scholarly journals Problematika Hukum Pada Peer To Peer Lending di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha

2019 ◽  
Vol 2 (6) ◽  
pp. 2025
Author(s):  
Cheyzsa Mega Andhini S.P

E-commerce yang merupakan bentuk perdagangan elektronik menjadi tren dalam perdagangan di Indonesia saat ini. Tidak hanya perdagangan secara elektronik saja melainkan diiringi dengan adanya pembayaran secara elektronik yang kita kenal dengan Financial Technology (Selanjutnya disingkat fintech). Fintech adalah sebuah inovasi di dalam bidang jasa keuangan. Fintech yang bermunculan di Indonesia ini menjadi salah satu alternatif dalam hal pembayaran berbasis online. Salah satu jenisnya adalah sistem kredit secara online yang disebut dengan P2P Lending. P2P Lending secara legal diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi, sebagai dasar hukum terkait sistem pinjam meminjam dengan system elektronik. P2P Lending yang bermunculan di Indonesia membuat pihak bank konvensional juga menawarkan fasilitas yang sama pada perbankan yaitu sistem kredit online. Kesamaan fasilitas antara P2P Lending dan Kredit Online Sistem ini menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, karena mereka berada pada relevant market yang sama.

2021 ◽  
Vol 50 (4) ◽  
pp. 789
Author(s):  
Hendrawan Agusta

Perkembangan teknologi informasi sangat pesat, adanya kolaborasi antara teknologi informasi dengan berbagai bidang kehidupan melahirkan berbagai macam inovasi yang membuat kehidupan masyarakat semakin mudah. Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan data (data pribadi, data transaksi dan data keuangan). Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya data pribadi Penerima Pinjaman, dimana data pribadi tersebut perlu dilindungi agar tidak terjadi penyalahgunaan yang menimbulkan permasalahan hukum


2021 ◽  
Vol 4 (5) ◽  
pp. 1871
Author(s):  
Nalendra Pradipto

AbstractThe growth of information technology or commonly referred to as Industrial Revolution 4.0 has given birth to a new idea namely Money Lending and Borrowing Services based on Information Technology. Peer to Peer Lending (P2P) Lending is a service that is much in demand by the public. The majority of P2P Lending financial technology providers do not require collateral. With this condition, OJK has issued a special regulation, namely POJK No. 77 / POJK.01 / 2016 concerning Money Lending and Borrowing Services based on Information Technology. Article 21 POJK No.77 / POJK.01/2016 states that the Operator is required to manage credit risk and operational risk. One risk management undertaken by the Provider is to use Credit Scoring to classify Debtors into certain risk grades. However, because the majority of P2P Lending does not require a material guarantee, the Credit Scoring factor other than collateral becomes very important. In practice, the Operator is often less selective about the classification of Debtors in Credit Scoring, resulting in many defaults.Keywords: Peer to Peer Lending; Financial Technology; Credit Scoring; Risk Grade.AbstrakPerkembangan teknologi informasi informasi atau yang biasa disebut dengan Revolusi Industri 4.0 telah melahirkan gagasan baru yaitu Layanan Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peer to Peer Lending (P2P) Lending menjadi layanan yang banyak diminati oleh masyarakat. Dari beragam Penyelenggara teknologi finansial P2P Lending mayoritas tidak mensyaratkan adanya jaminan kebendaan. Dengan adanya kondisi tersebut OJK telah mengeluarkan aturan khusus yaitu POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pasal 21 POJK No.77/POJK.01/2016 menyatakan Penyelenggara wajib melakukan manajemen risiko kredit dan risiko operasional. Salah satu manajemen risiko yang dilakukan Penyelenggara adalah menggunakan Credit Scoring untuk mengklasifikasi Debitor ke dalam risk grade tertentu. Meskipun demikian karena mayoritas P2P Lending tidak mensyaratkan adanya jaminan kebendaan, maka faktor Credit Scoring selain jaminan menjadi sangat penting. Pada prakteknya Penyelenggara seringkali kurang selektif terhadap klasifikasi Debitor dalam Credit Scoring sehingga banyak terjadi wanprestasi. Kata Kunci: Peer to Peer Lending; Teknologi Finansial; Credit Scoring; Risk Grade.


FIAT JUSTISIA ◽  
2021 ◽  
Vol 15 (2) ◽  
pp. 133-158
Author(s):  
Dwi Tatak Subagiyo

Characteristics of Financial Technology as a Financial Institution that uses information technology to provide financial solutions by prioritizing compliance with the principles of prudence and risk management. The characteristics of Financial Technology institutions are getting a loan quickly; Makes Payment Easier; Make Loan Payments without Additional Fees. Peer to Peer Lending (P2P lending) system in providing financial services is done through information technology based. The financial services institution Peer to Peer Lending (P2P Lending) is a financial technology financial institution (Fintech). Financial Technology (Fintech) as a Literacy Source for Financing Micro, Small and Medium Enterprises; Financial Technology (Fintech) As a Facilitator in MSME Development; Financial Tecnology (Fintech) as a driver for Micro, Small and Medium Enterprises to Increase National Financial Inclusion. The Role of the Financial Services Authority (OJK) and the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) As Regulations and Oversight of Financial Technology Institutions (Fintech) in Indonesia.


2019 ◽  
Vol 19 (1) ◽  
pp. 15
Author(s):  
Dwi Edi Wibowo

Abstrak Peranan internet dalam teknologi informasi telah digunakan untuk mengembangkan industri keuangan  (financial industry)  melalui modifikasi dan efisiensi layanan jasa keuangan yaitu dikenal dengan istilah Financial Technology atau Fintech. Fintech jenis pinjam-miminjam uang berbasis teknologi atau peer to peer lending (P2P-lending) merupakan jenis Fintech yang tumbuh pesat di Indonesia, kelebihan pinjam meminjam uang melalui layanan P2P-lending lainnya adalah syarat yang sangat mudah dan proses yang cepat dibandingkan meminjam uang melalui Lembaga Bank. Namun kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh layanan P2P- lending justru memperlemah posisi dari konsumen. Permasalahan Bagaimanakah Penerapan Konsep Utilitarianisme Untuk Mewujudkan Perlindungan Konsumen Fintech. (Financial Technology) Yang Berkeadilan, Tujuan  untuk mengetahui bagaimanakah penerapan konsep utilitarianisme untuk mewujudkan perlindungan kosnumen fintech ( finansial technology yang berkeadilan . Kata kunci : utilitarianisme, perlindungan konsumen, berkeadilan Abstrak The role of the internet in information technology has been used to develop the financial industry through the modification and efficiency of financial services, known as Financial Technology or Fintech. Fintech borrows money based on technology or peer to peer lending (P2P-lending) is a fast-growing type of Fintech in Indonesia, the advantages of lending and borrowing via other P2P-lending services are very easy conditions and a fast process compared to borrowing money through Bank Institution. But the ease of transactions offered by P2P-lending services actually weakens the position of consumers. Problems How to Implement the Utilitarianism Concept to Realize Fintech Consumer Protection. (Financial Technology) that is just, the aim is to find out how the application of the concept of utilitarianism is to realize the protection of fintech consumers (equitable technology finance. Keywords: utilitarianism, consumer protection, justice 


2020 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 163-192
Author(s):  
Hendrawan Agusta

­­­­Perkembangan teknologi informasi sangat pesat, adanya kolaborasi antara teknologi informasi dengan berbagai bidang kehidupan melahirkan berbagai macam inovasi yang membuat kehidupan masyarakat semakin mudah. Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan data (data pribadi, data transaksi dan data keuangan). Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya data pribadi Penerima Pinjaman, dimana data pribadi tersebut perlu dilindungi agar tidak terjadi penyalahgunaan yang menimbulkan permasalahan hukum.


2020 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 252
Author(s):  
Alifia Salvasani ◽  
Munawar Kholil

<p>abstract<br />This article aims to examine the role of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in handling illegal peer-to-peer  (P2P)  financial  technology  (fintech)  in  Indonesia.  This  role  includes  the handling carried out by the FSA to minimize the number of illegal fintech in Indonesia, both through supervision and arrangements related to illegal fintech. This type of empirical legal research, is descriptive, with primary data types. Literature study and interview data collection techniques, qualitative analysis techniques. Factors causing the rise of illegal fintech are normative and non-normative factors. Then the role of the OJK in making efforts to handle illegal P2P lending includes establishing Satgas Waspada Investasi, listing registered P2P lending and licensed on the official OJK website, socializing to the public about the characteristics of illegal P2P lending that must be avoided and data of illegal P2P lending in Indonesia, closing illegal P2P lending, blocking applications and illegal P2P lending websites on a regular basis, conducting selective checks on P2P lending companies that  propose opening  new  accounts,  applying  special  rules  for  P2P  lending  companies related to the fintech payment system , and submit information reports to the Criminal Investigation Police regarding cyber crime.<br />Keywords: Otoritas Jasa Keuangan; Illegal Fintech; Peer-to-Peer</p><p>abstrak<br />Artikel  ini  bertujuan  untuk  mengkaji  peranan  Otoritas  Jasa  Keuangan  (OJK)  dalam menangani  financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending ilegal di Indonesia. Peranan tersebut  meliputi penanganan yang dilakukan OJK untuk meminimalisir jumlah fintech  ilegal  di  Indonesia,  baik  melalui  pengawasan  maupun  pengaturan  terkait  fintech ilegal. Jenis penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif, dengan jenis data primer. Teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara, teknik analisis kualitatif. Faktor penyebab tumbuh maraknya fintech ilegal adalah adanya faktor normatif dan non-normatif. Kemudian peranan OJK dalam melakukan upaya penanganan P2P lending ilegal antara lain dengan membentuk Satgas Waspada Investasi, mencantumkan daftar P2P lending yang terdaftar dan berizin di website resmi OJK, mensosialisasikan kepada masyarakat terkait ciri-ciri P2P lending ilegal yang harus dihindari dan data P2P lending ilegal di Indonesia, melakukan penutupan terhadap P2P lending ilegal, pemblokiran aplikasi dan website P2P lending ilegal secara  rutin, melakukan  pemeriksaan  secara selektif bagi perusahaan  P2P lending yang mengajukan pembukaan rekening baru, memberlakukan aturan khusus bagi perusahaan  P2P  lending  terkait  fintech  payment  system,  dan  menyampaikan  laporan informasi kepada Bareskrim Polri terkait tindakan cyber crime.<br />Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan; Fintech Ilegal; Peer-to-Peer Lending</p>


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
Author(s):  
Trinas Dewi Hariyana

The Financial Technology peer to peer (P2P) lending concept still finds many weaknesses, especially in terms of legal protection for parties and risk management from Fintech itself. P2P Lending Regulation in Indonesia currently uses POJK No. 77 / POJK / 2016 concerning technology-based money lending and borrowing services. The position of Fintech P2P lending is similar to a bank, but the concept is a different agreement. Fintech P2P lending funds can come from investors or funders or cooperate with legal entities or banks. Considering that the risk posed by Fintech P2P lending is very large, Fintech must also implement consumer protection, risk management and prudential principles like a bank credit agreement so as to cover the risk of bad credit, the Fintech platform uses other means to protect funds from investors or investors. the other is with the protection fund as done by the Coin works platform. The protection fund does not cover the entire fund invested by the funder, depending on the availability of protection funds and the amount of credit that is experiencing congestion. The POJK regulation in article 19 describes the agreement clause which must contain the dispute resolution mechanism and the settlement mechanism if the implementation of lending and borrowing services is not able to continue operations, so that with the rules related to the clause it is expected that the funder will still get legal certainty and protection for funds.


Author(s):  
Tulus T. H. Tambunan

This study aims to explore the growth of financial technology (fintech) and its impact on the ability of small businesses to access funding in Indonesia with reference to peer-to-peer (P2P) lending. It adopted a case study methodology using a semistructured interview and a series of focus group discussions (FGDs) with 10 owners of small businesses and 30 owners or managers of peer-to-peer (P2P) lending companies. Two important findings were (1) the sampled small businesses benefited from P2P lending and (2) banks are the most important investor in P2P lending companies. However, this study has its limitations. First, the sample was too small to generalize to a broader population. Second, there is no national data on credit to small businesses from P2P lending to support the findings of the case. To the authors' knowledge, this is the first study on this topic, specifically in Indonesia. It takes stock of the empirical evidence in the literature through the lens of small business owners.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document