Analisis Rantai Nilai Komoditas Kubis (Brassica oleracea L): Studi Kasus di Sentra Produksi Kabupaten Karo

2018 ◽  
Vol 27 (2) ◽  
pp. 269
Author(s):  
Idha Widi Arsanti ◽  
Apri Laila Sayekti ◽  
Adhitya Marendra Kiloes

<p>Kabupaten Karo, Sumatera Utara merupakan sentra produksi kubis yang berkontribusi memberikan devisa negara melalui ekspor. Di samping itu, kubis dari Kabupaten Karo memiliki keunggulan dalam karakteristik produknya dibandingkan dari negara lain. Namun demikian, arti penting kubis sebagai penyumbang nilai devisa belum diikuti dengan perlakuan produksi, panen, pascapanen, dan pemasaran yang memenuhi standar ekspor. Pelaku agribisnis di dalam rantai pasar kubis semakin banyak, di mana awalnya petani menjual ke pedagang pengumpul, pedagang besar, dan langsung ke eksportir, namun sekarang terdapat pelaku baru seperti pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, kemudian kubis dijual ke pedagang besar. Hal ini memungkinkan terjadinya inefisiensi margin pemasaran di sepanjang alur pemasaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan analisis rantai nilai komoditas kubis Kabupaten Karo untuk melihat keuntungan yang diperoleh setiap pelaku agribisnis kubis. Lebih lanjut dapat diberikan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan efisiensi dan keefektifan rantai pemasaran kubis di Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan di Kabupaten Karo melalui wawancara langsung kepada pelaku agribisnis kubis pada tahun 2012. Pemilihan <em>sample</em> dilakukan secara <em>purposive</em> dengan pertimbangan bahwa jumlah pelaku agribisnis kubis tidak terlalu banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor kubis mengalami penurunan dari tahun ke tahun, karena lahan pertanian kubis yang semakin sempit. Kubis dengan nilai R/C yang tinggi menunjukkan tingkat keuntungan yang cukup besar. Dalam rantai pemasaran kubis, petani menerima pangsa yang cukup besar, sementara eksportir dengan kapasitas usaha yang besar juga menerima pendapatan yang seimbang. Sebagai implikasi kebijakan, pemerintah dapat memberikan dukungan dalam peningkatan ekspor berupa diseminasi teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi serta fasilitasi ekspor baik sarana maupun prasarana pengangkutan dari lahan usahatani hingga pasar ekspor, perijinan ekspor serta bongkar muat di pelabuhan.</p><p>Karo District, North Sumatera is a production center of cabbages which provides significant contribution of foreign exchange. Moreover, cabbages in Karo have many advantages compare to cabbages from other countries. Nevertheless, these important roles of cabbages have not been followed by standardized exported treatments, not only the production, harvest, postharvest but also the marketing treatment. Agribusiness of cabbages also show inefficiency of the marketing margin. Based on these problems, it is necessary to analyze the value chain of cabbages in Karo, to see the benefit received by each person in agribusiness system. Further, policy recommendations can be given to improve the efficiency and effectiveness of cabbage supply chain in Karo District. This research was conducted through interviews people who in charge in cabbage agribusiness in 2012. The purposive sample was done considering that the number people in cabbage agribusiness were not too much. The results showed that cabbage exports, in term of value, decreased from year to year, particularly due to limited land. R/C analysis showed the high level of profit. In this cabbage supply chain, farmers receive considerable share, while the exporters with large business capacity also received a higher income. In order to increase production and export of cabbages, it is recommended that government supports several programs such as increase innovation technologies dissemination, improve infrastructures for export as well as develop the simple administration process.</p>

2019 ◽  
Vol 290 ◽  
pp. 07006 ◽  
Author(s):  
Monica Faur ◽  
Constantin Bungau

In today’s competitive business environment, with a continuously increasing diversity in customer demand, a high level of supply chain responsiveness is an imperative requisite for companies’ survival. As a consequence, enhanced agility is requested for the supply chains. The purpose of this paper is to investigate the determinants that influence the position of the ‘decoupling points’ along the value chain, as according to the reviewed literature these represent the separation point between leanness and agility in a hybrid supply chain. It has been found that by applying different technical solutions along the chain, including breaking down the complete production process in modular sequences and outsourcing specific ones, considering reshaping the supply chain, the decoupling points’ location can be moved, allowing greater agility. The chosen methodology is a case study of a FMCG company, aiming to illustrate how increased agility is achieved by outsourcing labour-intensive and time consuming activities, while shortening the downstream to customer. The selected firm is since several years under Lean and Agile strategies implementation. The study shows that understanding both, material and information decoupling points, certain lean processes can be moved upstream, leveraging more agile processes close to the end customer. This way, supply chains can be redesigned towards increasing market responsiveness.


Planta Medica ◽  
2008 ◽  
Vol 74 (09) ◽  
Author(s):  
BM Silva ◽  
AP Oliveira ◽  
DM Pereira ◽  
C Sousa ◽  
RM Seabra ◽  
...  

2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 133
Author(s):  
Mario Febrianus Helan Sani ◽  
Setyowati Setyowati ◽  
Sri Kadaryati

Latar Belakang: Beta-karoten merupakan salah satu isomer karoten yang bisa ditemukan pada sayuran berwarna hijau tua atau kuning tua (seperti wortel dan brokoli). Brokoli merupakan sayuran yang memiliki kandungan beta-karoten yang cukup tinggi, yaitu 623 IU/100 gram. Namun, proses pengolahan brokoli menjadi hidangan dapat menurunkan kandungan beta-karotennya. Tujuan: Mengetahui pengaruh teknik pengolahan terhadap kandungan beta-karoten pada brokoli. Metode: Jenis penelitian ini adalah observational di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak sederhana dengan dua kali pengulangan dan satu unit percobaan. Teknik pengolahan yang dilakukan adalah merebus, mengukus, dan menumis. Brokoli mentah digunakan sebagai kontrol. Penelitian dilakukan pada bulan Februari–Maret 2017. Analisis kadar beta-karoten dilakukan di Laboratorium Chem-mix Pratama Yogyakarta dengan metode spektrofotometri. Hasil: Kadar beta-karoten tertinggi terdapat pada brokoli mentah diikuti dengan brokoli yang ditumis, dikukus dan direbus. Persen penurunan kadar beta-karoten yang direbus, dikukus dan ditumis dibandingkan dengan brokoli mentah masing-masing sebesar 45,87%, 33,52% dan 22,25%. Ada penurunan kadar beta-karoten yang signifikan setelah direbus, ditumis, maupun dikukus dibandingkan dengan brokoli segar (p<0,05). Kesimpulan: Kadar beta-karoten pada brokoli mengalami penurunan setelah dilakukan pengolahan dengan cara direbus, dikukus, dan ditumis. Merebus mengakibatkan penurunan kadar betakaroten terbanyak dibandingkan dengan kedua proses lainnya.


2010 ◽  
pp. 169-173
Author(s):  
Martin Todd

The current high world sugar prices reflect a major imbalance between global supply and demand, which has reduced stocks to very low levels. Although it remains to be seen whether prices will rise much above current values, it is clear that the supply chain will remain stretched throughout 2010 and this will help to maintain prices at a high level.


Author(s):  
Jorge Jaramillo ◽  
Paula Aguilar ◽  
Carolina Valencia ◽  
Alegria Saldarriaga ◽  
Antonio Martinez ◽  
...  

2021 ◽  
pp. bjsports-2021-104118
Author(s):  
Jon Patricios

Siyabonga Kunene’s athletic build and confident stance belie his humble roots. Born in an impoverished area of South Africa, he soon learnt the benefits of an education. He is now a PhD-qualified sports physiotherapist making a significant contribution in both academic and clinical realms. Remaining true to his origins and the inspirational words of Nelson Mandela, Siyabonga has created a framework for managing patellofemoral pain in under-resourced athletes. He has established himself as a physiotherapy lecturer at his university and has been appointed to national teams in his professional capacity. However, his focus primary remains on treating those with a passion for sport who would not normally be able to access high-level athletic care.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document