132110001
Author(s):  
Daniel J. Lee ◽  
Daniella Daliyot ◽  
Ri Wang ◽  
Joel Lockwood ◽  
Paul Das ◽  
...  

Objective: To directly compare the prevalence of chemosensory dysfunction (smell and taste) in geographically distinct regions with the same questionnaires. Methods: A cross-sectional study was performed to evaluate the self-reported symptoms among adults (older than 18 years) who underwent COVID-19 testing at an ambulatory assessment center in Canada and at a hospital in Israel between March 16, 2020, and August 19, 2020. The primary outcome was the prevalence of self-reported chemosensory dysfunction (anosmia/hypomsia and dysgeusia/ageusia). Subgroup analysis was performed to evaluate the prevalence of chemosensory deficits among the outpatients. Results: We identified a total of 350 COVID-19–positive patients (138 Canadians and 212 Israelis). The overall prevalence of chemosensory dysfunction was 47.1%. There was a higher proportion of chemosensory deficits among Canadians compared to Israelis (66.7% vs 34.4%, P < .01). A subgroup analysis for outpatients (never hospitalized) still identified a higher prevalence of chemosensory dysfunction among Canadians compared to Israelis (68.2% vs 36.1%, P < 0.01). A majority of patients recovered their sense of smell after 4 weeks of symptom onset. Conclusion: Although the prevalence of chemosensory deficit in COVID-19 was found to be similar to previously published reports, the prevalence can vary significantly across different geographical regions. Therefore, it is important to obtain regionally specific data so that the symptom of anosmia/dysgeusia can be used as a guide for screening for the clinical diagnosis of COVID-19.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document