The purpose of this study was to find the structure janturan of the Yogyakarta shadow puppet. A further goal of this research is to find a method for learning puppetry language, especially janturan language. To achieve the above objectives, the researchers will first identify and categorize the structure of janturan carried out by Ki Hadi Sugito, Ki Timbul Hadiprayitno, Ki Suparman, and Mudjanattistomo. Second, the grammatical structure of the Yogyakarta senior puppeteers’ puppets wasthen reduced to the grammatical structure of the Yogyakarta shadow puppet show. To find the structure janturan of Yogyakarta Purwa shadow puppet, this study will apply structural analysis. The concept of tatas in chess aesthetics is the version of Soetarno et al. (2007) and the grammatical structure of the Sasangka version (1989) were used as analysis blades in this study. Janturan is the ukara-ukara (‘sentences’) kenès which are arranged in a complete, sequential, and not overlapping manner. As a ukara certainly has a grammatical structure. To be able to find the grammatical structure of scattering, the tatas concept and the grammatical theory of Javanese language are used. From the results of the study of the (grammatical) structure of the Yogyakarta senior mastermind’s succession, the following pattern is obtained: The first part is a section that contains worship. The second part of the janturan contains the greatness of the kingdom which is the center of storytelling. The third part of janturan contains the great king in the great kingdom who is the center of storytelling. The fourth part of the janturan is about the preparation of the trial and those present at the hearing. It is expected that the results of this study can improve teaching materials in thesubject of Bahasa Pedalangan, Pedalangan Rhetoric, and Basics of Pakeliran in the Pedalangan Department.Tujuan penelitian ini adalah menemukan struktur janturan wayang kulit purwa Yogyakarta. Tujuan lebih jauh dari penelitian ini ialah menemukan satu metode belajar bahasa pedalangan khususnya bahasa janturan. Untuk mencapai tujuan di atas, pertama-tama peneliti akan mengidentifikasi dan mengkategorikan struktur janturan yang dibawakan oleh Ki Hadi Sugito, Ki Timbul Hadiprayitno, Ki Suparman, dan Mudjanattistomo. Kedua, struktur gramatikal janturan dalang-dalangsenior Yogyakarta tersebut kemudian direduksi menjadi struktur gramatikal janturan wayang kulit purwa Yogyakarta. Untuk menemukan struktur janturan wayang kulit purwa Yogyakarta penelitian ini akan menerapkan analisis struktural. Konsep tatas dalam estetika catur versi Soetarno dkk. (2007) dan struktur gramatikal ukara versi Sasangka (1989) digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini. Janturanmerupakan ukara-ukara (‘kalimat-kalimat’) kenès yang disusun secara lengkap, urut, dan tidak tumpang tindih. Sebagai sebuah ukara tentu memiliki struktur gramatikal. Untuk dapat menemukan struktur gramatikal janturan digunakan konsep tatas dan teori struktur gramatikal bahasa Jawa. Dari hasil pelacakan terhadap struktur (gramatikal) janturan para dalang senior Yogyakarta, diperoleh pola sebagai berikut: Bagian pertama merupakan satu bagian yang berisi tentang doa pemujaan. Bagian kedua dari janturan berisi tentang kebesaran kerajaan yang menjadi pusat penceritaan. Bagian ketiga dari janturan berisi tentang raja agung di kerajaan besar yang menjadi pusat penceritaan. Bagian keempat dari janturan berisi tentang persiapan sidang dan yang hadir di dalam sidang. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menyempurnakanbahan ajar mata kuliah Bahasa Pedalangan, Retorika Pedalangan, dan Dasar-dasar Pakeliran di Jurusan Pedalangan.