scholarly journals KUALITAS DIET DAN AKTIVITAS FISIK PADA REMAJA OBESITAS DAN NON OBESITAS

2015 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 469-479
Author(s):  
Garnis Retnaningrum ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang: Obesitas pada remaja disebabkan oleh rendahnya kualitas diet yang digambarkan melalui asupan makanan yang tidak sesuai dengan rekomendasi, sedangkan aktivitas fisik (pengeluaran energi) sangat minimal. Tujuan: menganalisis pengaruh kualitas diet dan aktivitas fisik terhadap status obesitas remaja.Metode: Penelitian observasional dengan pendekatan case control melibatkan 112 subjek di SMP Nasima, SMP Al Azhar 14, dan 23 Semarang. Subjek terdiri dari 56 remaja obesitas dan 56 remaja non obesitas usia 13-15 tahun yang dipilih melalui proportional random sampling dan dilakukan matching terhadap jenis kelamin dan asal sekolah. Data yang dikumpulkan meliputi identitas sampel, persen lemak tubuh, kualitas diet, dan aktivitas fisik. Persen lemak tubuh diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), kualitas diet diperoleh melalui formulir Diet Quality Index- International (DQI-I), dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner International Physical Activity Questionnaire-short form (IPAQ-short form). Uji chi square untuk menganalisis hubungan kualitas diet dan aktivitas fisik terhadap status obesitas. Uji regresi logistik untuk menganalisis variabel yang paling berpengaruh terhadap status obesitas.Hasil: Sebagian besar remaja obesitas (96.4%) dan non obesitas (64.3%) memiliki kualitas diet rendah. Kualitas diet rendah pada remaja non obesitas digambarkan dengan rendahnya asupan serat dan mikronutrien, tingginya asupan lemak jenuh dan adanya ketidakseimbangan proporsi makronutrien dan asam lemak, sementara pada remaja obesitas ditambah dengan tingginya asupan energi, karbohidrat, lemak, kolestrol, dan makanan rendah zat gizi. Sebanyak 73.2% remaja obesitas juga memiliki aktivitas fisik yang rendah, sementara remaja non obesitas yang memiliki aktivitas fisik rendah hanya 23.2%. Remaja dengan kualitas diet rendah dan aktivitas fisik rendah masing-masing memiliki risiko 10.4 dan 7.2 kali lebih besar untuk mengalami obesitas.Simpulan: Kualitas diet yang rendah dan aktivitas fisik yang rendah berpengaruh terhadap status obesitas pada remaja.

2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Pravita Dewi Suhada ◽  
Nurmasari Widyastuti ◽  
Aryu Candra ◽  
Ahmad Syauqy

Latar Belakang: Sarkopenia erat kaitannya dengan aktivitas fisik dan komposisi tubuh terutama persen lemak tubuh. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan persen lemak tubuh dengan indikator sarkopenia.Metode: Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan 40 subjek usia 50-59 tahun yang dipilih dengan metode consecutive sampling pada warga penghuni rumah susun Karangroto. Subjek diukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status gizi. Indikator sarkopenia diamati dengan mengukur massa otot, kekuatan otot dan performa fisik. Massa otot dan persen lemak tubuh diukur dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), kekuatan otot diukur dengan Electronic Hand Dynamometer, performa fisik diukur dengan tes Time Up and Go (TUG), aktivitas fisik diukur dengan kuesioner self-report International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) Short Form, dan asupan makanan diukur dengan kuesioner semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (FFQ). Analisis data menggunakan Tes Mann Whitney U, korelasi Pearson Product-Moment dan Rank Spearman.Hasil: Sebesar 62,5%; 47,5%; 52,5%; 52,5%; 2,5%; 40%; 5% subjek secara berurutan memiliki Indeks Massa Tubuh kategori obesitas, persen lemak kategori obesitas, aktivitas fisik sedang, asupan lemak lebih, massa otot rendah, kekuatan otot rendah dan performa fisik rendah. Terdapat perbedaan signifikan pada massa otot dan kekuatan otot antara laki-laki dan perempuan (p<0,001). Aktivitas sedentary berkorelasi negatif dengan massa otot (r -0,434; p 0,005), serta persen lemak dengan massa otot (r -0,356; p 0,024).Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas sedentary dan persen lemak tubuh dengan indikator sarkopenia yaitu massa otot pada penghuni rumah susun Karangroto, Semarang.


2014 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 595-603
Author(s):  
Habibaturochmah Habibaturochmah ◽  
Deny Yudi Fitranti

Latar belakang : Obesitas merupakan suatu kondisi akibat akumulasi lemak tubuh yang berlebihan. Kelebihan lemak tubuh dapat terjadi akibat ketidakseimbangan energi antara yang masuk dan energi yang keluar serta kurangnya aktivitas fisik. Konsumsi air dapat dikaitkan dengan penurunan persen lemak tubuh pada remaja putri.Tujuan : Mengetahui hubungan konsumsi air, asupan zat gizi, dan aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh pada remaja putri.Metode : Penelitian observasional dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan di SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang pada bulan Juni 2014. Penelitian ini melibatkan 104 siswi berusia 13-15 tahun. Data konsumsi air, asupan energi, dan zat gizi diperoleh dengan menggunakan Food Frequency Questionaire (FFQ) semi kuantitatif. Data persen lemak tubuh diukur dengan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Data aktivitas fisik diperoleh dengan menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) short form. Analisis bivarat dianalisis dengan uji rank Spearman dan r Pearson.Hasil : Sebanyak 29,8% subjek kurang mengonsumsi air. Didapatkan hubungan bermakna antara konsumsi air dengan persen lemak tubuh (r= -0,596; p<0,05). Didapatkan pula hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dan lemak dengan persen lemak tubuh (masing-masing nilai r= -0,254; p=0,009 dan r=0,429; p<0,05). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi, protein, dan aktivitas fisik dengan persen lemak tubuh.Kesimpulan : Dalam penelitian ini terbukti bahwa konsumsi air, asupan karbohidrat, dan asupan lemak mempunyai hubungan dengan persen lemak tubuh pada remaja putri. Asupan karbohidrat dan asupan lemak menjadi prediktor dari persen lemak tubuh pada remaja putri.


2015 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 39-49 ◽  
Author(s):  
Pristina Adi Rachmawati ◽  
Etisa Adi Murbawani

Latar Belakang : Menari termasuk dalam kategori aktivitas fisik yang berat. Penari cenderung membatasi asupan makan untuk mencapai bentuk tubuh yang ramping. Kurangnya asupan zat gizi disertai aktivitas fisik yang berat dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan gangguan siklus menstruasi. Tujuan : Mengetahui hubungan asupan zat gizi, aktivitas fisik, persentase lemak tubuh dengan gangguan siklus menstruasi pada penari.Metode : Desain penelitian cross sectional dengan 62 penari dipilih secara simple ramdom sampling. Asupan zat gizi diperoleh melalui Food Frequency Questionaire (FFQ) dan dianalisis menggunakan program Nutrisurvey. Aktivitas fisik diukur menggunakan International Physical Activity Questionnaire Adolescent (IPAQ). Persentase lemak tubuh diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Gangguan siklus menstruasi diperoleh melalui kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square.Hasil : Sebanyak 51,6% penari mengalami gangguan siklus menstruasi. Asupan energi pada 46,8% penari tergolong defisit tingkat sedang. Asupan protein (32,3%) dan asupan karbohidrat (51,6%) tergolong defisit tingkat ringan. Asupan lemak 37,1% penari tergolong defisit tingkat berat. Sebagian besar penari memiliki aktivitas fisik yang berat (91,9%) dan persentase lemak tubuh yang normal (87,1%). Terdapat hubungan antara asupan energi, karbohidrat, lemak dan aktivitas fisik dengan gangguan siklus menstruasi (p<0,05). Tidak ada hubungan antara asupan protein dan persentase lemak tubuh dengan gangguan siklus menstruasi (p>0,05).Simpulan : Asupan energi, karbohidrat, lemak, dan aktivitas fisik berhubungan dengan gangguan siklus menstruasi.


2015 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 443-449
Author(s):  
Linda Apriaty ◽  
Nuryanto Nuryanto

Latar Belakang: Obesitas merupakan sebuah keadaan dimana terjadi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh, ditunjukan dengan IMT ≥25 kg/m2. Prevalensi obesitas di Indonesia meningkat tiap tahunnya terutama pada wanita. Faktor risiko obesitas antara lain aktivitas fisik, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko obesitas ibu rumah tangga.Metode: Penelitian observational dengan desain case-control pada ibu rumah tangga di RW 02 Kelurahan Bendungan Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling, 30 subjek pada tiap kelompok. Obesitas dikategorikan berdasarkan nilai IMT. Data identitas subjek, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluargadiperoleh melalui kuesioner. Data asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein diperoleh melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan data aktivitas fisik diperoleh melalui International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Analisis menggunakan metode Chi Square dengan melihat Odds Ratio (OR).Hasil: Faktor risiko obesitas ibu rumah tangga adalah aktivitas fisik rendah (OR = 5.500; Cl 1.813-16.681; p = 0.002), asupan karbohidrat lebih (OR = 8.636; CI 2.566-29.073; p = 0.000), asupan karbohidrat lebih (OR = 4.030; CI 1.372-11.839; p = 0.010. Asupan lemak, asupan protein, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluarga bukan merupakan faktor risiko kejadian obesitas.Kesimpulan: Aktivitas fisik rendah, asupan energi lebih, dan asupan karbohidrat lebih merupakan faktor risiko yang bermakna pada kejadian obesitas ibu rumah tangga.


2014 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 620-630
Author(s):  
Dea Rizky Pradipta ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang : Wanita pascamenopause mengalami peningkatan resorpsi tulang karena berkurangnya hormon estrogen. Asupan protein yang tidak adekuat berisiko terhadap kepadatan tulang yang rendah. Namun, asupan protein yang berlebihan, terutama protein hewani juga berisiko terhadap kepadatan tulang yang rendah. Tujuan penelitian untuk menganalisis besar risiko asupan protein dan faktor lain (asupan kalsium, fosfor, magnesium, zink, usia, riwayat merokok, konsumsi alkohol dan kebiasaan olahraga) yang berpengaruh terhadap kepadatan tulang wanita pascamenopause.Metode : Desain penelitian case-control pada wanita pascamenopause, dengan jumlah subjek 50 orang kelompok kasus dan 50 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel kelompok kasus dilakukan secara random sampling, dan kelompok control dengan cara matching status gizi berdasarkan kategori persen lemak tubuh. Data yang dikumpulkan meliputi kepadatan tulang yang diukur dengan densitometer Quantitative Ultrasound, persen lemak tubuh yang diukur dengan Bioelectrical Impedance Analyzer (BIA), asupan zat gizi menggunakan Food Frequency Questionnaire, riwayat merokok, konsumsi alkohol, serta kebiasaan olahraga. Analisis bivariat menggunakan Chi-square dan Fisher, analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik. Hasil : Rerata nilai T-score pada kelompok kasus sebesar -1,94±0,49SD dan rerata nilai T-score pada kelompok kontrol sebesar -0,45±0,48SD. Rerata usia pada kelompok kasus (59,34±6,88SD) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (54,30±6,12SD). Asupan protein total, protein hewani, protein nabati, kalsium, fosfor, magnesium dan zink pada kelompok kontrol mempunyai rerata yang lebih tinggi daripada kelompok kasus. Asupan protein total, protein nabati, zink dan usia merupakan faktor risiko kepadatan tulang pada wanita pascamenopause dengan nilai OR masing-masing sebesar 3,551; 2,681; 3,431 dan 4,205. Asupan protein hewani merupakan faktor protektif terhadap kepadatan tulang wanita pascamenopause (OR=0,306). Faktor risiko yang paling berpengaruh pada kepadatan tulang wanita pascamenopause adalah usia (OR=4,223; 95%CI=1,627-10,960) dan asupan protein total (OR=3,566 ; 95%CI=1,476-8,613).    Simpulan : Asupan protein total <66 gr/hari berisiko 3,566 kali lebih besar untuk mengalami kepadatan tulang rendah. Usia ≥60 tahun berisiko 4,223 kali lebih besar untuk mengalami kepadatan tulang rendah.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 104-111
Author(s):  
Fahmi Hafid ◽  
Yayuk Eka Cahyani ◽  
Ansar Ansar

Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas pada remaja merupakan faktor risiko penyakit diabetes, kardiovaskular, dan kanker. Hal ini disebabkan karena terjadinya penimbunan lemak pada jaringan adiposa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji (fast foods) dengan komposisi lemak tubuh pada remaja di SMA Karuna Dipa Palu. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 74 orang yang diambil menggunakan teknik systematic random sampling. Data komposisi lemak tubuh diketahui melalui pengukuran menggunakan alat BIA (Bioelectrical Impedance Analysis) merk KERN, data aktivitas fisik didapatkan melalui pengisian kuesioner aktivitas fisik selama seminggu terakhir, dan data konsumsi makanan cepat saji (fast foods) sebulan terakhir didapatkan melalui pengisian formulir FFQ (Food Frequency Questionnaire). Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan 29,7% remaja memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi. Persentase remaja yang tergolong inaktif sebesar 73,0%, dan 59,5% remaja sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fast foods). Remaja tergolong inaktif beraktivitas fisik yang memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi sebesar 35,2% (p-value = 0,161; α>0,05). Dan persentase remaja yang sering mengkonsumsi fast foods memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi sebesar 36,4% (p-value = 0,210; α>0,05). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji (fast foods) dengan komposisi lemak tubuh pada remaja.


2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 178-186
Author(s):  
Rosiana Dwi Astiti ◽  
Ani Margawati ◽  
Ayu Rahadiyanti ◽  
A Fahmy Arif Tsani

Latar Belakang: Populasi lansia terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini harus diikuti dengan perbaikan fasilitas kesehatan sehingga derajat kesehatan dan kualitas asupan makanan lansia meningkat. Salah satu strategi yang dilaksanakan pemerintah yaitu Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi dan kualitas asupan makanan pada lansia yang mengikuti dan tidak mengikuti prolanis.Metode: Penelitian ini merupakan studi cross sectional. Subjek merupakan lansia yang mengikuti dan tidak mengikuti prolanis. Data meliputi karakteristik subjek, tingkat pendapatan, status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), kualitas asupan makanan menggunakan formulir Diet Quality Index-International (DQI-I), dan aktivitas fisik dengan metode International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Analisis data menggunakan uji independent t-test dan Mann-Whitney.Hasil: Rerata skor kualitas asupan makanan subjek yaitu 48,5±6,7 yang tergolong rendah. Rerata status gizi subjek yaitu 24,5±4,2 kg/m2. Kualitas asupan makanan subjek yang mengikuti prolanis (49,0±7,5) lebih tinggi dibandingkan subjek yang tidak mengikuti prolanis (47,6±6,1). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan pada status gizi antara subjek yang mengikuti dan tidak mengikuti prolanis (p=0,029), tetapi tidak terdapat perbedaan pada kualitas asupan makanan (p=0,538).Simpulan: Ada perbedaan signifikan status gizi berdasarkan keikutsertaan prolanis (p=0,029). Tidak ada perbedaan signifikan kualitas asupan makanan berdasarkan keikutsertaan prolanis (p=0,538).


2020 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
pp. 344
Author(s):  
Raden Nety Rustikayanti ◽  
Ahmad Khaerul Anam ◽  
Yeti Hernawati

Gangguan tidur yang buruk dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan. Gangguan tidur dapat berbeda pada setiap pada setiap ibu hamil bergantung pada aktivitas fisik. Tujuan penelitian untuk mengetahui korelasi aktivitas fisik dengan kualitas tidur pada ibu hamil. Jenis penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian sebanyak 248, dengan tehnik  purposive sampling sebanyak 97 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analisis data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian didapatkan nilai p sebesar 0.003 (p<α). Disimpulkan bahwa aktivitas fisik berkorelasi dengan kualitas tidur pada ibu hamil.


2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 156-163
Author(s):  
Fidi Restutiwati ◽  
Etisa Adi Murbawani ◽  
Ayu Rahadiyanti

Latar Belakang: Kebiasaan merokok berdampak pada kualitas diet, aktivitas fisik dan status gizi. Rokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan nafsu makan dan mengakibatkan penurunan kemampuan kardiorespirasi sehingga mengganggu aktivitas fisik seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas diet dan aktivitas fisik menurut status gizi pada perokok dewasa awal.Metode: Rancangan penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel 59 subjek yang berusia 20-24 tahun. Data meliputi karakteristik subjek, kualitas diet diperoleh dengan metode Semi Quantitative-Food Frequency Questionniare (SQ-FFQ), aktivitas fisik diperoleh dengan metode International Physical Activity Questionnaire-Short Form (IPAQ-SF), dan status gizi diukur menggunakan lingkar pinggang dan/atau Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP). Analisis data dengan uji chi-square, fisher exact.Hasil: Rerata skor kualitas diet subjek yaitu 40,4±8,7 tergolong kualitas diet rendah. Kualitas diet rendah pada subjek digambarkan dengan rendahnya asupan sayur dan buah, tingginya asupan total lemak, lemak jenuh, kolesterol, natrium, rendahnya skor rasio makronutrien dan rasio asam lemak. Rerata aktivitas fisik subjek yaitu 2569,5±1806,5 METs/min/minggu termasuk dalam aktivitas fisik sedang. Hasil uji perbedaan diperoleh kualitas diet menurut status gizi (p=0,564), aktivitas fisik menurut status gizi (p=0,019). Simpulan: Tidak ada perbedaan signifikan kualitas diet menurut status gizi pada perokok dewasa awal (p>0,05). Ada perbedaan signifikan aktivitas fisik menurut status gizi pada perokok dewasa awal (p<0,05).


2021 ◽  
Vol 25 ◽  
pp. e1288
Author(s):  
Pedro José Carrillo-López ◽  
Juan José Pérez-Soto ◽  
Andrés Rosa-Guillamón ◽  
Eliseo García-Cantó ◽  
José Enrique Moral-García

Introducción: El objetivo fue determinar la relación existente entre el nivel de actividad física y la calidad de la dieta mediterránea en escolares de Bachillerato.  Material y método: Estudio transversal realizado con 119 escolares de Murcia (España) con un rango de edad comprendido entre los 16-17 años. Estos escolares fueron seleccionados mediante muestreo no probabilístico intencional. Se valoró la calidad de la dieta mediterránea (CD) a través del cuestionario Mediterranean Diet Quality Index in children and adolescents y la actividad física (AF) a través del cuestionario International Physical Activity Questionnaire for Adolescents. El análisis estadístico ha sido llevado a cabo mediante las pruebas estadísticas ji al cuadrado de Pearson, T Student, One-way ANOVA y un análisis de regresión lineal. Resultados: Los resultados de los análisis mostraron diferencias significativas en el promedio de la actividad física, donde los varones mostraron valores más elevados que las mujeres (p < 0.001). Entre las mujeres, aquellas con un menor nivel de AF mostraron un mayor uso de aceite de oliva y desayunar habitualmente bolleria industrial (p<0,005). Entre los varones, aquellos con un nivel de AF mayor mostraron un mayor consumo de verduras frescas, de pasta o arroz y, frutos secos (p<0,005). Considerando el total, respecto a las diferencias en el nivel de AF en función de la CD, se encontraron diferencias entre un nivel alto de CD y sus pares homólogos con un nivel bajo (p< 0,001). Por último, se halló una asociación entre la AF y la CD (p < 0,001) con un valor de R2 = 0,275. Conclusiones: Una mayor actividad física se relaciona con una mayor calidad de la dieta media en escolares de Bachillerato. Estos resultados son de interés para el contexto sanitario y educativo ya que un correcto desarrollo de ambos constructos resulta de especial interés para orientarse hacia la adherencia de estilos de vida saludables. Asimismo, se deben crear programas formativos adecuados a las necesidades y características que presenta la sociedad del siglo XXI.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document