SRIWIJAYA JOURNAL OF MEDICINE
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

105
(FIVE YEARS 75)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

2622-3589

2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 38-45
Author(s):  
Siti Nurhayati Utami ◽  
Hanna Marsinta Uli ◽  
Indri Seta Septadina

Chronic kidney disease is a condition in which there is destruction of the kidneys along with structural or functional abnormalities, with or without decreased glomerular filtration rate for more than 3 months. The common treatment for this condition is hemodialysis, however, it may cause complications, specifically cardiovascular and non-cardiovascular system dysfunctions that can be observed through thorax imaging. This study aims to observe pathologic thorax imaging findings on chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis at RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. This study is a descriptive study using a cross-sectional design. The data is gathered from medical records from the Medical Records & Radiology Department of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang that have passed the inclusion and exclusion criteria. The data is processed using the SPSS application version 25. The results of this study indicate that, based on risk factors, patients are generally in the 55-64 age range (41%), female (60%), and with a normal BMI/normal weight (52%). Based on the patients’ comorbid diseases, patients mostly have hypertension (59%), followed by diabetes mellitus (46%). Analysis of the chest radiographs indicate that (70%) of patients have cardiomegaly; (22%) of patients have grade 1, (15%) have grade 2, (7%) have grade 3 aortic arch calcification; (49%) have pulmonary edema; (31%) have unilateral pleural effusion, and (14%) have bilateral pleural effusion.  The majority of chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis at RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang are in the 55-64 age range, female, and with normal BMI. The most common comorbid conditions are hypertension and diabetes mellitus. Analysis of the chest radiographs indicate that the majority of patients have cardiomegaly; grade 1, 2, and 3 aortic arch calcification; pulmonary edema; unilateral and bilateral pleural effusion.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 24-29
Author(s):  
Mahvira Chow Liana Herman Adil ◽  
Nopriyati Nopriyati ◽  
Desi Oktariana ◽  
Yuli Kurniawati ◽  
Gita Dwi Prasasty

Several studies regarding the quality of life of chronic spontaneous urticaria patients based on Autologous Serum Skin Test (ASST) results have shown a variety of results. This study aims to determine the correlation between the quality of life and ASST results in chronic spontaneous urticaria patients at Dermatology and Venereology (DV) Outpatient Clinic of Dr. Mohammad Hoesin Hospital Palembang. This analytic observational study with a cross-sectional design used secondary data in the form of medical records. 76 samples met the inclusion criteria from 110 samples of chronic spontaneous urticaria patients at DV outpatient clinic. The distribution of chronic spontaneous urticaria patients was highest in the 17-25 year age group (23.7%) and the female group (64.5%). The majority of chronic spontaneous urticaria patients had negative ASST results (52.6%). The effect of chronic spontaneous urticaria on the decline in quality of life was mostly moderate (35.5%). The bivariate analysis between DLQI score and ASST results with a value of p = 0.307 or p> 0.05 showed no significant correlation between the quality of life and ASST results.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 17-23
Author(s):  
Petty Purwanita ◽  
Novia Natsir

Virus hepatitis C (HCV) adalah virus hepatotropik dan limfotropik. Pasien yang terinfeksi HCV setidaknya terdapat satu manifestasi ekstrahepatik okular dan di kantung lakrimal selama perjalanan penyakit mereka. Penularan HCV terjadi melalui paparan darah yang terkontaminasi dengan faktor risiko tinggi pada pasien hemodialisis sekitar 70%. Deteksi RNA HCV lebih sensitif dan spesifik dengan PCR (Reaksi Polymerase Chain). Studi ini mengevaluasi sensitivitas dan spesifisitas virus hepatitis C PCR pada pasien hemodialisis air mata di Mohammad Hoesin Palembang. Dengan menggunakan studi diagnostik observasional dari 25 sampel dari air mata dan darah pada pasien hemodialisis. PCR diperiksa oleh RT-PCR. Data yang diperoleh dianalisis dengan tes diagnostik. Didapatkan hasil dari 25 sampel HCV-RNA terdeteksi oleh PCR dalam air mata 11 kasus positif (44%) dan 20 kasus positif (80%) dalam plasma. Nilai sensitivitas air mata adalah 72,73% dan spesifisitasnya 13,33%. Spesimen air mata cukup sensitif tetapi tidak spesifik, oleh karena itu pemeriksaan PCR dapat digunakan untuk skrining virus hepatitis C pada pasien hemodialisis.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 67-73
Author(s):  
Danang Tejamukti Widiatmaja ◽  
Diana Chusna Mufida ◽  
Zahrah Febianti

Streptococcus pneumoniae atau pneumokokus merupakan penyebab penyakit community acquired pneumoniae (CAP). Penularan pneumokokus dapat dicegah oleh vaksin, seperti PPV dan PCV. Vaksin tersebut memiliki beberapa kelemahan seperti terbatas pada strain tertentu dan pemberian yang masih bersifat invasif. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan vaksin dari epitope pneumokokus yang diberikan secara intranasal. Salah satu epitope yang dapat digunakan sebagai kandidat vaksin adalah epitope dari protein RrgB penyusun pili, seperti epitope protein RrgB 255-270 dari bakteri Streptococcus pneumoniae yang memiliki komponen antigenik tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian imunisasi intranasal epitope protein RrgB 255-270 Streptococcus pneumoniae terhadap kadar IL-4. Kadar IL-4 diukur dengan metode ELISA dari bilasan hidung tikus wistar yang diimunisasi dengan epitope protein RrgB 255-270 S. pneumoniae secara intranasal. Bilasan hidung yang didapat akan diproses menggunakan metode ELISA untuk menghitung kadar IL-4. Nilai rata-rata kadar IL-4 pada K1 adalah 28,852± 18 ng/L, rata-rata kadar IL-4 pada K2 adalah 20,630 ± 9 ng/L dan rata-rata pada K3 adalah 18,519 ± 6 ng/L. Hasil uji ANOVA Welch menunjukkan nilai p sebesar 0,299. Dapat disimpulkan bahwa imunisasi intranasal epitope protein RrgB 255-270 S. pneumoniae memberikan perbedaan yang tidak signifikan (dengan p>0,05).


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 60-66
Author(s):  
Nindya Shinta ◽  
Afita Novira

Gangguan pendengaran pada masa bayi dapat menyebabkan gangguan bicara, berbahasa, kognitif, masalah sosial, dan emosional sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. The Joint Committee of Infants Hearing (JCIH) tahun 2007 menyatakan asfiksia neonatorum sebagai salah satu faktor risiko gangguan pendengaran pada neonatus. Hipoksia pada bayi dengan kondisi asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada outer hair cell (OHC) dan edema stria vaskularis sehingga mengganggu fungsi koklea. Kerusakan outer hair cell dapat dinilai dengan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kejadian asfiksia neonatorum terhadap gangguan fungsi koklea pada neonatus. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSD dr. Soebandi dan RSU Kaliwates Jember pada 29 November 2019 - 8 Januari 2020 di Ruang Perinatologi. Pengambilan data menggunakan consecutive sampling. Analisis data dilakukan menggunakan Chi-square test dengan p-value < 0,05.  Dari 16 neonatus, 8 neonatus memiliki riwayat asfiksia derajat sedang dan 8 neonatus lainnya tidak memiliki riwayat asfiksia. Gangguan fungsi koklea ditemukan pada 3 (37,5%) neonatus dengan asfiksia derajat sedang dan 6 (75%) neonatus tanpa riwayat asfiksia. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asfiksia neonatorum derajat sedang dengan gangguan fungsi koklea (p=0,142).


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 46-54
Author(s):  
Fellycia Destira ◽  
Mariani Mariani
Keyword(s):  

Proporsi penduduk Indonesia dengan perilaku sedentari lebih dari sama dengan 6 jam perhari adalah 24,1%. Salah satu dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh perilaku sedentari adalah tekanan darah tinggi. Hal ini dapat terjadi karena perilaku sedentari dapat memberikan efek sistemik pada vaskular, metabolik dan otonom. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara perilaku sedentari dengan nilai tekanan darah. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan studi potong lintang yang dilaksanakan pada bulan Juli 2019 hingga September 2019 terhadap 107 responden dengan rentang usia 16 hingga 22 tahun. Data jenis kelamin, perilaku sedentari , dan nilai tekanan darah yang didapat melalui kusioner Bouchard’s Physical Activity Record dan sphygmomanometer dianalisis menggunakan metode chi-square. Sedangkan, data rerata durasi aktivitas fisik sedentari dan nilai tekanan darah dianalisis menggunakan metode uji T tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tekanan darah (p = 0,000), aktivitas fisik sedentari seperti menonton TV (p = 0,001), bermain laptop (p = 0,000), duduk bermain Hp (p = 0,001), duduk berkendara (p = 0,004), belajar (p = 0,038), menyetir (p = 0,003), dan hubungan yang bermakna antara perilaku sedentari dengan nilai tekanan darah (p = 0,001) dengan OR =  6,981. Kesimpulan penelitian ini meunjukkan bahwa perilaku sedentari merupakan faktor risiko terjadinya peningkatan tekanan darah.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 9-16
Author(s):  
Jesica Putri Salim ◽  
Friska Anggraini ◽  
Safa Nabila Putri ◽  
Ziske Maritska

According to the Ministry of Health in Indonesia, in 2018, there are about 640 thousand cases of people with HIV within the death rate of 38 thousand people. This number grows annually, in fact, according to WHO, there are approximately 38 million people who are diagnosed with HIV in the world in 2019.  Thus, HIV-AIDS is a dangerous health problem and needs to be taken care of as soon as possible. HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a retrovirus that got its name from the infecting immune cells in the human body. There are two types of HIV, named HIV-1 and HIV-2. Both have the same basic gene arrangement, transmission process, intracellular replication lane, and both cause AIDS. The differences between them are the HIV-1 spreads globally, while HIV-2 locally happens in West Africa. Currently, ART (Antiretroviral Therapy) is the most commonly used method of treatment for HIV-1. Treatment for HIV-1 with ART is effective in controlling HIV-1 virus replication but has not been able to completely eradicate the latent viral reservoir. In the past few years, it is known that there is a CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeat) method that can modify genes (DNA) in the body of an organism. However, apart from its potential in handling HIV-1, there are still obstacles in the mechanism.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 55-60
Author(s):  
Lailatis Shofia ◽  
Bagus Hermansyah ◽  
Enny Suswati ◽  
Dini Agustina ◽  
Diana Chusna Mufida ◽  
...  
Keyword(s):  
P Value ◽  

Tuberkulosis (TB) dan cacingan merupakan penyakit infeksi dengan jumlah penderita yang banyak di Indonesia. Tingginya prevalensi cacingan di Indonesia memungkinkan terjadinya koinfeksi STH pada pasien TB paru yang menyebabkan imunitas anti M. tuberculosis menurun sehingga respon terhadap pengobatan tuberkulosis menjadi tidak maksimal. Cacingan salah satunya dipengaruhi oleh higiene perorangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara higiene perorangan dan kejadian koinfeksi cacingan pada penderita TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain analitik cross sectional. Populasi yang digunakan adalah pasien TB di Kecamatan Tempurejo dalam periode waktu September – Oktober 2019. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancara dan hasil pemeriksaan feses. Pemeriksaan feses dilakukan menggunakan metode sedimentasi dan floatasi. Analisis data dilakukan menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian koinfeksi cacingan pada pasien TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember sebesar 9,67% dan disebabkan oleh dua spesies STH yaitu A. lumbricoides (66,7%) dan Hookworm (33,3%). Higiene perorangan responden terdiri atas higiene baik (64,5%) dan higiene buruk (35,5%), dimana 66,7% kejadian koinfeksi cacingan terjadi pada responden dengan higiene perorangan buruk. Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara higiene perorangan dengan kejadian koinfeksi cacingan pada pasien TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember (p-value sebesar 0,281).


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 30-37
Author(s):  
Julius Akbar ◽  
Nyimas Fatimah ◽  
Bahrun Indawan Kasim

Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan sekumpulan gejala yang meliputi nyeri, mati rasa, kesemutan, kelemahan, dan gejala yang timbul pada malam hari akibat peningkatan tekanan terowongan karpal. Pemeriksaan yang dilakukan dalam menentukan tingkat keparahan CTS adalah elektroneuromiografi (ENMG) berdasarkan hasil kecepatan hantar saraf. BCTQ (boston carpal tunnel questionnare) dinilai juga mampu menilai keparahan berdasarkan skala keparahan gejala (SSS) dan skala status fungsional (FSS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai akurasi dari kuesioner BCTQ dibandingkan dengan ENMG terhadap kecepatan hantar saraf dengan menggunakan desain uji diagnostik. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang selama bulan Oktober-Desember 2019 dengan cara wawancara mengenai keparahan gejala dan fungsi menggunakan kuesioner BCTQ, serta diperiksa hasil ENMG. Sebanyak 44 subjek penelitian, diperoleh 39 wanita dan 5 pria. Kasus bilateral 28, kanan 9 dan kiri 7. Pekerjaan paling banyak sebagai IRT. Tingkat keparahan CTS dari SSS, FSS, dan ENMG paling banyak pada tingkat sedang dengan gejala paling banyak kesemutan malam hari dan fungsi paling terganggu adalah membawa keranjang belanjaan dan pekerjaan rumah tangga. BCTQ yang terbagi menjadi SSS dan FSS mempunyai nilai akurasi yakni 70,45% dan 72,73% dalam menilai tingkat keparahan CTS. BCTQ dinilai cukup akurat sebagai skrining awal jika dibandingkan dengan pemeriksaan ENMG dalam menentukan tingkat keparahan CTS.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Tia Sabrina ◽  
MT Kamaluddin ◽  
Theodorus Theodorus ◽  
Salni Salni

In the world, the incidence of nosocomial infections in hospitals had increased. There had been an increase in the incidence of infections caused by Enterobacteriaceae, one of them is Klebsiella pneumonia, which resistant to carbapenem in the worldwide. The consequences of increased rates of resistance to many drugs pose a high need for the discovery of new types of antibiotic drugs. Rhodomyrtus tomentosa (aiton) hassk has an antibacterial effect that has long been used by Indonesians as a traditional drug. This study aims to find out the effectiveness of karamunting leaf fraction as an antimicrobial in carbapenemase resistant K.pneumonia bacteria and to find out the minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) of the active compound of karamunting leaves as antimicrobial in Carbapenemase resistant Klebsiella pneumonia (CRKP) bacterial isolates. This research was an experimental laboratory research in vitro that exploratory analytical. The results of the study obtained the value of MIC ethyl acetate fraction started at a concentration of 125 μg/ml and n-hexan fraction at a concentration of 4000 μg/ml. MBC value was 125 μg/ml for ethyl acetat fraction and n-hexan fraction of karamunting leaves was 8000 μg/ml. From the bacterial activity test obtained at a concentration 32000 μg/ml of n-hexan fraction, the average diameter of the inhibitory zone 7.80 ± 1.30 mm and ethyl acetate fraction at a concentration of 4000 μg/ml can inhibit the growth of CRKP bacteria with an average of  inhibition zone diameter was 9.40 ± 1.67 mm. From the results of the analysis using the Independent T Test and mann whitney test obtained a probability value between all groups with positive control was <0.05. It can be concluded that the ethyl fraction of acetate and n-hexan leaves of karamunting leaves contains active compounds that can interfere with the integrity of CRKP bacterial cell walls or membranes so that the bacteria can die.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document