scholarly journals Diversity and Distribution of Myrmecophytes in Bengkulu Province

Author(s):  
Safniyeti Safniyeti ◽  
Sulistijorini Sulistijorini ◽  
Tatik Chikmawati

<p>Myrmecophyte is a common medicinal plant used by local people in Indonesia for treating various diseases especially in Papua. Bengkulu province is one of the myrmecophyte habitats, but there has no report on its identity and distribution. The objectives of this research were to identify the diversity and analyze the myrmecophytes distribution as well as factor affecting its presence. This study used purposive sampling method by exploring the area where myrmecophytes commonly found. The myrmecophyte distribution was analyzed using <em>Morishita</em> index and <em>Arcgis</em> 10.1, and the autecological analysis of abiotic factors was performed using <em>Principal Component Analysis</em> (PCA) generated from Minitab 16. The results of this research showed that there were two species of myrmecophytes in Bengkulu province, namely <em>Hydnophytum formicarum</em> and <em>Myrmecodia tuberosa</em>, as well as two variants of <em>M. tuberosa</em> i.e. <em>M. tuberosa</em> 'armata’ and <em>M. tuberosa</em> 'siberutensis'. The distribution of myrmecophytes was mostly randomly scattered in Central Bengkulu regency, Seluma, North Bengkulu, South Bengkulu, and Kaur. Their distributions were affected by light intensity and temperature. The data of this research can be used as basic information for carried out conservation efforts in Bengkulu province. The abundance of myrmecophytes is also used as a source of additional income for local people in Bengkulu province.      </p>

2019 ◽  
Vol 35 (6) ◽  
Author(s):  
Daniel Vieira de Morais ◽  
Lorena Andrade Nunes ◽  
Vandira Pereira da Mata ◽  
Maria Angélica Pereira de Carvalho Costa ◽  
Geni da Silva Sodré ◽  
...  

Leaves are plant structures that express important traits of the environment where they live. Leaf description has allowed identification of plant species as well as investigation of abiotic factors effects on their development, such as gases, light, temperature, and herbivory. This study described populations of Dalbergia ecastaphyllum through leaf geometric morphometrics in Brazil. We evaluated 200 leaves from four populations. The principal component analysis (PCA) showed that the first four principal components were responsible for 97.81% of variation. The non-parametric multivariate analysis of variance (NPMANOVA) indicated significant difference between samples (p = 0.0001). The Mentel test showed no correlation between geographical distances and shape. The canonical variate analysis (CVA) indicated that the first two variables were responsible for 96.77 % of total variation, while the cross-validation test showed an average of 83.33%. D. ecastaphyllum leaves are elliptical and ovate.


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Agustin Rustam ◽  
Ira Dillenia ◽  
Rainer A Troa ◽  
Dietriech G Bengen

Selat Dampir yang berada di daerah Raja Ampat merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil yang berada di ujung kepala burung pulau Papua bagian dari kawasan Coral Triangle Initiative (CTI) yang memiliki biodiversitas tinggi. Selain itu di lokasi ini terdapat situs arkeologi maritim, sehingga kawasan ini merupakan kawasan yang cocok sebagai kawasan marine eco archeo park. Perlu dilakukan penelitian awal keberadaan lokasi ini seperti kualitas perairan yang dilakukan pada tanggal 7 – 13  Mei 2014. Pengambilan data kualitas perairan dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan alat multiparameter secara in situ dan analisis sampel air di laboratorium. Parameter yang diukur yaitu salinitas, pH, turbiditas, padatan tersuspensi (TSS), Biological Oxygen Demand (BOD5), nitrat, tembaga dan nikel. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan analisis PCA (Principal Component Analysis). Hasil yang didapat untuk semua parameter masih sesuai dengan KMNLH no 51 tahun 2004, hanya nilai tembaga pada saat pengukuran tidak sesuai, walaupun secara keseluruhan perairan Selat  Dampir pada saat pengukuran masih dalam kondisi baik sebagai daerah taman nasional dan wisata bahari. Berdasarkan analisis PCA didapatkan parameter yang berperan kuat di lokasi adalah BOD5, pH, TSS dan kecerahan. Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait lokasi penelitian sebagi situs maritim dan daerah wisata bahari di daerah konservasi dalam mewujudkan marine eco archeo park berbasis ekosistem lestari.


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 57-66
Author(s):  
Reza Iklima AS ◽  
Gusti Diansyah ◽  
Andi Agussalim ◽  
Citra Mulia

Iklima AS et al, 2019. Analysis of N-Nitrogen (Ammonia, Nitrate, and Nitric) and Phosphate at Teluk Pandan’s water territorial, Lampung Province. JLSO 8(1):57-66.Teluk Pandan’s water territorial was known to aquaculture activity such as prawn, pearl oyster and cage culture by community that lived in the area. It activities could makes water quality to be polluted.This research was purposed to known the content of nutrient (Ammonia, Nitrate, Nitric, and Phosphate) and to studied nutrient that related to other’s water quality parametric at Teluk Pandan water territorial. Sampling was determinate by 15station using purposive sampling method. Data analysis was used to studied relation between water quality’s parametric using Principal Component Analysis (PCA). Water sampling was taken at surface using water sampler. It was analyze in Oceanography and Instrumentation Laboratory, Department of Marine Science, Universitas Sriwijaya. Result of this research showing that rate of content nutrient at Teluk Pandan’s water territory ranging from 0.0007-0.0087 mg/L NO3-N, nitric ranging from 0.0001-0.0062 mg/L NO2-N, and phosphate ranging form 0,0012 – 0,0091 mg/L PO4-P. Based on result Teluk Pandan’s water territory still can be used for water’s ecosystem. Result using PCA method showing that correlation between parametric are directly proportional and inversely. Correlation that directly proportional showing by parametric group quadrant I (Temperature, Salinity, Velocity, and Abundance of Phytoplankton), quadrant II (DO, pH and nitrate) and quadrant III (Ammonia, nitric and phosphate). Inversely showing by parametric group quadrant I to parametric group quadrant III.


2017 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 87
Author(s):  
Mas Tri Djoko Sunarno

Aktivitas penangkapan lebih (over fishing), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian ikan belida (Chitala lopis) menjadi terancam. Untuk itu, diperlukan upaya konservasi yang tepat untuk melestarikan ikan ini. Tahap awal adalah melalui penelitian morfologi. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi keragaman jenis ikan belida di Sungai Tulang Bawang (Lampung), Kampar (Riau), dan Kapuas (Kalimantan Barat) melalui variasi bentuk tubuh dan karakter morfologi pembeda. Penentuan lokasi pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling. Untuk setiap spesies pengambilan contoh per lokasi berkisar antara 10 sampai dengan 30 spesimen. Contoh ditandai (tagging) dituliskan kode spesimen dan lokasi kemudian diawetkan dengan direndam larutan alkohol 75%. Pengukuran spesimen dengan digital kaliper di sisi tubuh sebelah kiri, pada 28 karakter morfologi. Data yang diperoleh distandarisasi, disajikan dalam % SL dan % HL yang merupakan subyek principal component analysis menggunakan Statistik 6.0. Tahap ke-2, menggunakan analysis diskriminan untuk mengisolasi ke tipe spesimen tadi menjadi kelompok yang terpisah, melihat karakter morfologi dominan (factor score coefficient) akhirnya hanya 1 karakter yang paling dominan. Terdapat 3 kelompok ikan belida yang memperlihatkan penampilan morfologi yang berbeda, dari ke-3 lokasi yang diamati. Pembeda ke-3 kelompok ikan belida di 3 sungai tersebut adalah peduncle length (tinggi punguk) (% HL) dan mouth width (lebar mulut) (% SL). Over fishing activities, implementation of unfriendly environmental gears and altered aquatic environment condition have endangered the feather fish (Chitala lopis). Therefore appropriate conservation efforts will be needed and research on morphology variance can be the starting point. The objective of research is to indentify the diversity of feather fish in Tulang Bawang (Lampung), Kampar (Riau), and Kapuas (Kalimantan Barat) rivers through body shape variations and it’s main morphology characters. Sampling station were chosen based on purposive sampling. Whatever possible, the number of samples range between 10 to 30 in every station sampling. Samples were tagged with specimen code and location, and then preserve using alcohol 75%. Measurements were made manually using dial calipers correct to tenth milimetre. Measurements were made on the left side of body, 28 point to point measurements. These characters were standardized, perform in % SL and % HL subject to principal component analysis using Statistica 6.0. Futher analysis using discriminant analysis to isolate 3 type specimens, find out the dominant characters, and finally see the most dominance characters. There are 3 groups of feather fish’s that performed different morphology characters from the sampling site, where as peduncle length (% HL) and mouth width (% SL) were the dominance characters.


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Yulius Yulius ◽  
Aisyah Aisyah ◽  
Joko Prihantono ◽  
Dino Gunawan

Teluk Saleh terletak di sebelah timur laut Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara administratif, Teluk Saleh berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu. Teluk Saleh merupakan pusat kegiatan perekonomian laut yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya laut seperti budidaya rumput laut dan budidaya keramba jaring apung (KJA). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 – 25 Mei 2016 di perairan Teluk Saleh, Kabupaten Dompu, NTB. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh variabilitas parameter kualitas air untuk budidaya laut. Pengambilan data kualitas perairan dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan alat multiparameter WQC-24. Parameter yang diukur yaitu parameter fisika; kecepatan arus, padatan tersuspensi (TSS), padatan terlarut (TDS), kecerahan, kekeruhan, dan suhu. Parameter kimia; kebutuhan oksigen biologis (BOD), oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), kadar amonia, dan unsur hara (Nitrat-NO3, Fosfat PO4 dan Klorofil-a). Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan analisis PCA (Principal Component Analysis). Hasil analisis data menunjukan bahwa suhu, salinitas, DO, dan pH berada pada ambang normal antara 25 - 31 oC, 32 – 34 ppt, 5mg/l dan 8, yang artinya bahwa perairan di daerah penelitian secara umum tergolong perairan dengan produktifitas yang tinggi. Terdapat beberapa parameter yang masih melebihi baku mutu untuk budidaya laut yaitu parameter fosfat dan nitrat. Nilai konsentrasi nitrat kurang dari 0.1mg/l diduga sebagai akibat dari aktivitas perekonomian masyarakat di sekitar muara sungai yang membuang limbah ke perairan. Berdasarkan analisa PCA didapatkan parameter yang berperan kuat di lokasi adalah arus dan TSS.


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
pp. 9-12
Author(s):  
Arrico Fathur Yudha Bramasta ◽  
Wilis Ari Setyati ◽  
Ria Azizah Tri Nuraini

ABSTRAK: Zooplankton merupakan organisme laut yang memiliki peran dalam rantai makanan di laut. Zooplankton berperan pada tingkat energi kedua yang menghubungkan produsen (fitoplankton) dengan konsumen tingkat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas Arthropoda dengan dua perbedaan intensitas cahaya (300 lux dan 2000 lux). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode purposive sampling yang terdiri dari tiga stasiun. Pengambilan sample zooplankton dilakukan dengan bantuan plankton net yang ditarik kapal tiga kali pengulangan. Berdasarkan penelitian ditemukan 5 genus yaitu Calanus, Paracalanus, Sergia, Eucalanus dan Candacia. Genus yang paling banyak ditemukan adalah Calanus dan Sergia. Kelimpahan Arthropoda tertinggi terdapat pada Stasiun 1 dengan intensitas 2000 lux sebesar 8.492 ind/L dan terendah pada Stasiun 3 dengan intensitas 300 lux sebesar 2.286 Ind/L, hal ini diduga karena pengaruh gaya fototastik positif dari fitoplankton terhadap sumber cahaya yang direspon baik oleh zooplankton khususnya Arthropoda sebagai sumber makanan. Tingkat keanekaragaman (H’) Arthropoda di perairan tersebut termasuk dalam kategori rendah, indeks keseragaman (E) dalam kategori rendah, dan terdapat dominansi (C). ABSTRACT: Zooplankton are those organisms which have a role in  food-web in aquatic ecosystems. Zooplankton as second trophic level organism whose connects producers (phytoplankton) with consumers at a higher trophic level. This research aims to know the composition and structure of the Arthropode community with two differences in light intensity (300 lux and 2000 lux). This research was done by using purposive sampling method which consists of three stations, by using a plankton net that was pulled by the boat. The results of the study found five genera namely Calanus, Paracalanus, Sergia, Eucalanus, Candacia. The most common genera are Calanus and Sergia. The highest abundance of Arthropode at Station 1 with an intensity 2000 lux is 8.492 ind/L and the lowest at Station 3 with an intensity 300 lux is 2.286 Ind/L. The level of diversity (H') of Arthropode categorized as low, the index of uniformity (E) is categorized medium, the level of dominance (C) is classified as high.


2021 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 1-7
Author(s):  
Kavi K. Oza ◽  
Rinku J. Desai ◽  
Vinay M. Raole*

Leaves are most important part of the plant and can be used for the identification of a taxon. An appropriate understanding of leaf development in terms of shape and responsible abiotic factors is necessary for improvement in plant. Leaf shape variation could be evaluated successfully, and the symmetrical and asymmetrical elements of the overall shape variation could be detected. The aim of the present study was to establish a quantitative analysis method of leaf shape by elliptic Fourier descriptors and principal component analysis (EF-PCA). EF-PCA describes an overall shape mathematically by transforming coordinate information concerning its contours into elliptic Fourier descriptors (EFDs) and summarizing the EFDs by principal component analysis. We can be able to extract six variables by using leaf specimen images from field and herbarium specimens. In the present study, total leaf area with respect to notch area is more variable within species. Within a species the major source of the symmetrical elements may be governed by genotypic features and the asymmetrical elements are strongly affected by the environment. We could discuss the value of morphometrics to detect subtle morphological variation which may be undetectable by human eye.


2020 ◽  
Vol 4 (8) ◽  
pp. 1183-1195
Author(s):  
Tiara Indah Sukmasari ◽  
Brady Rikumahu

Dalam investasi, para stakeholder mengharapkan keuntungan, sehingga investor dan perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penentu harga saham. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penentu utama yang mempengaruhi harga saham pada sektor pertambangan.  Pada penelitian ini menggunakan 20 variabel yang berpengaruh terhadap harga saham yang akan diklasifikasikan menjadi beberapa faktor utama penentu harga saham pada perusahaan terkait. Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dengan tidak mengintervensi data dan dimensi waktu penelitian time series. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu purposive sampling dan diperoleh lima perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang tinggi. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat variabel-variabel yang terkandung dalam faktor utama sebagai penentu harga saham pada PT. Aneka Tambang, Tbk, PT. Bayan Resource, Tbk, PT. Vale Indonesia, Tbk, PT. Indo Tambangraya Megah, Tbk dan PT. Medco Energi Internasional, Tbk.


2015 ◽  
Vol 20 (4) ◽  
pp. 223
Author(s):  
Chandrika Eka Larasati ◽  
Mujizat Kawaroe ◽  
Tri Prartono

Selat Rupat merupakan selat kecil yang berdekatan dengan Selat Malaka yang memiliki berbagai macam aktivitas antropogenik. Tekanan dari aktivitas tersebut dapat menyebabkan perubahan kondisi lingkungan perairan sehingga dapat berpengaruh pada organisme laut khususnya kelimpahan diatom. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik lingkungan perairan yang memengaruhi kelimpahan diatom di permukaan Perairan Selat Rupat. Penelitian ini dilaksanakan di Selat Rupat Riau dengan 5 stasiun yang berbeda karakteristik lingkungannya pada saat pasang dan surut. Parameter yang diukur, yaitu: nitrat, fosfat, silikat, ammonia, intensitas cahaya, salinitas, Pb, minyak dan lemak, serta kelimpahan jenis diatom. Analisis komponen utama (PCA) digunakan untuk menganalisis keterkaitan parameter fisika kimia perairan dengan kelimpahan diatom. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 11 jenis diatom yang ditemukan selama penelitian.  Kelimpahan diatom yang memiliki nilai tertinggi saat pasang dan surut adalah Coscinodiscus (10693-197160 sel.m-3 saat pasang dan 8020-186466 sel.m-3 saat surut) dan Skeletonema (40769-106266 selm-3 saat pasang dan 30744-145029 sel.m-3 saat surut). Kandungan NO3 (0.081-0.142 mg.L-1 saat pasang dan 0.090-0.235 mg.L-1 saat surut), SiO2 (0.054-0.075 mg.L-1 saat pasang dan 0.056-0.120 mg.L-1 saat surut), arus (0.3-0.5 m.det-1 saat pasang dan 0.4-0.6 m.det-1 saat surut), dan intensitas cahaya (37-113 lx saat pasang dan 37-233 lx saat surut). Parameter fisika kimia perairan tersebut, memiliki pengaruh yang besar terhadap kelimpahan diatom. Aktivitas antropogenik memengaruhi kelimpahan diatom yang berdampak pada rantai makanan di ekosistem Perairan Selat Rupat sehingga perairan tersebut perlu dikelola dengan baik agar keseimbangan ekosistem perairan tetap terjaga. Kata kunci: antropogenik, diatom, nutrien, pasang surut, Selat Rupat Rupat Strait is one of small strait in Malacca Strait, which has a wide range of anthropogenic activities. The pressure of anthropogenic activities in Rupat Strait Riau could changed the conditions of aquatic environment which was took effects on marine organisms including an abundance of diatoms. This research was aimed to analyze the factors of physic and chemical of waters that affected an abundance of diatom on surface of water in Rupat Strait Riau. This research was conducted in Rupat Strait Riau at 5 stations with different environment characteristics during high and low tide. The measured parameters, consist of nitrate, phosphate, silicate, ammonia, light intensity, salinity, Pb, oils and fats, and then the abundance of diatoms. Principal component analysis (PCA) has used to analyze relations of physic and chemical of waters with abundance of diatoms. The study found 11 genus diatoms which has the highest value at high tide and low tide is Coscinodiscus, which ranged 10.693-197.160 sel.m-3 at high tide and 8.020-186.466 sel.m-3 at low tide, and Skeletonema (40.769-106.266 sel.m-3 at high tide and 30.744-145.029 sel.m-3 at low tide). The contents of NO3 ranged among (0.081–0.142 mg.L-1 at high tide and 0.090-0.235 mgL-1 at low tide), SiO2 ranged (0.054–0.075 mg.L-1 at high tide and from 0.056–0.120 mg.L-1 at low tide, the current ranged (0.3-0.5 m.s-1 at high tide and 0.4-0.6 m.s-1 at low tide), and light intensity ranged (37-113 lx at high tide and 37-233 lx at low tide). Those parameters of physics and chemical had contributions to an abundance of diatoms, but the tidal had no big effects to an abundance of diatoms. The anthropogenic activities had the effects to an abundance of diatoms that have impact on the food chain in aquatic ecosystem at Rupat Strait, so it needs to be managed well for maintain the balancing of aquatic ecosystem.   Keywords: antropogenic, diatom, nutrient, tidal, Selat Rupat


2020 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 12-19
Author(s):  
Putra Sanjaya ◽  
Febrianti Lestari ◽  
Susiana Susiana

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola sebaran dan kepadatan Cerithiidae pada ekosistem Mangrove dan padang lamun di perairan Pulau Penyengat. Penentuan stasiun penelitian menggunakan metode purposive sampling sebanyak 2 stasiun yaitu stasiun I kawasan ekosistem mangrove dan padang lamun, yang ada aktivitas masyarakat dan stasiun II kawasan ekosistem mangrove dan padang lamun tidak ada aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel Cerithiidae dilakukan sebanyak 12 kali ulangan pada setiap stasiun, menggunakan transek 1x1 meter. Pola sebaran stasiun I dan II kawasan ekosistem padang lamun memiliki nilai yang cenderung sama dengan nilai Id (indek morisita) 8,19 dan Id 9,78 dikategorikan mengelompok. Sama halnya stasiun I dan II kawasan mangrove dengan nilai Id 2,29  dan Id 2,42 juga dikategorikan mengelompok. Sedangkan tingkat kepadatan stasiun I dan II ekosistem padang lamun memiliki kepadatan yang cendrung sama dengan nilai yaitu stasiun I, 25.555 ind/Ha dan stasiun II, 24.722 ind/Ha, sama halnya tingkat kepadatan stasiun I dan II kawasan mangrove tidak berbeda dengan nilai rata-rata tingkat kepadatan stasiun I yaitu 20.873 ind/Ha dan stasiun II 17.963 ind/Ha. Selanjutnya hasil analysis principal component analysis (PCA) dengan karakteristik penciri lingkungan pada stasiun I ekosistem mangrove yaitu pH tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat kepadatan Cerithiidae. Selanjutnya Pada stasiun I ekosistem padang lamun terdiri dari Salanitas, suhu, dan DO memiliki keterkaitan terhadap tingkat kepadatan. Pada stasiun II ekosistem mangrove dengan karakteristik penciri lingkungan yaitu TOM tidak memiliki keterkaitan terhadap tingkat kepadatan. Selanjutnya pada stasiun II ekosistem padang lamun dengan karakteristik penciri lingkungan yaitu Kecepatan arus dan Substrat juga tidak memiliki keterkaitan dengan tingkat kepadatan Cerithiidae.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document