AbstrakPenelitian ini membahas tentang penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang putusannya mengabulkan sebagian permohonan pemohon berupa perubahan terhadap komposisi anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, yakni Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-IX/2011. Ada dua permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu Pertama, apakah masuknya unsur DPR, Pemerintah dan Mahkamah Agung bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945? Kedua, apakah implikasi putusan pembatalan Pasal 27A ayat (2) huruf C, D, dan E terhadap mekanisme saling kontrol (chekcs and balance) antar cabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) di Indonesia? Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual, selain itu, dikaji dengan studi kasus yang berkaitan dengan materi yang dikaji. Hasil dari penelitian ini adalah, pertama: berdasarkan kajian Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-IX/2011 yang mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pembuat undang-undang telah membahayakan kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) dan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dengan memasukan unsur Pemerintah, DPR dan Mahkamah Agung dalam keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Kedua, Putusan tersebut berimplikasi pada keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang terdiri dan terbatas atas 2 (dua) unsur yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Karena itu utusan Mahkamah Konstitusi tersebut dianggap telah berhasil menjaga berlakunya asas check and balance antar 3 (tiga) cabang kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dalam sistem ketatanegaraan indonesia.AbstractThis research elaborates the Constitutional Court interpretation within Decision No. 49/PUU-IX/2011 on judicial review of Law No. 8 of 2011 on amendments of Law No. 24 of 2003 on the Constitutional Court which its decision has granted mostly the petitioner’s petitions to change the Honorary Council of the Constitutional Court members composition. There are at least two examined issues in this study, they are: Firstly, does the addition of elements House of Representative, Government and the Supreme Court contradict Article 1 paragraph (3) and Article 24 paragraph (1) and (2) of the 1945 Constitution? And secondly, what is the implication of the decision to repeal Article 27A paragraph (2) letters C, D, and E for check and balance between three branches of state government (executive, legislative and judicial) in Indonesia? This research is normative legal research that uses a conceptual approach, also reviewed with case studies related to material research. The results show; Firstly, based on the study to Indonesian Constitutional Court Decision No. 49/PUU-IX/2011 which accepted most of the petitioner’s petitions on judicial review of Law No. 8 of 2011, the Constitutional Court stated that the addition of elements House of Representative, Government and the Supreme Court as members in the Honorary Council of the Constitutional Court then legislators have endangered the freedom of judicial power as regulated Article 1 paragraph (3) and Article 24 paragraph (1) and (2) the 1945 Constitution. Secondly, this decision has an impact on the members of the Honorary Council of the Constitutional Court which only consists of two elements, namely the constitutional court and the judicial commission. Therefore, the Constitutional Court Decision is considered successful in keeping the principle of check and balance between three branches of state government in the Indonesian constitutional state system.