BEST PRACTICES OF CHURCH BUILDING BASED ON LOCAL WISDOM IN KENDARI CITY: A STUDY IN THE STASI ANDUONOHU OF CATHOLIC CHURCH
<p>Meskipun telah dijamin oleh Konstitusi, pembangunan tempat ibadah di sejumlah wilayah, khususnya dalam konteks mayoritas-minoritas masih menemui banyak kendala. Pemerintah menyusun regulasi PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 bertujuan untuk menyelesaikan problem pembangunan rumah ibadah tersebut secara administratif, namun seringkali, di hadapan kasus konflik pembanguan rumah ibadah, tidak memberi solusi yang diharapkan. Penelitian ini mencoba untuk melihat kearifan lokal sebagai modal alternatif bagi best practice pembangunan rumah ibadah di Kota kendari. Dengan menjadikan pembangunan Gereja Katolik Stasi Anduonohu sebagai kasus, peneliti menemukan Pembangunan Gereja Katolik Stasi Anduonohu berjalan dengan baik, dimana pihak gereja mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administratif yang disyaratkan sesuai regulasi yang berlaku, tanpa penolakan dari warga sekitar yang dominan beragama muslim. Dalam pembangunan gereja tersebut, meskipun tidak secara eksplisit disebut didasarkan pada kearifan lokal, pembangunan Gereja Katolik Stasi Anduonohu ditunjang oleh adanya nilai/rasa tanggung jawab, saling menghargai dan mengasihi, maupaun kesediaaan untuk berkorban seperti yang ditunjukkan oleh pihak warga di sekitar lingkungan gereja maupun pihak gereja sendiri. Masyarakat sekitar gereja tidak berpartisipasi bentuk pemberian bantuan material finansial maupun tenaga. Namun dalam wujud kerelaan menerima tempat ibadah yang berbeda di lingkungannya dengan tidak melakukan upaya-upaya penolakan. Sementara dari pihak pemerintah, partisipasi mengambil wujud pemberian izin dan rekomendasi maupun penyaluran bantuan. Keterbatasan waktu dalam pengumpulan data memerlukan eksplorasi yang lebih lanjut lagi terkait best practice pembangunan gereja tersebut serta kearifan lokal warga di sekitar lingkungannya.</p>