scholarly journals HUBUNGAN KELIMPAHAN IKAN CHAETODONTIDAE DENGAN KONDISI TERUMBU KARANG DI PERAIRAN DESA BUTON, KABUPATEN MOROWALI

2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 153
Author(s):  
. Lisna ◽  
La Ode Muhammad Yasir Haya ◽  
Ratna Diyah Palupi
Keyword(s):  

Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal yang sangat produktif dan menjadi habitat berbagai biota laut termasuk Ikan famili Chaetodontidae. Ikan famili Chaetodontidae adalah salah satu ikan indikator pada ekosistem terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang, kelimpahan ikan Chaetodontidae, serta untuk mengetahui hubungan kelimpahan ikan Chaetodontidae dengan kondisi terumbu karang. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret 2019 berlokasi di Perairan Desa Buton, Provinsi Sulawesi Tengah. Data tutupan karang diperoleh dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT), sedangkan data ikan Chaetodontidae diperoleh dengan menggunakan metode Underwater Visual Sensus, dengan luas transek 150 m2, dilakukan pada 2 titik stasiun di zona reef flat dan reef slope, dengan dua kali pengulangan. Hasil study menunjukkan bahwa rata-rata kondisi karang di lokasi penelitian termasuk dalam kategori sedang (44,63%). Kondisi tutupan karang di stasiun-I dikategorikan baik yaitu zona reef flat (73,03%) dan reef slope (74,08%), sedangkan stasiun-II masuk dalam kategori buruk yaitu 15,68% pada reef flat dan 15,75% pada reef slope. Ikan Chaetodontidae yang ditemukan berjumlah 68 individu, yang terdiri atas dua genus dan delapan spesies, antara lain; Chaetodon kleinii, C. lineolatus, C. lunula, C. lunulatus, C. octofasciatus, C. vagabundus, Heniochus chrysostomus, H. varius. Berdasarkan stasiun penelitian, kelimpahan ikan Chaetodontidae tertinggi ditemukan di stasiun-I. Sedangkan berdasarkan zonasi terumbu karang, kelimpahan ikan Chaetodontidae tertinggi ditemukan di zona reef slope. Hubungan kelimpahan ikan Chaetodontidae dengan persentase tutupan karang hidup pada zona reef flat dan reef slope adalah memiliki hubungan yang kuat dengan nilai r = 0,991 (reef flat) dan r = 0,967 (reef slope). Sebaliknya, berdasarkan stasiun penelitian keduanya memiliki hubungan yang lemah dengan nilai r = 0,586 (Stasiun-I) dan r = 0,189 (Stasiun-II).Kata Kunci: Desa Buton, Ikan Chaetodontidae, Kelimpahan, Terumbu Karang.

2013 ◽  
Vol 2 (3) ◽  
pp. 258-264
Author(s):  
Kiai Agoes Septyadi ◽  
Ruswahyuni ◽  
Niniek Widyorini
Keyword(s):  

Pulau Panjang merupakan kawasan wisata di Jepara yang memiliki potensi salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang mempunyai fungsi ekologis yaitu sebagai habitat untuk berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota lain. Terumbu karang juga mempunyai fungsi melindungi pantai dari hempasan ombak dan arus laut. Selain itu keindahan alam laut dan terumbu karang sendiri dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai daerah pariwisata bahari.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan morfologi karang pada zona rataan (reef flat) dengan terumbu karang daerah tubir (reef slope) di perairan pulau Panjang, Jepara. Dan mengetahui kelimpahan terumbu karang pada zona rataan (reef flat) dan terumbu karang pada zona tubir (reef slope) di perairan pulau Panjang, jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Dimana metode yang digunakan tergolong dalam metode survei yang bersifat deskriptif. Metode yang digunakan pada pengambilan data adalah Line Intercept Transect (LIT). Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu daerah rataan terumbu dan daerah tubir. Panjang line transek adalah 10 m, di letakkan sejajar garis pantai, transek yang digunakan di daerah rataan terumbu sebanyak 3 line dan daerah tubir sebanyak 3 line. Jarak antara line dimasing-masing lokasi sampling 5 m.Hasil penelitian jenis karang yang ditemukan di rataan terumbu dan tubir yaitu  adalah jenis Porites sp., Acropora sp., Echinopora sp., Turbinaria sp., Goniastrea sp., Pavona  sp., Favites sp., Leptoseries sp., Pectinia sp., dan Goniopora sp. Prosentase penutupan karang hidup tertinggi di rataan terumbu yaitu jenis Porites sp. 26,73% , Goniastrea sp. 4,10% dan Acropora sp 3,67%. Sedangkan presentase penutupan karang hidup tertinggi di tubir yaitu jenis Porites  sp. 35,67%, Echinopora sp. 6,50% dan Acropora sp. 6,33%. Nilai prosentase penutupan karang hidup di daerah rataan terumbu sebesar 36,40% yang termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan nilai prosentase penutupan karang hidup di tubir sebesar 65,50% termasuk kategori baik. Pada rataan terdapat jenis morfologi Acropora yaitu  jenis Acropora Branching (ACB) sebesar 3,67%, sedangkan pada tubir  sebesar 6,33%. Jenis morfologi yaitu jenis Acropora terdapat satu jenis yaitu Acropora Branching (ACB), Baik daerah rataan dan tubir.  Sedangkan untuk non Acropora yang paling banyak adalah jenis Coral Encrusting (CE) baik pada rataan dan tubir.


2021 ◽  
Vol 6 (4) ◽  
pp. 313
Author(s):  
Wa Ode Husmayani ◽  
Baru Sadarun ◽  
Ratna Diyah Palupi

Spons merupakan hewan multiseluler paling primitif yang hidup diberbagai tipe perairan mulai dari tawar, payau, dan laut. Biota ini hidup di dasar perairan dan biasanya menempel pada substrat keras seperti batu atau karang dan berkompetisi dengan organisme penempel lainnya untuk memperoleh ruang dan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kepadatan spons berdasarkan tutupan karang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020 – Juli 2021, di Perairan Sombu Taman Nasional Wakatobi. Pengambilan data spons dilakukan dengan menggunakan metode belt transect dengan panjang line transect 50 m dengan lebar 4 m pada kedalaman 3 m (reef flat) dan 7 m (reef slope) pada masing-masing stasiun. Data diambil bersama dengan tutupan karang menggunakan metode line intercept transect (LIT) dengan panjang line transect 50 m pada kedalaman yang sama dengan data spons. Hasil penelitian didapatkan bahwa keanekagaraman hayati spons yang ditemukan dilokasi penelitian yaitu sebanyak 2 kelas, 19 famili dan 23 genus. Yakni  keanekaragaman jenis spons tertinggi yaitu pada stasiun I sebesar 20 genus, serta kepadatan spons tertinggi sebesar 0,18 individu/m2 terdapat pada genus   Spheciospongia sp., kepadatan spons tertinggi berdasarkan stasiun terdapat pada stasiun I zona reef slope yaitu dengan nilai 0,32 individu/m². Persentase tutupan karang pada stasiun I dan II masuk dalam kondisi baik, sedangkan pada stasiun III masuk dalam kondisi sedang. Keanekaragaman dan kepadatan spons dipengaruhi adanya keberadaan terumbu karang, sehingga keberadaan tutupan karang yang tinggi menyebabkan melimpahnya pertumbuhan spons.Kata Kunci : Keanekaragaman, Kepadatan, Spons, Terumbu Karang 


2020 ◽  
Vol 5 (2) ◽  
pp. 99
Author(s):  
La Ode Anshari ◽  
Baru Sadarun ◽  
. Rahmadani
Keyword(s):  

Ikan famili Chaetodontidae merupakan salah satu komunitas pada ekosistem terumbu karang yang berperan penting dalam aliran energi dan menjaga kestabilan ekosistem. Sebaran ikan famili Chaetodontidae sangat ditentukan oleh kondisi dan variasi habitat terumbu karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi tutupan karang hidup dengan keberadaan ikan famili Chaetodontidae di perairan Atowatu. Pengambilan data kondisi terumbu karang digunakan metode transek garis atau Line Intercept Transect (LIT), sedangkan pengambilan data ikan Chaetodontidae digunakan metode belltransek yang dilakukan secara visual sensus (sensus langsung), sepanjang 70 meter dengan luas pengamatan 2 x 2,5 meter yang dilakukan 2 kali ulangan yang mewakili zona reef flat dan reef slope pada tiap stasiun. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa ko ndisi terumbu karang di Perairan Atowatu dalam kondisi sedang. Stasiun 3 merupakan stasiun dengan presentase tutupan karang hidup tertinggi sebesar 38,93% (kategori sedang). Kelimpahan jenis ikan Chaetodontidae tertinggi sebesar 0,06 ind/m2 terdapat pada stasiun 3. Hubungan antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikanChaetodontidae menggunakan analisis regresi linear sebesar 0.9576, artinya adanya hubungan yang kuat antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae.Kata kunci : Chaetodontidae, kelimpahan, keragaman jenis, Perairan Atowatu, tutupan karang,


2020 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 141-149
Author(s):  
Kharisma Ayu Zeina Halisah ◽  
Anhar Solichin ◽  
Aninditia Sabdaningsih

Pulau Kemujan merupakan salah satu pulau terbesar di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki kerapatan terumbu karang yang beragam. Ekosistem terumbu karang memiliki peranan penting namun juga merupakan ekosistem yang rentan akan terjadinya kerusakan. Akibat penurunan kondisi kualitas lingkungan dapat memungkinkan untuk memberikan pengaruh terhadap habitat rekruitmen juvenil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan juvenil karang berdasarkan perbedaan kedalaman, kesesuaian faktor fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhi proses penempelan juvenil karang, kondisi terumbu karang berdasarkan perbedaan kedalaman serta hubungan antara kelimpahan juvenil karang dengan tutupan karang dan bahan organik di perairan Pulau Kemujan. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif, sedangkan metode yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu Line Intercept Transect (LIT) sepanjang 50 meter. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu kelimpahan juvenil karang tertinggi berada di daerah reef flat sisi barat perairan Pulau Kemujan sebanyak 47 koloni, sedangkan kelimpahan terendah berada di daerah reef slope sisi timur sebanyak 7 koloni. Parameter perairan fisika, kimia dan biologi pada penelitian masih berada pada batas kisaran nilai optimum. Kondisi tutupan karang hidup pada sisi barat perairan Pulau Kemujan berkisar dari 46,60% hingga 53,62% sedangkan pada sisi timur yaitu berkisar dari 44,10% hingga 71,38%. Kelimpahan juvenil karang dengan tutupan karang hidup, pecahan karang serta bahan organik menunjukkan pola hubungan yang berbanding terbalik sedangkan dengan tutupan karang mati berbanding lurus. Berdasarkan peneltian ini dapat diketahui bahwa juvenil karang memiliki kecenderungan ditemukan lebih banyak pada tutupan karang mati dalam kondisi lingkungan yang optimum.   Kemujan Island is one of the largest islands in the Karimunjawa which has a varying density of coral reefs. The coral reef ecosystem has an important role however it is vulnerable to damage. The purpose of this study is to determine the decline of coral juvenile based on the depth difference, the compatibility of chemical, physical and biological factors that enhance the resilience of coral juvenile, and the correlation of coral juvenile with the coral covers and the organic material in the waters of Kemujan Island. The method used in this research is a descriptive analysis method. The method used in data collection is Line Intercept Transect (LIT) 50 meter .  The results from this study obtained that the highest abundance of juvenile corals was in the reef flat area of the west side from the waters of the Kemujan Island as many as 47 colonies while the lowest abundance was in the reef slope area of the eastern side as many as 7 colonies. The physical, chemical, and biological water parameters in the study were still in the optimum range. The condition of live coral cover on the west side of Kemujan Island waters ranged from 46.60% to 53.62% while on the east side it ranged from 44.10% to 71.38%. The abundance of juveniles coral with live coral cover, coral fragments, and organic matter showed inversed pattern relationship whereas with dead coral cover was directly proportional. Based on this study it can be known that corals juvenile have a tendency to be found more at dead coral in optimum environmental conditions.


PeerJ ◽  
2015 ◽  
Vol 3 ◽  
pp. e1280 ◽  
Author(s):  
Atsushi Nanami

The present study examined pair formation, spatial pattern of home range and spatial variation in density, size and social status of blotched foxfaceSiganus unimaculatus(family Siganidae) on an Okinawan coral reef. Of 32 pairs sampled for sexing, 31 (96.9%) were heterosexual and showed size-assortative pairing. Developed ovaries were found in April and July, whereas oocytes were immature in August, September and February. Heterosexual pairing was found in both reproductive and non-reproductive periods. Home range size tended to be positively related to fork length (FL). The degree of home range overlap for same size class pairs was smaller than that for different size class pairs. The intraspecific behavior when two pairs approached each other was categorized as ‘attack,’ ‘agonistic display’ and ‘no interactions,’ and the frequency of agonistic behaviors (“attack” or “agonistic display”) was significantly greater than “no interactions.” Underwater observations at a seagrass bed, a rocky reef flat and a sheltered reef slope revealed that the mean FL was significantly smaller at the sheltered reef slope (4–13 cm) than at the rocky reef flat (>13 cm). No individuals were found in the seagrass bed. Most individuals less than 6 cm FL were solitary, whereas most individuals over 7 cm FL were paired. Density was significantly greater on the sheltered reef slope than on the rocky reef flat.


Author(s):  
Guntur Guntur ◽  
Samsul Arifin ◽  
Oktiyas Muzaky Luthfi

ABSTRAK   Terumbu karang tepi di Pulau Mandangin tersusun substrat biotik dan abiotik dengan kedalaman tidak lebih dari 40 m. Pulau Mandangin adalah pulau kecil yang memiliki komposisi substrat dasar seperti terumbu karang dan perairannya yaitu zona leeward dan zona windward. Zona leeward adalah sisi yang membelakangi arah datangnya angin, sedangkan zona windward adalah sisi yang menghadap arah datangnya angin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi penyusun terumbu karang tepi (fringing reef) dan mengetahui perbedaan komposisi penyusun terumbu karang tepi (fringing reef) antara zona leeward dan zona windward di Pulau Mandangin. Metode yang digunakan adalah Line Intercept Transect (LIT) secara vertikal, LIT dimulai dari surut terendah sampai daerah reef slope dan dilakukan pencatatan semua jenis substrat yang dibawah garis transek. Hasil penelitian menunjukkan zona fringing reef yang mengelilingi Pulau Mandangin tersusun atas substrat rubble, sand, alga, rock, dead coral, dead coral with algae, sponge, coral massive dan coral submassive. Zona leeward lebih bervariasi dari zona windward dalam susunan fringing reef. Hal ini karena angin yang terjadi di zona windward lebih besar dari zona leeward, sehingga substrat di zona windward hanya rubble dan sand.   Kata kunci: Fringing reef, zona windward, zona leeward, substrat, Pulau Mandangin     ABSTRACT  Fringing reef in Mandangin Island comprises of biotic and abiotic substrates in depth not more than 40 m. Mandangin Island is a small island with base substrate composition mostly involving coral reef. The waters include leeward and windward zones. Leeward zone is paralleling with wind incoming direction, whereas windward zone is facing on wind incoming direction. The objective of research is to understand the composition that constitutes fringing reef and to recognize different constitutive composition of fringing reef at leeward zone and windward zone in Mandangin Island. Method of research is Line Intercept Transect (LIT) that is applied vertically. LIT starts from the lowest ebb toward the reef slope zone, and it involves registering all substrate types below transect line. Result of research indicates that fringing zone surrounding Mandangin Island consists of various substrates such as rubble, sand, alga, rock, dead coral, dead coral with algae, sponge, coral massive and coral sub-massive. Leeward zone is more diversified in fringing reef composition than windward zone. It is evident because wind occurrence at windward zone is higher than at leeward zone, and thus, substrates at windward zone include only rubble and sand. Keywords: Fringing reef, windward zone, leeward zone, substrates, Mandangin Island


2018 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 209-219
Author(s):  
Ike Dori Candra ◽  
Vicentius P. Siregar ◽  
Syamsul B. Agus

Penelitian ini menggunakan citra satelit resolusi tinggi worldview-2 akuisisi 5 Oktober 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan citra satelit resolusi tinggi worldview-2 dalam memetakan zona geomorfologi dan habitat bentik perairan dangkal di Pulau Kotok Besar. Metode yang digunakan adalah metode klasifikasi Object Based Image Analysis (OBIA). Metode ini mampu mendefinisikan kelas-kelas objek berdasarkan aspek spektral dan spasial. Segmentasi citra menggunakan algoritma multiresolution segmentation dengan parameter skala yang berbeda untuk setiap level, baik level 1, level 2 dan level 3. Shape dan compactness juga disesuaikan untuk setiap level. Penentuan kelas pada level 1 menghasilkan tiga kelas yaitu daratan, perairan dangkal dan perairan dalam. Penentuan kelas pada level 2 untuk zona geomorfologi menghasilkan tiga kelas yaitu reef flat, reef crest dan reef slope. Klasifikasi habitat bentik pada level 3 menghasilkan 7 kelas dengan akurasi keseluruhan yaitu 66.40 %.


2013 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 42
Author(s):  
Friska Mampuk ◽  
Hanny Tioho ◽  
Janny D. Kusen

Fungiidae known as a solitaire coral, attachment and also free living and has capability of individual move for migrate.  Their mobility allows them to expand the area, providing a hard substrate for coral recruitment and shelter for other invertebrates.  The objective of this study was to examine the density and distribution of fungiid corals in Malalayang waters. The data were collected from September to December 2012 at four different areas.  The results of this study showed that the highest density of fungiid corals were occurred on the front reef study site and mostly by Fungia danai (0,62 ind/m2), compared with other species such as Herpolitha limax (0,25 ind/m2), F. paumotensis (0,19 ind/m2), F. fungites (0,18 ind/m2), F. granulosa (0,18 ind/m2) and with an aggregated pattern of distribution.   Fungiid corals found in this study were mostly relatively more on the reef flat compared to the reef slope.


2016 ◽  
Vol 67 (12) ◽  
pp. 1888 ◽  
Author(s):  
Meixia Zhao ◽  
Kefu Yu ◽  
Qi Shi ◽  
Hongqiang Yang ◽  
Bernhard Riegl ◽  
...  

Xisha Islands are in the central South China Sea and form one of the four large island groups in this region. They include more than 40 islands, reefs and cays, and have considerable ecological and biodiversity value, both intrinsically and as a source of larvae for coastal ecosystems throughout the South China Sea. Yongle atoll is the biggest and one of the most important atolls in the Xisha Islands. The detailed surveys of the marine habitats in the Yongle atoll were conducted from June to July 2013. This baseline survey revealed coral communities in a relatively healthy condition. Mean coral cover of different geomorphic habitats varied from 2 to 29%. Branching corals were most important, followed by encrusting and massive growth forms (48, 29 and 17% of coral cover). Pocillopora (29% of total cover in line transects), Porites (19%), Acropora (17%) and Montipora (16%) were the four dominant genera. Communities differentiated into four clusters, namely, lower reef slope, upper reef slope, outer reef flat, and inner reef flat and lagoon slope. This baseline investigation highlighted the ecological value of these reefs. Destructive fishing and overfishing are presently the most serious threats for these coral reefs. They should receive much more scientific and conservation attention.


2017 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 49
Author(s):  
John L. Tombokan ◽  
Unstain N. W. J. Rembet ◽  
Silvester B. Pratasik

This study was aimed at provide information on hard coral distribution in southern Siladen Island. The work was done using SCUBA gear Line Intercept Transect (LIT). Thirty m long-line transects were placed at the reef flat, 5 m depth, 10 m depth, 15 m depth, and 20 m depth. A total of 44 hard coral genera was recorded, and the highest number of genre was found at 5 m depth. Coral species diversity was also high enough at the reef flat (1.032) and 5 m depth (1.28). Coral reef condition at 10 m depth was good enough as well and categorized as productive due to much higher percent of the biotic component than the abiotic component. The dominant life forms consisted of tabulate Acropora and branching corals at the reef flat, encrusting corals, branching corals, and foliose corals at 5 m, encrusting corals at 10 and 20 m depth, and massive corals, encrusting corals, and branching corals at 15 m depth, respectively. Keywords: coral reef, distribution, LIT, vertical zonationl.   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang distribusi karang batu di sebelah selatan pulau Siladen. Penelitian ini dilakukan menggunakan alat selam SCUBA dan metode transek intersep garis. Tali transek sepanjang 30 m diletakkan di rataan terumbu, kedalaman 5, 10, 15, dan 20 m. Total 44 genera karang batu ditemukan pada penelitian ini, dan jumlah genera terbanyak ditemukan pada kedalaman 5 m. Keanekaragaman spesies karang juga cukup tinggi di daerah rataan terumbu (1,032) and 5m (1,28). Kondisi terumbu karang pada kedalaman 10 m juga cukup baik dan dikategorikan produktif karena tingginya komponen biotik dibandingkan dengan komponen abiotik. Bentuk pertumbuhan yang dominan masing-masing terdiri dari Acropora meja dan karang bercabang di rataan terumbu karang, karang encrusting, karang bercabang, dan foliose pada kedalaman 5 m, karang encrusting pada kedalaman 10 dan 20m, serta karang masif, karang encrusting dan karang bercabang pada kedalaman 15m.   Kata kunci: Terumbu karang, distribusi, Transek Intersep Garis, Zonasi vertikal.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document