JOURNAL OF CONTEMPORARY INDONESIAN ART
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

50
(FIVE YEARS 26)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Institut Seni Indonesia Yogyakarta

2442-3637, 2442-3394

2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 57-63
Author(s):  
Alex Cristian Justisia Ginting

Seni lukis Byzantine adalah salah satu warisan kesenian dunia yang belum banyak dibahas oleh kalangan akademisi seni di Indonesia. Warisan seni lukis Byzantine sering disamakan dengan Ikonografi, yaitu gambar-gambar suci yang sampai hari ini masih dipertahankan fungsinya dalam gereja-gereja yang menggunakan ritus Byzantine (Gereja Orthodox dan Gereja Katolik Ritus Byzantine). Seni Byzantine dibagi tiga periode, yaitu awal, tengah, dan akhir, dimana pada periode Tengah-Akhir muncul ikon berjenis Menologion. Seni lukis Byzantine dikaji menggunakan Ikon Pesta Transfigurasi yang merupakan digitalisasi dari ikon aslinya yang berasal dari abad ke-16 untuk menjelaskan bentuk visual, struktur dan hubungannya dengan narasi. Kajian  menemukan ada kesamaan antara visualisasi narasi ikon dengan struktur pesta Gerejawi yang memiliki tiga pola (Pra Pesta – Pesta – Pasca Pesta/Apodosis).Byzantine painting is one of the world's artistic heritage that art academics have not widely discussed in Indonesia. The legacy of Byzantine painting is often equated with iconography, which is sacred images that still retain their function in churches that use the Byzantine rite (Orthodox Church and Byzantine Rite Catholic Church). Byzantine art had developed in three periods, namely beginning, middle, and end, wherein the Middle-Late period, an icon of the Menologion type appears. The byzantine painting was studied using the Transfiguration Feast Icon, digitizing the original icon dating from the 16th century to explain its visual form, structure, and relationship to narrative. The study found similarities between the visualization of the iconic narrative and the ecclesiastical party structure with three patterns (Pre Pesta – Pesta – Post-Pesta / Apodosis). 


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 74-89
Author(s):  
Amos Setiadi ◽  
KI Ismara Kusumatatwa

Abstrak: Saat ini di wilayah Jawa, keris masih dianggap sebagai sesuatu yang disucikan, disucikan, jimat, sakti, dan sesuatu yang memiliki kekuatan luar biasa. Dengan cara ini, orang percaya bahwa keris dapat mempengaruhi karir, kesehatan, dan karakter peserta didik oleh guru (Sang Guru). Penjelasan bagaimana fenomena itu bisa terjadi dibahas dalam trans-kepribadian, pendidikan psikologi, metafisika, dan budaya. Orang menganggap perannya baik sebagai media pembelajaran yang cocok untuk pendidikan karakter di masa lalu dan sebagai bantuan warisan budaya luhung (Indah) yang diakui oleh UNESCO. Tulisan ini bertujuan untuk memandang dan menempatkan keris secara proporsional sebagaimana mestinya: sebagai kaca benggala penggunaan media pembelajaran modern dalam pendidikan karakter yang harus lebih baik. Tulisan ini kesimpulan dari observasi partisipan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama di lingkungan yang relevan; penjelasannya terutama didasarkan pada beberapa pengalaman peneliti setelah melewati meditasi yang diperpanjang.Nowadays, in the Java region, keris is still considered as something which is sacred, holy, amulets, magic, and something which has extraordinary power. This way, people believe that keris can influence career, health, and learner’s character by the teacher (Sang Guru). The explanation of how that phenomenon can happen is discussed under trans-personality, psychological education, metaphysics, and cultures. It regards its role both as a suitable learning medium for the character education in the past and as an aid luhung (Beautiful) culture heritage admitted by UNESCO. This paper aims to proportionally regard and place keris as it should be: as kaca benggala (mirror) of the use of modern learning media in character education, which has to be better. This paper is not a common-sense, but an inference of a participant observation conducted in a long enough time in a relevant environment; the explanation is mainly based on some experience of the researcher after passing through an extended meditation. Hopefully, our future generation can see the authentic keris, not only as a picture – the way they now see Javanese tiger – and they do not have to go to museums in neighboring countries.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 90-97
Author(s):  
Haidarsyah Dwi Albahi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penciptaan karya lukis dan wujud visualisasi karya berdasarkan ekspresi personal terhadap dinamika kehidupan yang terjadi di perantauan. Pustaka ini mengandung nilai kesadaran dan motivasi untuk mengarungi hidup dari sudut pandang pencipta sebagai mahasiswa perantau. Pada bagian proses penciptaan karya terdapat beberapa tahapan antara lain; 1) pemanfaatan sumber data literasi, 2) riset media meliputi eksperimen bentuk visual, eksperimen teknik garap dan tahap perenungan. Visual tampilan wujud karya lukis bernuansa hitam putih menggunakan eskpresi simbolik personal. Penciptaan karya lukis dengan tema “dinamika merantau” menghasilkan tiga buah karya lukis yang berjudul “home sweet home”, kedua “dream in forest”, dan ketiga “belenggu kebebasan”.This research aims to find out the process of creating paintings and the visualization of works based on personal expressions of the dynamics of life that occur in the field. This library contains the value of awareness and motivation to wade through life from the creator's point of view as a nomad. In creating work, there are several stages, namely 1) the utilization of literacy data sources, 2) media research including visual form experiments, work engineering experiments and contemplation stages. Visual display of black and white paintings using personal symbolic expression. The creation of paintings with the theme "regional dynamics" resulted in three paintings entitled "home sweet home", both "dream in a forest", and third "shackles of freedom".


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 105-112
Author(s):  
Yemima Yoke Handakara

Pandemi virus Corona (COVID-19) yang berkepanjangan membuat masyarakat merasa jenuh dan bosan. Adanya kebijakan Work From Home (WFH) membuat masyarakat mau tidak mau membatasi ruang gerak mereka. Keadaan perekonomian masyarakat yang terpuruk juga membuat keadaan menjadi semakin sulit bagi kebanyakan orang. Satu per satu tren kreatif sebagai ungkapan menghibur diri bermunculan. Salah satunya scrapbook yang bukan hanya sebagai media pengasah kreatifitas, tetapi juga bisa menjadi media menulis (diary). Penelitian ini memiliki tujuan untuk membuat kreasi scrapbook sebagai media kreasi sekaligus sebagai alat art therapy. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan estetika dan metode penelitian Practice Based Research.The prolonged Corona virus (COVID-19) pandemic has made people feel bored and bored. The existence of the Work From Home (WFH) Policy has made people not want to limit their space. The deteriorating state of the community's economy also made things even more difficult for most people. One by one, creative trends as expressions of self-entertainment emerge. One of them is scrapbook, which is not only a creative media sharpener, but also a written media (diary). This research aims to make scrapbook creations as a creative medium as a therapeutic art tool. The research was conducted using an aesthetic approach and practical research based research methods.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 64-73
Author(s):  
Muhammad Khirzan Ulinnuha

Penelitian ini merupakan pengamatan dan eksplorasi aspek-aspek dalam mandala untuk dijadikan ide dalam menciptakan karya seni. Penelitian bertujuan menghasilkan karya seni yang inovatif dan eksploratif yang bisa memicu pentingnya menjaga pikiran serta hubungan antara manusia dan Penciptanya.  Metode penelitian artistik ini adalah penelitian berbasis praktik. Peneliti menyatu dengan benda-benda yang diamati dengan imajinasi secara timbal-balik; serta merujuk pada metode kreasi yang diterbitkan dalam jurnal-jurnal untuk membuat penelitian yang bebas dari subjektivitas dan guna menghasilkan paparan yang lebih rinci. Hasilnya dalam bentuk beberapa karya seni sebagai representasi kreatifitas dalam mendefinisikan mandala dan filosofinya. Karya ini secara teknis merupakan hasil amatan atas berbagai referensi visual dan paduan berbagai teknik  dan mendigitalisasi sebagai sentuhan akhir. Karya juga diterapkan dalam bentuk wallpaper gawai untuk menghadirkan makna baru atas mandala.This artistic research is an effort to observe and explore aspects in mandalas to be used as ideas in creating artwork. The purpose of this art creation research is to create innovative and exploratory works of art to spark the importance of taking care of our minds and maintaining the relationship between man and his Creator.  This artistic research method is practice-based research. The researcher fused with objects observed by imagination reciprocally; he has also referred to the methods of published creations in current journals to make the research free from subjectivity and exposure is more detailed. The results are in the form of works art as representations of how the researcher creatively defines the mandala and the philosophy of mandalas. This work is technically the result of various visual references,  blending techniques between Drawing-painting and digitization as the finishing touch. This work is also applied in the form of gadget wallpaper to present a new meaning over mandalas.


2021 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 98-104
Author(s):  
Hilary Adina Theresa Cuffie

Public art is an art form that is displayed in public spaces; it’s for everyone to enjoy. Its existence creates interests, entertainment, and beautifies the environment. Public art fulfills a variety of functions within the public sphere, providing opportunities for, artistic self-expression; community dialogue; education and enjoyment; inspiring participation in appreciation and creation of art; community problem solving; enhancement of the physical infrastructure and environment; and demarcation, celebration and transformation of places. This research aims to explore the impact public art has on the society. The literature review, document analysis and interview were done to help justify the findings of the investigation. The research found that there are multidimensional impacts of public art in urban environment(s). The perceived benefits of art that is displayed in public spaces either in physical, social, or cultural domains suggest that public art is very prominent in creating liveability and sustainability of the city.Seni publik adalah bentuk seni yang ditampilkan di ruang publik; itu untuk dinikmati semua orang. Keberadaannya menciptakan minat, hiburan, dan memperindah lingkungan. Seni publik memenuhi berbagai fungsi dalam ruang publik, memberikan kesempatan untuk ekspresi diri artistik; dialog komunitas; pendidikan dan kesenangan; partisipasi yang menginspirasi dalam apresiasi dan penciptaan seni; pemecahan masalah masyarakat; peningkatan infrastruktur fisik dan lingkungan; dan demarkasi, perayaan dan transformasi tempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak seni publik terhadap masyarakat. Tinjauan pustaka, analisis dokumen dan wawancara dilakukan untuk membantu membenarkan temuan penyelidikan. Penelitian ini menemukan bahwa ada dampak multidimensi seni publik di lingkungan perkotaan. Manfaat yang dirasakan dari seni yang ditampilkan di ruang publik baik dalam ranah fisik, sosial, maupun budaya menunjukkan bahwa seni publik sangat menonjol dalam menciptakan liveability dan keberlanjutan kota.


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Karen Hardini
Keyword(s):  

Sekolah Sungai Jembatan Edukasi Siluk (JES) merupakan komunitas non-profit yang berlokasi di kolong jembatan sungai siluk, imogiri, Bantul, Yogyakarta. JES mengadaptasi konsep sekolah alam yang berbasis alam semesta. Secara fisik, bentuk sekolah bukan gedung atau bangunan, melainkan kolong jembatan yang dikelilingi alam sebagai ruang kreatif berkesenian. Tulisan ini membahas tentang transformasi pada praktik pendidikan seni anak-anak JES dalam kerja kolaborasi, mengelaborasi praktik ekologis dan pendidikan kesenian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan dibantu dengan metode multi-site etnografi (etnografi dan netnografi). Data kemudian dianalisis menggunakan teori transit- transisi Maruška Svašek untuk mengetahui bagaimana proses transit- transisi kehadiran JES dari kondisi lingkungan alam yang kumuh menjadi ruang kreatif untuk praktik pendidikan seni anak-anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan ruang kreatif JES tidak sekedar mentransformasi tapi juga mem transubstansi dari kolong jembatan yang dianggapan kumuh menjadi available. JES hadir dalam konsep sekolah alam menitikberatkan pada penanaman menghargai dan memandang alam sebagai sesuatu yang perlu dipelihara. Anak dikenalkan kepada lingkungan sekitar lewat eksplorasi langsung seperti penggunaan media seni alam dari pertanian, peternakan, dan barang bekas untuk berkesenian. Pameran seni lukis juga diadakan JES untuk menajamkan kepekaan rasa, kebebasan berekspresi dan apresiasi anak terhadap karya seni.Kata Kunci: jembatan siluk, pendidikan kreatif, praktik ekologis, Svasek, transformasi


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Elisa Faustina

Sepanjang sejarah seni, telah banyak seniman yang berkarya seni dari pengalaman penyakit mentalnya. Penyakit mental sendiri berarti ketidakmampuan individu untuk beraktivitas karena gangguan signifikan klinis secara psikologis. Gejala penyakit mental seringkali tidak terdeteksi sebab kerap kali tersamarkan sebagai imajinasi bagi seniman. Di sisi lain, karya seni menjadi perekam akan pengalaman hidup pembuatnya. Memoar penyakit mental divisualisasikan dalam lukisan dengan warna-warna berintensitas tinggi dan bentuk-bentuk ganjil. Bentuk dan objek yang disajikan bersifat nanar dan ambigu, dengan kecenderungan surealistik. Untuk menyuarakan kelimbungan yang dialami dalam penyakit mental. Lukisan akan lebh banyak membawakan suasana dalam karya. Sebab penyakit mental sendiri adalah pengalaman yang tidak jelas batas-batasnya. Penyakit mental masih memiliki stigma dalam masyarakat. Lewat karya lukis, konflik internal dalam kehidupan seseorang dapat didiskusikan. Lukisan menjadi salah satu media pembebasan bagi nilai-nilai konvensional. Pengemasan ide dan gagasan secara kreatif melalui nilai-nilai estetika, memberikan pandangan dan pengalaman baru bagi audiens agar dapat menghargai mereka dengan penyakit mental.Kata Kunci: Penyakit Mental, Terapeutik, Katarsis, Otobiografis, Memoar


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Minto Minto

Ekosistem memiliki peran yang sangat penting untuk semua makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Dengan perkembangan teknologi, manusia memiliki kesempatan mengatasi kerusakan ekosistem dengan menciptakan mesin khusus berupa robot untuk memperbaiki ekosistem. Pada saat menempuh pendidikan di SMK jurusan teknik otomotif, terdapat mata pelajaran yang berisi menggambar komponen- komponen mesin. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan pada bentuk–bentuk mekanik yang sering diamati. Muncul imajinasi untuk memperbaiki kerusakan ekosistem oleh manusia menggunakan robot. Sebagai seorang yang berkecimpung dalam seni lukis, gagasan untuk merespon fenomena kerusakan ekosistem divisualkan dalam bidang dua dimensional berupa lukisan. Dalam perwujudan lukisan dengan tema robot dan ekosistem, menggunakan teknik deformasi, deformasi yang digunakan adalah trasformasi, yaitu mengubah susunannya saja tanpa mengubah bentuk.Kata kunci: Robot, Ekosistem, Deformasi


2021 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
Author(s):  
Prasojo Yulistianto

Kejahatan seksual terhadap wanita sering terjadi di dunia kerja, dalam bentuk pelecehan seksual. Tindakan ini dapat terjadi di perusahaan kecil maupun besar, dan ironisnya dapat pula terjadi di lembaga pendidikan yaitu sekolah. Pada dunia kerja pelecehan sering terjadi antara atasan dan bawahan, sedangkan pada lembaga pendidikan antara pengajar dan murid, antara yang memiliki kuasa/kebijakan dan penerimanya. Hal ini adalah kenyataan pahit yang memang terjadi dan masih berulang. Tingkat pendidikan dan status sosial seseorang terkadang tidak menjamin dirinya memiliki nilai-nilai moral yang baik dan stabil, karena nilai moral manusia bersifat fluktuatif, terkadang naik dan turun. Penyebabnya adalah anggapan bahwa wanita dipandang hanya sebagai objek seks saja, hal ini menghilangkan sisi kemanusiaan pelakunya dan kurangnya pelatihan  pada  pegawai, atau edukasi pada murid bagaimana cara untuk mencegah tindakan ini menimpa mereka serta penyelesaiannya. Pelecehan seksual mengakibatkan kerugian baik secara fisik maupun mental pada korbannya. Penulis ingin mengungkapkan gagasan kritisnya mengenai fenomena ini lewat karya seni grafis, menghadirkan figur monster sebagai wujud metaforik.Kata Kunci:  Kejahatan  Seksual  Dunia  Kerja,  Media  Seni  Grafis, Monster Birahi


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document