scholarly journals ASUPAN PROTEIN YANG KURANG SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEPADATAN TULANG RENDAH PADA WANITA PASCAMENOPAUSE

2014 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 620-630
Author(s):  
Dea Rizky Pradipta ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang : Wanita pascamenopause mengalami peningkatan resorpsi tulang karena berkurangnya hormon estrogen. Asupan protein yang tidak adekuat berisiko terhadap kepadatan tulang yang rendah. Namun, asupan protein yang berlebihan, terutama protein hewani juga berisiko terhadap kepadatan tulang yang rendah. Tujuan penelitian untuk menganalisis besar risiko asupan protein dan faktor lain (asupan kalsium, fosfor, magnesium, zink, usia, riwayat merokok, konsumsi alkohol dan kebiasaan olahraga) yang berpengaruh terhadap kepadatan tulang wanita pascamenopause.Metode : Desain penelitian case-control pada wanita pascamenopause, dengan jumlah subjek 50 orang kelompok kasus dan 50 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel kelompok kasus dilakukan secara random sampling, dan kelompok control dengan cara matching status gizi berdasarkan kategori persen lemak tubuh. Data yang dikumpulkan meliputi kepadatan tulang yang diukur dengan densitometer Quantitative Ultrasound, persen lemak tubuh yang diukur dengan Bioelectrical Impedance Analyzer (BIA), asupan zat gizi menggunakan Food Frequency Questionnaire, riwayat merokok, konsumsi alkohol, serta kebiasaan olahraga. Analisis bivariat menggunakan Chi-square dan Fisher, analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik. Hasil : Rerata nilai T-score pada kelompok kasus sebesar -1,94±0,49SD dan rerata nilai T-score pada kelompok kontrol sebesar -0,45±0,48SD. Rerata usia pada kelompok kasus (59,34±6,88SD) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (54,30±6,12SD). Asupan protein total, protein hewani, protein nabati, kalsium, fosfor, magnesium dan zink pada kelompok kontrol mempunyai rerata yang lebih tinggi daripada kelompok kasus. Asupan protein total, protein nabati, zink dan usia merupakan faktor risiko kepadatan tulang pada wanita pascamenopause dengan nilai OR masing-masing sebesar 3,551; 2,681; 3,431 dan 4,205. Asupan protein hewani merupakan faktor protektif terhadap kepadatan tulang wanita pascamenopause (OR=0,306). Faktor risiko yang paling berpengaruh pada kepadatan tulang wanita pascamenopause adalah usia (OR=4,223; 95%CI=1,627-10,960) dan asupan protein total (OR=3,566 ; 95%CI=1,476-8,613).    Simpulan : Asupan protein total <66 gr/hari berisiko 3,566 kali lebih besar untuk mengalami kepadatan tulang rendah. Usia ≥60 tahun berisiko 4,223 kali lebih besar untuk mengalami kepadatan tulang rendah.

2014 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 807-817
Author(s):  
Nimas Prabaningrum ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang : Osteoporosis pascamenopause merupakan osteoporosis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh penurunan kadar estrogen dan faktor – faktor lain antara lain asupan kalsium, vitamin (A, D, C, K) ,konsumsi kafein, riwayat penyakit diabetes melitus (DM) dan lama menopause pada wanita. Isoflavon kedelai dapat berfungsi sebagai hormone replacement therapy karena memiliki kemiripan struktur kimia dan fungsi dengan hormon estrogen. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis asupan isoflavon kedelai, vitamin (A, D, C, K), kalsium, konsumsi kafein, riwayat DM dan lama menopause sebagai faktor risiko kepadatan tulang rendah wanita pascamenopause.Metode : Penelitian observasional dengan desain kasus kontrol pada wanita pascamenopause di Kelurahan Ngemplak Simongan, Bongsari dan Barusari Kota Semarang. Kelompok kasus (50 orang) didapatkan dengan cara random sampling, lalu dicari kelompok kontrol (50 orang) dengan melakukan matching status gizi berdasarkan persen lemak tubuh. Data kepadatan tulang diperoleh menggunakan densitometer quantitative ultrasound, data persen lemak tubuh diperoleh menggunakan BIA (Bioelectrical Impedance Analyzer), data riwayat asupan zat gizi diperoleh melalui wawancara menggunakan semi-quantitatives food frequency questionnaire. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square dan Fisher Exact, analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik.Hasil : Rerata kepadatan tulang (T-Score) kelompok kasus -1,9±0,49 SD sedangkan kelompok kontrol -0,4±0,47 SD. Rerata variabel asupan zat gizi (isoflavon kedelai, kalsium, vitamin A, vitamin D, vitamin C, vitamin K) kelompok kontrol lebih besar dibandingkan kelompok kasus. Asupan isoflavon kedelai, vitamin A, vitamin K, riwayat DM dan lama menopause merupakan faktor risiko kepadatan tulang rendah pada wanita pascamenopause yang bermakna. Faktor risiko paling berpengaruh pada kepadatan tulang rendah pada wanita pascamenopause yaitu asupan isoflavon kedelai kurang (p=0,000;OR=7,9), riwayat penyakit diabetes melitus (p=0,004;OR=13,682) dan lama menopause > 10 tahun (p=0,037;OR=3,364).Kesimpulan : Asupan isoflavon kedelai kurang, riwayat penyakit diabetes melitus (DM) dan lama menopause > 10 tahun merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh pada kepadatan tulang rendah wanita pascamenopause. Asupan isoflavon kedelai < 35 mg/hari meningkatkan risiko kepadatan tulang rendah sebesar 7,9 kali, riwayat DM meningkatkan risiko kepadatan tulang rendah sebesar 13,7 kali dan lama menopause > 10 tahun meningkatkan risiko kepadatan tulang rendah sebesar 3,4 kali.


2018 ◽  
Vol 7 (1) ◽  
pp. 39
Author(s):  
Estillyta Chairunnisa ◽  
Aryu Candra Kusumastuti ◽  
Binar Panunggal

 Latar Belakang : Stunting merupakan masalah gizi yang banyak ditemukan pada anak di negara berkembang seperti di Indonesia. Stunting yaitu gangguan pertumbuhan disebabkan kekurangan gizi kronis berdasarkan nilai z-score panjang badan menurut umur kurang dari -2 SD. Kecukupan asupan zat gizi mikro yang tidak adekuat menjadi salah satu faktor penyebab terjadi stunting pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan asupan vitamin D, kalsium dan fosfor pada anak  stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Metode : Penelitian ini menggunakan desain case-control. Subjek adalah anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan di Kelurahan Rowosari dan Meteseh, Semarang. Total subjek pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol sejumlah 40 orang. Pengambilan subjek menggunakan metode simple random sampling. Data asupan zat gizi diperoleh dengan menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Analisis zat gizi menggunakan software NutriSurvey. Analisis data secara statistik menggunakan uji Chi Square, Fisher’s exact dan regresi logistik ganda.Hasil : Rerata asupan kalsium dan fosfor pada kelompok kasus sebesar 303,3±2,8 mg dan 440,1±1,9 mg sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 606±3 mg dan 662±2,5 mg. Rerata asupan vitamin D pada kelompok kasus sebesar 2,2±3,3 mcg dan pada kelompok kontrol sebesar 4,8±4,1 mcg. Terdapat perbedaan antara asupan kalsium (p=0,003; OR=4,5) dan fosfor (p=0,001; OR=13,5) pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan. Tidak terdapat perbedaan asupan vitamin D antara anak stunting dan tidak stunting (p=0,615; OR=3,162).Simpulan: Terdapat perbedaan antara asupan kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan.


2015 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 350-357
Author(s):  
Citra Juliandari Ruseno ◽  
Hesti Murwani Rahayuningsih

Latar Belakang: Kepadatan tulang rendah disebabkan oleh persen lemak tubuh tinggi, asupan kalsium rendah, asupan vitamin D rendah, asupan protein rendah, aktivitas fisik rendah, dan gaya hidup sedentari. Lingkar pinggang besar dapat dijadikan prediktor obesitas abdominal. Obesitas abdominal dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti osteoporosis.Tujuan: Menganalisis perbedaan kepadatan tulang antara lingkar pinggang normal dan obesitas abdominal, serta mengetahui hubungan persen lemak tubuh, asupan kalsium, asupan vitamin D, asupan protein, asupan lemak, dan aktivitas fisik terhadap kepadatan tulang pada wanita.Metode: Penelitian observasional dengan desain cross-sectional yang dilaksanakan di Kelurahan Lamper Kidul Kecamatan Semarang Selatan. Subjek penelitian adalah wanita dewasa usia 30-55 tahun sebanyak 32 subjek yang terdiri dari 16 subjek dengan lingkar pinggang ≤80 cm dan 16 subjek dengan lingkar pinggang >80 cm. Data kepadatan tulang diukur menggunakan densitometer ultrasound, data lingkar pinggang menggunakan metline, data persen lemak tubuh menggunakan Bioelectrical Impedance Analyzer (BIA), data asupan gizi (kalsium, vitamin D, protein, lemak) menggunakan kuesioner semi quantitative food frequency, dan data aktivitas fisik menggunakan formulir IPAQ. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.Hasil: Pada kategori lingkar pinggang normal, subjek dengan kepadatan tulang osteopenia lebih banyak (75%) dibandingkan subjek dengan kepadatan tulang normal (25%). Sedangkan pada kategori lingkar pinggang obesitas abdominal, subjek dengan kepadatan tulang normal lebih banyak (56,3%) dibandingkan subjek dengan kepadatan tulang osteopenia (43,8%). Tidak terdapat perbedaan kepadatan tulang antara kategori lingkar pinggang normal dan obesitas abdominal pada wanita dewasa (p=0,072). Aktivitas fisik memiliki hubungan paling kuat dengan kepadatan tulang setelah disesuaikan dengan asupan lemak dan persen lemak (p=0,014).Kesimpulan: Tidak ada perbedaaan kepadatan tulang antara kategori lingkar pinggang normal dan obesitas abdominal pada wanita dewasa. Aktivitas fisik berhubungan dengan kepadatan tulang setelah disesuaikan dengan asupan lemak dan persen lemak.


Author(s):  
Alfi Tri ◽  
Untung S. Widodo ◽  
Toto Sudargo

ABSTRACT<br /><br />Background: Iodine Defi ciency Disorder (IDD) is a health problem that affects quality of human resources. IDD happens not only due to iodine defi ciency but also other disorders such as goitrogenic substance (thiocyanate), pollutants of heavy metals (Pb) and micronutrient defi ciency (Fe) that inhibit thyroid hormone biosynthesis which cause the sweling of goitre glands.<br /><br />Objective: To identify the association between consumption of iodine, thiocyanate, Fe consumption, status of anemia and Pb and status of IDD in pregnant mothers at Subdistrict of Tabunganen, District of Barito Kuala, Province of Kalimantan Selatan.<br /><br />Method: The study was observational using case control design and quantitative method. Data were obtained through the palpation of goitre glands, measurement of thyroid stimulating hormone (TSH) level using ELISA method, iodine and thiocyanate consumption using food recall 2x24 hours and food frequency questionnaire (FFQ), Fe consumption using FFQ, Hb level using photometric method and Pb level using AAS method. Data were analysed by using chi-square and logistic regression.<br /><br />Result: There was signifi cant association (p&lt;0.05) between consumption of iodine (fi sh) based on FFQ and IDD status (goitre) with OR=3.44 and IDD status (TSH) with OR=8.00. There was no association between consumption of thiocyanate and Fe measured with food recall, FFQ and IDD status (goitre and TSH). There was signifi cant association (p&lt;0.05) between Pb status and IDD status (TSH) with OR=9.35.<br /><br />Conclusion: There was association between iodine consumption based on FFQ (fi sh) and IDD status (goitre) after the control of iodine consumption status (food recall). There was association between iodine consumption status (FFQ) in fi sh together with anemia status and the prevalence of IDD disorder (TSH) after the control of Pb status. <br /><br />KEYWORDS: iodine defi ciency disorder, pregnant mothers, iodine, thiocyanate, Fe, anemia, Pb<br /><br />ABSTRAK<br /><br />Latar Belakang: Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. GAKY tidak hanya disebabkan oleh kekurangan yodium, tetapi juga dipengaruhi oleh zat goitrogen(tiosianat), logam berat Pb, dan kekurangan Fe yang menghambat biosintesis hormon dan berakibat pada pembesaran kelenjar gondok.<br /><br />Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi yodium, goitrogen (golongan tiosianat), Fe, serta status anemia dan status Pb dalam darah dengan status GAKY pada ibu hamil di  Kecamatan Tabunganen Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan.<br /><br />Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan case control. Data pembesaran kelenjar tiroid diperiksa denganpalpasi di daerah kelenjar tiroid, kadar TSH dengan metode ELISA, tingkat konsumsi yodium dan tingkat konsumsi tiosianat dengan metode food recall 2 x 24 jam dan food frequency questionnaire  (FFQ), tingkat konsumsi Fe dengan FFQ, kadar Hb dalam darah dengan metode fotometrik, kadar Pb darah dengan metode AAS.Data dianalisis menggunakan chi-square dan logistic regression.<br /><br />Hasil: Ada hubungan signifi kan (p&lt;0,05) antara tingkat konsumsi yodium (ikan laut) berdasarkan FFQ dan status terhadap status GAKY (gondok) dengan OR=3,44 dan status GAKY (TSH) dengan OR=8,00.Tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi tiosianat dan Fe yang diukur dengan food recall, FFQ, dan status GAKY (gondok dan TSH). Antara status Pb dan status GAKY (TSH) juga tidak ditemukan adanya hubungan dengan OR=9,35.<br /><br />Kesimpulan: Ada hubungan antara konsumsi yodium berdasarkan FFQ (ikan laut) dan status GAKY (gondok) dan antara konsumsi yodium (FFQ) dengan status anemia dan prevalensi GAKY (TSH).<br /><br />KATA KUNCI: gangguan akibat kekurangan yodium, wanita hamil, yodium, tiosianat, Fe, anemia, Pb


2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 107-114
Author(s):  
Agnes Kalpita Furi ◽  
Aryu Candra ◽  
Ayu Rahadiyanti

Latar Belakang : Tonsilitis adalah salah satu penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas (ISPA) yang sering terjadi pada balita. Defisiensi seng dan vitamin C mempengaruhi kejadian tonsilitis terkait fungsi dalam sistem imun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan seng dan vitamin C dengan kejadian tonsilitis pada balita. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian case control. Subjek balita usia 2-5 tahun sebanyak 50 subjek terdiri dari 25 subjek kasus dan 25 subjek kontrol diambil dengan teknik consecutive sampling. Penentuan subjek mengalami tonsilitis atau tidak dilakukan dengan diagnosis dokter melalui pemeriksaan tonsil. Data yang dikumpulkan meliputi riwayat asupan seng dan vitamin C diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ), identitas subjek dan orangtua/pengasuh, data hygiene mulut, dan data kebiasaan makan dengan wawancara langsung. Analisis data dengan uji Chi-square, Fisher’s Exact, Mann Whitney, dan Independent T.Hasil : Status gizi subjek sebagian besar tergolong normal berdasarkan BB/TB, BB/U, maupun TB/U. Sebanyak 56% subjek kelompok kasus memiliki kebiasaan makan yang berisiko dan 100% subjek pada kelompok kasus memiliki hygiene mulut yang kurang baik. Subjek kasus memiliki riwayat asupan seng yang kurang sebanyak 52% dan riwayat asupan vitamin C yang kurang sebanyak 80%. Riwayat asupan seng memiliki hubungan dengan kejadian tonsilitis (p<0,05), sedangkan riwayat asupan vitamin C tidak terdapat hubungan dengan kejadian tonsilitis (p>0,05).Kesimpulan : Risiko tonsilitis pada subjek dengan riwayat asupan seng kurang dari kebutuhan 4,3 kali lebih besar dibandingkan subjek dengan riwayat asupan seng cukup. 


2015 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 469-479
Author(s):  
Garnis Retnaningrum ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang: Obesitas pada remaja disebabkan oleh rendahnya kualitas diet yang digambarkan melalui asupan makanan yang tidak sesuai dengan rekomendasi, sedangkan aktivitas fisik (pengeluaran energi) sangat minimal. Tujuan: menganalisis pengaruh kualitas diet dan aktivitas fisik terhadap status obesitas remaja.Metode: Penelitian observasional dengan pendekatan case control melibatkan 112 subjek di SMP Nasima, SMP Al Azhar 14, dan 23 Semarang. Subjek terdiri dari 56 remaja obesitas dan 56 remaja non obesitas usia 13-15 tahun yang dipilih melalui proportional random sampling dan dilakukan matching terhadap jenis kelamin dan asal sekolah. Data yang dikumpulkan meliputi identitas sampel, persen lemak tubuh, kualitas diet, dan aktivitas fisik. Persen lemak tubuh diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA), kualitas diet diperoleh melalui formulir Diet Quality Index- International (DQI-I), dan aktivitas fisik menggunakan kuesioner International Physical Activity Questionnaire-short form (IPAQ-short form). Uji chi square untuk menganalisis hubungan kualitas diet dan aktivitas fisik terhadap status obesitas. Uji regresi logistik untuk menganalisis variabel yang paling berpengaruh terhadap status obesitas.Hasil: Sebagian besar remaja obesitas (96.4%) dan non obesitas (64.3%) memiliki kualitas diet rendah. Kualitas diet rendah pada remaja non obesitas digambarkan dengan rendahnya asupan serat dan mikronutrien, tingginya asupan lemak jenuh dan adanya ketidakseimbangan proporsi makronutrien dan asam lemak, sementara pada remaja obesitas ditambah dengan tingginya asupan energi, karbohidrat, lemak, kolestrol, dan makanan rendah zat gizi. Sebanyak 73.2% remaja obesitas juga memiliki aktivitas fisik yang rendah, sementara remaja non obesitas yang memiliki aktivitas fisik rendah hanya 23.2%. Remaja dengan kualitas diet rendah dan aktivitas fisik rendah masing-masing memiliki risiko 10.4 dan 7.2 kali lebih besar untuk mengalami obesitas.Simpulan: Kualitas diet yang rendah dan aktivitas fisik yang rendah berpengaruh terhadap status obesitas pada remaja.


2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2015 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Afifah Muthmainnah ◽  
Masrul Masrul ◽  
Asril Zahari

AbstrakHemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari pleksus hemoroidal inferior atau superior yang disebabkan oleh berbagai faktor. Sumatera Barat menempati urutan kedua terendah konsumsi serat di seluruh provinsi Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah terdapat peranan diet rendah serat terhadap timbulnya hemoroid di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan menggunakan desain case control yang dilakukan pada 44 orang, terdiri dari 22 kasus dan 22 kontrol. Data primer dikumpulkan dengan mencatat hasil anamnesis berdasarkan kuesioner dan FFQ (Food Frequency Questionnaire) dan diolah dengan menggunakan Nutrisurvey untuk FFQ, dan aplikasi komputer dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-square disertai derajat kepercayaan 95%. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa hemoroid lebih banyak diderita oleh pasien yang berumur diatas 40 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya peranan diet rendah serat terhadap timbulnya hemoroid (OR tidak ditemukan), namun terdapat faktor lain yang berperan terhadap timbulnya hemoroid yaitu jenis pekerjaan (OR=6,5). Diet rendah serat, riwayat hemoroid dalam keluarga, dan kebiasaan posisi BAB bukan merupakan faktor risiko hemoroid dalam penelitian ini. Jenis pekerjaan merupakan faktor risiko hemoroid.Kata kunci: hemoroid, diet rendah serat, FFQAbstractHemorrhoid are the dilated veins of the plexus hemoroidal varicose inferior or superior due to various factors. West Sumatra ranks second lowest fiber consumption in all provinces of Indonesia. The objective of this study was to determine the role of low-fiber diet in the occurrence of hemorrhoid in RSUP. Dr. M. Djamil Padang. This research was an analytic observational uses case control design that conducted on 44 people, consisting of 22 cases and 22 controls. Primary data were collected by recording the results of history by questionnaire and FFQ (Food Frequency Questionnaire) and processed using Nutrisurvey for FFQ and computer software using univariate and bivariate analysis with Chi-square test statistic with 95% confidence level. The results of univariate analysis showed that more hemorrhoid suffered by patients aged over 40 years. The results of the bivariate analysis showed no role of low-fiber diet in the occurrence of hemorrhoid (OR not found), but there was another factor associated with the occurrence of hemorrhoid, that is the type of work (OR = 6.5). Low-fiber diet, hemorrhoid history in the family, and habits of defecate position are not the risk factor for hemorrhoid in this research. The type of work is a risk factor for hemorrhoid.Keywords: hemorrhoid, low-fiber diet, FFQ


2015 ◽  
Vol 4 (4) ◽  
pp. 443-449
Author(s):  
Linda Apriaty ◽  
Nuryanto Nuryanto

Latar Belakang: Obesitas merupakan sebuah keadaan dimana terjadi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam tubuh, ditunjukan dengan IMT ≥25 kg/m2. Prevalensi obesitas di Indonesia meningkat tiap tahunnya terutama pada wanita. Faktor risiko obesitas antara lain aktivitas fisik, asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko obesitas ibu rumah tangga.Metode: Penelitian observational dengan desain case-control pada ibu rumah tangga di RW 02 Kelurahan Bendungan Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling, 30 subjek pada tiap kelompok. Obesitas dikategorikan berdasarkan nilai IMT. Data identitas subjek, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluargadiperoleh melalui kuesioner. Data asupan energi, karbohidrat, lemak, dan protein diperoleh melalui Food Frequency Questionnaire (FFQ) dan data aktivitas fisik diperoleh melalui International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Analisis menggunakan metode Chi Square dengan melihat Odds Ratio (OR).Hasil: Faktor risiko obesitas ibu rumah tangga adalah aktivitas fisik rendah (OR = 5.500; Cl 1.813-16.681; p = 0.002), asupan karbohidrat lebih (OR = 8.636; CI 2.566-29.073; p = 0.000), asupan karbohidrat lebih (OR = 4.030; CI 1.372-11.839; p = 0.010. Asupan lemak, asupan protein, penggunaan alat kontrasepsi hormonal, dan status ekonomi keluarga bukan merupakan faktor risiko kejadian obesitas.Kesimpulan: Aktivitas fisik rendah, asupan energi lebih, dan asupan karbohidrat lebih merupakan faktor risiko yang bermakna pada kejadian obesitas ibu rumah tangga.


2019 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 104-111
Author(s):  
Fahmi Hafid ◽  
Yayuk Eka Cahyani ◽  
Ansar Ansar

Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas pada remaja merupakan faktor risiko penyakit diabetes, kardiovaskular, dan kanker. Hal ini disebabkan karena terjadinya penimbunan lemak pada jaringan adiposa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji (fast foods) dengan komposisi lemak tubuh pada remaja di SMA Karuna Dipa Palu. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 74 orang yang diambil menggunakan teknik systematic random sampling. Data komposisi lemak tubuh diketahui melalui pengukuran menggunakan alat BIA (Bioelectrical Impedance Analysis) merk KERN, data aktivitas fisik didapatkan melalui pengisian kuesioner aktivitas fisik selama seminggu terakhir, dan data konsumsi makanan cepat saji (fast foods) sebulan terakhir didapatkan melalui pengisian formulir FFQ (Food Frequency Questionnaire). Analisis data menggunakan uji chi square dengan nilai α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan 29,7% remaja memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi. Persentase remaja yang tergolong inaktif sebesar 73,0%, dan 59,5% remaja sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fast foods). Remaja tergolong inaktif beraktivitas fisik yang memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi sebesar 35,2% (p-value = 0,161; α>0,05). Dan persentase remaja yang sering mengkonsumsi fast foods memiliki komposisi lemak tubuh yang tinggi sebesar 36,4% (p-value = 0,210; α>0,05). Kesimpulan pada penelitian ini yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dan konsumsi makanan cepat saji (fast foods) dengan komposisi lemak tubuh pada remaja.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document