scholarly journals Analisis Pengelolaan Rekam Medis Khusus Pasien HIV di Rumah Sakit Umum X Kota Bandung

2021 ◽  
Vol 1 (11) ◽  
pp. 1545-1550
Author(s):  
Panji Maulana ◽  
Muhamad Ruslan Firmansyah ◽  
Dina Sonia

Latar Belakang: Rumah Sakit X adalah salah satu fasilitas pepelayanan kesehatan di Bandung yang memiliki klinik Voluntary Counselling and Testing VCT. Jumlah kunjungan pasien di klinik ini meningkat secara signifikan pada triwulan akhir 2021 sebanyak 53 pasien dan dilanjutkan pada triwulan awal 2021 sebanyak 102 pasien. Sehingga intensitas pepelayanan yang diberikan kepada pasien semakin tinggi dan berdampak pada peningkatan jumlah dokumen rekam medis pasien yang dihasilkan oleh klinik VCT. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengelolaan dokumen rekam medis pasien di klinik VCT. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, cara pengumpulan data pengumpulan dengan wawancara dan observasi. Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pencatatan dilakukan berdasarkan formulir khusus dari Menteri kesehatan namun pengisian nya masih belum optimal. Penyimpanan rekam medis masih kurang menjaga aspek keamanan dan kerahasiaan. Kesimpulan: Pelaporan kasus HIV sudah sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan yaitu dengan aplikasi sistem informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA).

Author(s):  
Nita Anggerina Putri Hi Setiawan ◽  
Mateus Sakundarno Adi

The prevalence of HIV/AIDS had been increasing due to the lack of awareness of people to use or access VCT services, especially those with high risk. Many factors affect people and people at high risk of accessing VCT services. The study aims to describe barriers that arise in the implementation of the VCT program. The research method was a literature review from electronic database such as Google Scholar, PubMed, and Science Direct. Keyword search included barrier, Voluntary Counseling and Testing, and HIV VCT. Selected 9 articles published from 2018 to 2020. The results of the study of all articles founded that barriers in the implementation of VCT in the form of lack of knowledge, fear, and shame when taking an HIV test, difficulty in communicating because of hearing impairment so that the information received was not enough, stigma from the community and health workers, barriers to limited operational hours of VCT services, lack of staff as program implementers, limited competence due to lack of training, and limited health infrastructure/facilities. Keywords: barrier; VCT; HIV/AIDS ABSTRAK Prevalensi HIV/AIDS semakin meningkat karena kurangnya kesadaran orang-orang untuk memanfaatkan atau mengakses layanan VCT terutama mereka dengan risiko tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat maupun orang dengan risiko tinggi dalam mengakses layanan VCT. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan tentang hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program VCT. Metode penelitian adalah literature review dari database elektronik seperti Google Scholar, PubMed, dan Science Direct. Kata kunci pencarian antara lain menggunakan kata kunci barrier, Voluntary Counselling and Testing, dan VCT HIV. Terpilih 9 artikel yang dipublikasi tahun 2018 sampai 2020. Hasil penelitian dari semua artikel, diperoleh bahwa hambatan-hambatan dalam pelaksanaan VCT yaitu berupa kurangnya pengetahuan, rasa takut, dan malu jika melakukan tes HIV, kesulitan dalam berkomunikasi karena memiliki gangguan pendengaran sehingga informasi yang diterima pun kurang, stigma dari masyarakat serta petugas kesehatan, hambatan jam operasional layanan VCT yang terbatas, kurangnya jumlah staf sebagai pelaksana program, kompetensi yang terbatas karena kurang mengikuti pelatihan, serta infrastruktur/fasilitas kesehatan yang terbatas. Kata Kunci: hambatan; VCT; HIV/AIDS


2019 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 262-266
Author(s):  
Rika Kurnia Kandacong ◽  
Samsualam Samsualam ◽  
Andi Surahman Batara

Salah satu upaya dalam strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2010-2014 adalah program pelayanan konseling dan testing HIV sukarela (Voluntary Counselling and Testing-VCT) (KPA, 2010). Jumlah orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) semakin meningkat sehinggah kebutuhan terhadap layanan kesehatan juga semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi, mengkaji dan menganalisis secara mendalam tentang perilaku pasien HIV/AIDS terhadap pemanfaatan pelayanan Voluntary Counseling and Testing ( VCT)  dan analisis strategi pemanfaatan pelayanan VCT (Voluntary Conseling And Testing) di Rumah Sakit Labuang Baji. Jenis Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah 2 orang konselor VCT, Kepala Ruangan VCT, dan 5 Pasien HIV/AIDS. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan pasien HIV/AIDS terhadap pemanfaatan pelayanan VCT sudah baik, Motivasi pasien HIV/AIDS terhadap pemanfaatan pelayanan VCT adalah karena adanya risiko terkena HIV/AIDS. Dukungan keluarga terhadap pemanfaatan pelayanan VCT pada pasien HIV/AIDS sudah baik, Strategi dilakukan petugas kesehatan agar pasien HIV/AIDS mau memanfaatkan pelayanan VCT yang ada di Rumah Sakit adalah melakukan Screening pada semua pasien yang dirawat di Rumah sakit Labuang Baji dengan mengajak pasien yang berisiko untuk ikut konseling secara privasi dan rahasia, Sarana dan Prasarana tehadap pemanfaatan pelayanan VCT di Rumah Sakit Labuang Baji sudah cukup lengkap namun belum maksimal, jumlah konselor yang melayani masih kurang apalagi di lihat dari peningkatan pasien HIV/AIDS yang datang berobat.


2018 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 101
Author(s):  
Cahyo Nugroho ◽  
Tanjung Anitasari Indah Kusumaningrum

Latar Belakang: Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2017, Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) merupakan kelompok risiko HIV tertinggi. Voluntary Counselling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi deteksi dini HIV dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku pemanfaatan Klinik VCT oleh LSL di Sukoharjo.   Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus terhadap lima LSL sebagai informan utama yang rutin dan tidak pernah tes HIV.  Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam kepada informan utama dan dua informan triangulasi terdiri dari satu orang Peer Educator dan satu orang Koordinator Lapangan.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan sudah pernah melakukan VCT walaupun dengan mandatory melalui perkumpulan LSL, namun hanya empat orang yang melakukannya secara rutin. Faktor-faktor yang menjadi penyebab informan rutin dalam melakukan VCT setiap 3 bulan adalah persepsi kerentanan yang besar, persepsi keseriusan yang tinggi, persepsi manfaat tes yang cukup besar, persepsi hambatan terhadap tes yang rendah, serta cukup banyaknya isyarat untuk bertindak yang terpapar kepada informan dan tingginya persepsi kemampuan diri untuk tes. Tetapi bila didalami lagi banyaknya isyarat bertindak yang dialami informan terutama adalah contoh yang diperlihatkan oleh teman sebaya. Sedangkan bagi informan yang tidak melakukan VCT secara rutin penyebabnya adalah rendahnya kemampuan diri untuk tes. Sehingga peneliti menyarankan kepada petugas perlu peer educator yang rajin untuk memotivasi kelompoknya untuk melakukan tes dan memberikan informasi yang lebih lengkap terhadap dampak penularan HIV kepada LSL dan pasangannya untuk mencegah penularan serta mengurangi stigma dan diskriminasi oleh petugas kesehatan dalam layanan kesehatan.Kata Kunci: HIV/AIDS, Lelaki Seks dengan Lelaki, tes HIV, persepsi, HBM


2013 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
Author(s):  
Clifford Odimegwu ◽  
Sunday A Adedini ◽  
Dorothy N Ononokpono

2021 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 14
Author(s):  
Michael Aaron Romulo ◽  
Wulandari Berliani Putri

ABSTRAK Pendahuluan: Lelaki Suka Lelaki (LSL) dan transgender merupakan sebagian dari kelompok yang beresiko tinggi mendapatkan HIV/AIDS. Meningkatnya morbiditas dan mortalitas kasus HIV/AIDS di Indonesia harus diimbangi dengan upaya pencegahan dan pengenalan dini faktor yang berkontribusi. Pengenalan kepribadian dan status kesehatan mental kelompok resiko tinggi sedini mungkin dapat mencegah timbulnya perjalanan penyakit atau gangguan yang lebih serius seperti depresi dan bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe kepribadian dan status kesehatan mental pada kelompok risiko tinggi HIV/AIDS di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak I.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan kuesioner Woodworth-Eysenck Inventory sebagai alat pengambilan data. Penelitian dilakukan pada bulan November 2020 dengan teknik purposive sampling pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) komunitas resiko tinggi HIV/AIDS yang bekerjasama dengan Puskesmas Ngemplak I dalam program Voluntary Counselling and Testing (VCT).Hasil: Data yang didapatkan dari 20 responden menunjukkan bahwa 18 responden merupakan LSL dan 2 responden merupakan transgender dari lelaki menjadi perempuan. Data dari tes woodworth didapatkan 25% dari responden cenderung obsessive compulsive, 50% memiliki kecenderungan schizoid, 35% cenderung paranoid, 55% cenderung depresi, 35% cenderung impulsif, 55% cenderung memiliki ketidakstabilan emosi, dan 25% cenderung antisosial. Data dari tes eysenck menunjukkan bahwa 40% dari responden memiliki kecenderungan neurotik atau gangguan kecemasan dan 65% cenderung memiliki kepribadian introvert.Kesimpulan: Mayoritas tipe kepribadian dari komunitas LSL dan transgender adalah kepribadian introvert dan linier dengan kecenderungan depresi. Pengenalan tipe kepribadian dan status kesehatan mental sedini mungkin dapat bermanfaat untuk mencegah adanya perilaku yang beresiko tinggi terhadap suatu penyakit bahkan dapat mencegah terjadinya depresi berat hingga percobaan bunuh diri.


2020 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Suci Musvita Ayu ◽  
Desy Riski Andriyanti

Background: Data Yogyakarta AIDS Commission in 2016 stated the total number of people living with HIV/AIDS was 4,648 cases consisting of 3,334 HIV cases and 1,314 AIDS cases. Based on the data of PKU Muhammadiyah Hospital, Yogyakarta, in October 2016 to October 2017, there were 35 patients with HIV / AIDS. Regulations carried out for any action in the hospital must be following standard operating procedures (SOP), including program counseling and testing of HIV/AIDS or Voluntary Counselling and Testing (VCT). This program is the gateway for the community to gain access to all HIV/AIDS services. This study aimed to explore the implementation of VCT services on HIV/AIDS at PKU Muhammadiyah Hospital in Yogyakarta.Methods: Descriptive qualitative using an observational approach was used in this study to describe the implementation of Voluntary Counselling and Testing (VCT) on HIV/AIDS.  As many as ten informants were interviewed, namely: 1 head of VCT services in PKU Muhammadiyah Yogyakarta, 3 VCT counselors, 1 laboratory staff and 5 clients. They were selected using purposive sampling refers to inclusion criteria.  Results: Implementation of pre-test counseling, testing, and post-test had been good. Improper service was identified in the number of counselors and waiting time for the VCT test results.Conclusions: Implementation of VCT at PKU Muhammadiyah Yogyakarta is running well and follow the SOPs. 


2019 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
Author(s):  
Sujianti Sujianti

Propinsi Jawa Tengah secara nasional berada di peringkat ke 4 pada 2014 sebanyak 2.069 kasus HIV dan 428 kasus AIDS dengan rincian jenis kelamin laki-laki 61,48%, perempuan 38,52%, jenis pekerjaan IRT meningkat 18,4% dan berada di peringkat ke 2. Jumlah penduduk Cilacap sebanyak 2.207.731 jiwa. Dari tahun 2007- Agustus 2015 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 660 jiwa,yang terinfeksi virus HIV sebanyak 483 jiwa dan AIDS sebanyak 177 jiwa. Dan jumlah orang yang meninggal karena HIV/AIDS sebanyak 48 jiwa. Tujuan : mengetahui karakteristik ODHA perempuan meliputi usia, jenis pekerjaan dan status pernikahan di Klinik VCT RSUD Cilacap. Metode : penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling menggunakan total sampling sejumlah 97 responden ODHA dari tahun 2014-2016. Instrument menggunakan ceklis berisi usia, jenis pekerjaan dan status pernikahan. Data diolah secara univariat dalam bentuk persentase.Hasil :  karakteristik perempuan dengan HIV/AIDS di Klinik VCT RSUD Cilacap tahun 2014-2016 terbanyak pada usia 21-30 tahun sejumlah 66 orang (46,15%), pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga sejumlah  36  orang   (25,35%) dan status perkawinan sudah menikah sejumlah 84 orang (86,6%). Kesimpulan : Perempuan dengan HIV/AIDS sebagian besar usia 21-30 tahun, pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga dan sudah menikah.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document