DiH Jurnal Ilmu Hukum
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

182
(FIVE YEARS 73)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

2654-525x, 0216-6534

2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 215-229
Author(s):  
Azahra Haisy Tasya ◽  
Nuzul Shinta Nur Rahmasari

AbstractThis study aims to make the public aware of the importance of awareness of the laws, norms, and ethics that apply in society. With the rule of one garage one car through the perspective of rights and obligations according to the law, it is hoped that the public will have more legal awareness. The research method uses empirical methods by digging information from several supporting sources in the form of interviews and going into the field to find more valid data so that from this research we get final results that provide solutions. The novelty that researchers offer is the imposition of hourly fines for residents who violate the minimum fine of Rp. 20,000 (Twenty Thousand Rupiah), the existence of a new regulation regarding parking, as well as socialization to the community. The lack of legal awareness of the Pucangan residents has led to the neglect of the regulations that have been implemented in their area. There is no place to park their private car. Pucangan residents often park their cars on the shoulder of the road so that it disturbs the comfort of other residents. So there needs to be a regulation in the form of a regional regulation so that residents who still park their cars are given strict sanctions and this rule applies and must be binding on the public.Keywords: garage; parking; regulationAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya kesadaran hukum, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Dengan adanya aturan satu garasi satu mobil melalui prespektif hak dan kewajiban menurut undang-undang diharapkan masyarakat memiliki kesadaran hukum yang lebih. Metode penelitian menggunakan metode empiris dengan menggali informasi dari beberapa sumber pendukung berupa wawancara dan terjun ke lapangan untuk mencari data-data yang lebih valid agar dari penelitian ini didapatkan hasil akhir yang memberikan solusi. Kebaharuan yang peneliti tawarkan yaitu pengenan denda per-jam bagi warga yang melanggar dengan denda minimal Rp. 20.000 (Duapuluh Ribu Rupiah), adanya regulasi baru mengenai perparkiran, serta sosialisasi kepada masyarakat Masih kurangnya kesadaran hukum warga Pucangan menyebabkan abainya peraturan yang sudah diberlakukan di wilayahnya. Tidak ada tempat untuk memarkirnya mobil pribadinya dengan sengaja warga Pucangan sering kali memarkirkan mobilnya di bahu jalan sehingga mengganggu kenyamanan warga lain. Sehingga perlu adanya regulasi berupa perda agar warga yang masih memarkirkan mobilnya diberikan sanksi secara tegas dan aturan ini berlaku dan harus mengikat untuk umum.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 128-140
Author(s):  
Diastama Anggita Ramadhan

AbstrakPenelitian ini mengusulkan model Judicial Preview yang dapat berfungsi untuk mengurangi perilaku koruptif dalam hal fungsi anggaran yang dilakukan lembaga legislatif. Perilaku koruptif sering terjadi dalam fungsi anggaran yang dilakukan oleh anggota legislatif sendiri, hal ini menjadi cerminan rendahnya kualitas lembaga legislatif. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dengan menggunakan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan metode deduktif sebagai metode analisisnya, serta menggunakan bahan hukum yang dikumpulkan melalui metode studi kepustakaan. Hasil dari penelitian menawarkan cabang kekuasaan yudikatif untuk dapat melakukan konsep judicial preview tanpa perlu mengurangi independesi yang dimiliki lembaga tersebut, sehingga lembaga yudikatif tidak akan ikut serta dalam political arena secara praktis. Organ yudikatif ini hanya berfungsi untuk melakukan tindakan hukum pada fase pencegahan sehingga permasalahan tidak kembali terjadi.Kata kunci: judicial preview; legislasi; penyusunan anggaranAbstractThis research proposes a Judicial Preview model that aims to reduce corrupt behaviour in terms of the budget function performed by the parliament. Corruption behaviour often occurs in the budget function performed by members of the parliament is a reflection of the low quality of the legislature. This research is normative research, using the statute approach and conceptual approach. This research uses the deductive method as the method of analysis, as well as using legal material collected through the literature study method. The results of this research are that the judicial branch of power can conduct the judicial preview model without reducing the independence of the institution so that the judiciary will not practically involved in the political arena. This judicial organ only functions to take legal action in the prevention phase so that problems do not re-occur.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 204-214
Author(s):  
I Made Wirya Darma

AbstractThe implementation of virtual trials through teleconference is seen as in line with social distancing and physical distancing policies, in order to reduce the pace of development of the Covid-19 Pandemic. As a quick response to the Supreme Court in ensuring the protection of judicial officials, justice seekers, court users including defendants who are dealing with the law, the Supreme Court has issued Supreme Court Circular (SEMA) Number 1 of 2020 concerning Guidelines for Implementing Tasks During the Prevention Period of the Spread of Covid-19 in The environment of the Supreme Court and the Judiciary Bodies that are under it. Within the prosecutor's office, the trial using this teleconference facility refers to the Instruction of the Attorney General of the Republic of Indonesia Number 5 of 2020 concerning Policies for Implementing Tasks and Handling Cases During the Prevention Period for the Spread of COVID-19 in the Public Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia on March 27, 2020. Referring to the judicial system criminal law in Indonesia, online court proceedings are a legal breakthrough (rules breaking) in a positive sense. However, in practice the implementation of online trials still encounters obstacles or obstacles.Keywords: online trial; teleconference criminal hearing; virtual courtAbstrakPelaksanaan persidangan virtual melalui sarana teleconference dipandang seiring dengan kebijakan social distancing dan phisyical distancing, guna menekan laju perkembangan Pandemi Covid-19. Sebagai respons cepat Mahkamah Agung dalam menjamin terlindunginya aparatur peradilan, pencari keadilan, pengguna pengadilan termasuk terdakwa yang sedang berhadapan dengan hukum, maka MA telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada Di Bawahnya. Di lingkungan kejaksaan, persidangan dengan menggunakan sarana teleconference ini merujuk pada Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 tentang Kebijakan Pelaksanaan Tugas dan Penanganan Perkara Selama Masa Pencegahan Penyebaran COVID-19 di Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 2020. Merujuk kepada sistem peradilan pidana di Indonesia, pelaksanaan sidang secara online merupakan terobosan hukum (rules breaking) dalam makna yang positif. Namun, dalam praktiknya pelaksanaan persidangan online masih menemui kendala atau hambatan.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 178-191
Author(s):  
Dewa Gede Giri Santosa

AbstractAfter Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation has been enacted, there are several changes regarding the provisions related to fixed-term employment agreements previously regulated in Law No. 13 of 2003 concerning Manpower. Law No. 11 of 2020 experienced rejection from many workers because there were several changes to the provisions regarding fixed-term employment agreements which were feared to cause problems in its implementation. One of them is related to changes in the provisions regarding the period of time for a fixed-term employment agreement which is determined by the employment agreement itself and is not limited by law. This research uses normative legal research methods. The results of the analysis show that there have been several changes related to the regulations regarding fixed-term employment agreements in Law No. 11 of 2020 and with these changes, there are still some problems and legal voids in several provisions, thus the government should issue government regulations and/or other implementing regulations deemed necessary to address these problems.Keywords: employment agreement; fixed-term employment agreement; job creation lawAbstrakSetelah diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terdapat beberapa perubahan mengenai ketentuan-ketentuan terkait perjanjian kerja waktu tertentu yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kemudian mengalami penolakan dari banyak pekerja karena terdapat beberapa perubahan ketentuan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu yang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan dalam implementasinya. Salah satunya adalah terkait perubahan ketentuan tentang jangka waktu untuk dapat dilakukan perjanjian kerja waktu tertentu yang lamanya ditentukan oleh perjanjian kerja dan tidak diatur mengenai batas maksimalnya dalam undang-undang. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil dari analisa menunjukkan bahwa terdapat beberapa perubahan terkait aturan-aturan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan terhadap perubahan-perubahan tersebut masih ditemukan beberapa permasalahan serta kekosongan hukum pada beberapa ketentuan, sehingga pemerintah patut menerbitkan peraturan pemerintah dan/atau peraturan pelaksana lainnya yang dianggap perlu untuk menangani permasalahan tersebut.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 141-151
Author(s):  
Jimmy Bastian ◽  
Syofyan Hadi

Tujuan penelitian untuk mengetahui pihak yang dapat menjadi adressaten dalam lalu lintas hukum administrasi dan rumusan aturan hukum yang dibutuhkan untuk mengakomodir hak adressaten dalam lingkup PTUN. Penelitian menggunakan metode historis, dapat ditemukan tentang asal dari sistem hukum suatu negara tertentu. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kesamaan dalam sistem hukum administrasi Indonesia dan Belanda. Kesamaan-kesamaan tersebut dapat dilihat dalam konsep-konsep umum yang diterapkan seperti KTUN dengan beschikking, pejabat tata usaha negara dengan bestuursorgaan, dan juga PTUN dengan administratieve /bestuursrechtspraak. Akan tetapi terdapat juga perbedaan yang prinsipiil antara kedua sistem hukum tersebut.Kata kunci: badan hukum; publik; peradilan tata usaha negaraAbstractThe purpose of this research is to find out which parties can become addressees in administrative law traffic and the formulation of legal rules needed to accommodate address rights within the PTUN scope. Research using historical methods, can be found about the origin of the legal system of a particular country. In short, it can be concluded that there are many similarities between the Indonesian and Dutch administrative law systems. These similarities can be seen in the general concepts applied such as KTUN with beschikking, state administrative officials with bestuursorgaan, and also PTUN with administratieve/bestuursrechtspraak. However, there are also principal differences between the two legal systems.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
Author(s):  
Cover Cover

-


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 152-166
Author(s):  
Fajar Sugianto ◽  
Vincensia Esti Purnama Sari ◽  
Graceyana Jennifer

AbstractThis writing is intended to convey the analysis and critiques on issues and situations of the Lamaholot inheritance customary law must not only be under the ancestor's values that developed in the society but also following the development of the society that has gone through modernization and emancipation, which has resulted in equal positions between men and women in every aspect of human life. Through juridical normative research method, and the emphasis on the Lamaholot tribe, it is found that there are an imbalance position and rights between male and female successor, where the right to inherit is only owned by the male successor. This creates an injustice for the female successor, which fundamentally violates the concept of inheritance in the Indonesian Civil Law Code as the national guidelines of the private sphere of society. The existence of law has greatly impacted human life because where there are humans, that is where the law is. The law will only be classified appropriate if it achieves legal objectives, namely justice, legal certainty, and legal benefit. One of the spheres of human life which are also regulated by law is in the process of inheritance by the predecessor to the successor. This inheritance then enters the realm of private law, which is still dominated by customary law. Customary law as a form of cultural diversification of Indonesia and a core element of the development of the national law itself is still upright and implemented in the practice of inheritance. As a result, it can be concluded that gender-based rights disparities are evident in the socio-cultural life of the Lamaholot indigenous tribe. Thus, through this research, two paths should be implemented by the state. The first one is to approve the Bill on the Protection of Customary Law Communities as an instrument that will act as the implementative boundaries for the implementation of customary law and the second one is to accommodate customary law into Regional Regulations (Peraturan Daerah) as a form of preservation of the customary values of each tribe so that they are in line with the applicable positive laws without eliminating the uniqueness of each basic cultural values of each region.Keywords: customary law; Lamaholot tribe; inheritance AbstrakTulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan mengkritik masalah dan situasi pengaturan pewarisan hukum adat Lamoholot yang sepatutnya tidak hanya sesuai dengan nilai-nilai nenek moyang yang berkembang di masyarakat, tetapi juga sesuai dengan perkembangan masyarakat yang telah melalui modernisasi dan emansipasi dalam masyarakat yang melahirkan kesetaraan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap lini kehidupan manusia. Metode yang digunakan ialah yuridis normative untuk menelaah kritis pada sistem waris adat suku Lamaholot, justru ditemukan adanya ketidakseimbangan kedudukan dan hak atas ahli waris yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dimana hak atas waris hanya dimiliki oleh ahli waris yang berjenis kelamin laki-laki saja. Tentunya hal ini menimbulkan sebuah ketidakadilan bagi ahli waris yang berjenis kelamin perempuan, dimana turut melanggar konsep pewarisan yang dianut dalam KUHPerdata selaku kaidah pedoman nasional yang mengatur ranah privat masyarakat. Eksistensi hukum sangat berdampak terhadap kehidupan manusia, sebab dimana ada manusia, disitulah hukum berada. Hukum baru dikatakan baik dan pantas bila mencapai tujuan hukum, yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Salah satu lingkup kehidupan manusia yang juga diatur oleh hukum ialah dalam proses pewarisan oleh pewaris terhadap ahli waris. Pewarisan ini kemudian masuk ke dalam ranah privat hukum, yang mana kini masih didominasi pengaturannya oleh hukum adat. Hukum adat sebagai wujud diversifikasi budaya bangsa Indonesia dan unsur inti dari pembangunan hukum nasional pun masih tegak berdiri dan terlaksana dalam pewarisan adat tersebut. Alhasil, dapat disimpulkan bahwa ketimpangan hak berbasis gender pun begitu jelas nampak dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat adat Lamaholot. Dengan demikian, melalui penelitian ini pun didapati dua jalan yang sepatutnya dilaksanakan oleh negara yaitu pengesahaan RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat sebagai instrumen yang menggariskan batasan-batasan implementatif terhadap pemberlakuan hukum adat dan diakomodirkannya hukum adat ke dalam Peraturan Daerah (Perda) sebagai wujud pelestarian nilai-nilai adat setiap suku agar selaras dengan hukum positif yang berlaku tanpa menghilangkan keunikan dari setiap nilai-nilai dasar kebudayaan masing-masing daerah.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 241-253
Author(s):  
Putri Salsabila Sutardja ◽  
Dewinta Adea Rohma ◽  
Lisa Oktavianti

AbstractChildren are agents of change where children must be nurtured and protected for their physical and mental growth and development in a harmonious and balanced social environment. This is the implementation of Law Number 1 of 2016 concerning Child Protection, this law is the second amendment of Law 23 of 2002. Online prostitution has often occurred, many victims are children and women. In the Child Protection Act, provisions concerning the protection of child victims of online prostitution have been regulated. However, in practice the regulations made have not been implemented effectively in the community. So it needs a lot of improvement in terms of implementation. After that, it can be seen from the legal consequences for child victims of child prostitution, namely in the form of special protection that is tried through supervision, protection, deterrence, treatment, and rehabilitation efforts. However, protection in the form of reintegration or the process of reintegration to parents and residents is also needed to help them through the recovery process properly.Keywords: children; protection and online prostitutionAbstrakAnak merupakan agent of change yang dimana anak harus dibina dan dilindungi tumbuh kembangnya secara fisik dan mental dalam lingkungan sosial yang selaras dan seimbang. Hal ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak undang-undang ini merupakan perubahan kedua dari Undang-Undang 23 Tahun 2002. Prostitusi Online sudah sering terjadi, banyak sekali korban dari kalangan anak dan perempuan. Dalam Undang-Undang perlindungan Anak memang sudah diatur ketentuan yang menyangkut perlindungan kepada anak korban dari Prostitusi Online. Namum dalam prakteknya peraturan yang dibuat belum diterapkan secara efektif di dalam masyarakat. maka dibutuhkan banyak sekali perbaikan dalam segi pelaksanaanya. Setelah itu bisa dilihat dari akibat hukumnya untuk anak korban prostitusi anak yakni berbentuk proteksi spesial yang dicoba lewat upaya pengawasan, proteksi, penangkalan, perawatan, serta rehabilitasi. Tetapi, proteksi berbentuk reintegrasi ataupun proses penyatuan kembali kepada orang tua serta warga pula diperlukan guna membantunya lewat proses pemulihan dengan baik.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 254-265
Author(s):  
Inez Devina Clarissa ◽  
Nurul Fakhriyah

AbstractThe purpose of the study to see Indonesia as a legal state by article 1 verse (3) the constitution of 1945, each citizen has the right to legal protection, every citizen has the right to a decent job and livelihood, each citizen has the same position in the eyes of the law and in government. In reality, however, there are still obstructing freedom for others, as is the case with a mental person in the stocks, alien to the environment, and even for years. It is reasoned that the economy is minimal, the needs are large, and not only the mentally ill need the expense but there are other families to care for. So, the disturbed ones only felt the agony of being locked up in a room that had no residents, they threw people into a state of isolation. This sort of reasoning is often raised from related relatives: economic reasons, but some still try to cure them and hope that if treatment fails to cure crazy families, then most people reimprison them and supply them because the cost is depleted but have no healing effect on mentally ill families. Knowledge scarce in remote rural areas where government assistance for the poor makes it impossible for a person to ignore the rights of the mentally ill, when families release the mentally ill from the supply so that the family has satisfied the right of the mentally ill to live free but even if the right to live freely is granted, But the right to get food and other necessities is left unmet because disturbed people will wander away from the family's view, and if anything can endanger the safety of others then the family cannot go to charity because far from its stabilization, it can also affect the family's efforts to put the ODGJ in stock.Keywords: family factor; human rights: ODGJAbstrakTujuan penelitian untuk mengetahui terkait Indonesia sebagai negara hukum dilihat dari Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum, Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan. Namun, pada kenyataannya masih ada yang menghalangi kebebasan bagi orang lain seperti halnya seorang yang dalam gangguan jiwa di pasung, diasing kan dari lingkungan sekitar, dan bahkan hingga bertahun-tahun. Dengan alasan bahwa perekonomian yang minimal, kebutuhan banyak, dan bukan hanya orang dalam gangguan jiwa saja yang membutuhkan biaya tetapi, ada keluarga yang lain yang harus diperhatikan. Sehingga, yang mengalami gangguan jiwa hanya merasakan penderitaan di kurung dalam ruangan yang tanpa penghuni, mereka mengasingkan orang dalam gangguan jiwa. Alasan seperti ini yang sering terlontarkan dari kerabat keluarga yang terkait yaitu alasan perekonomian, namun masih ada yang berusaha mengobatinya dan menaruhkan harapan bahwa dengan pengobatan maka bisa sembuh, tetapi apabila pengobatan itu tidak memberikan kesembuhan bagi keluarga yang gila, maka kebanyakan seseorang mengurungnya kembali serta memasungnya dikarenakan biaya sudah habis tetapi tidak memberikan efek kesembuhan dari keluarga yang mengalami gangguan jiwa. pengetahuan yang minim di kawasan desa terpencil yang sulit mengetahui bantuan dari pemerintah untuk rakyat miskin membuat seseorang mengabaikan hak dari penderita gangguan jiwa, ketika keluarga membebaskan penderita gangguan jiwa dari pemasungan maka keluarga telah memenuhi hak penderita gangguan jiwa untuk hidup bebas tetapi meskipun  hak untuk hidup dengan  bebasnya sudah terlaksanakan, namun  hak untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya tidak terpenuhi dikarena penderita gangguan jiwa akan berkeluyuran, sehingga jauh dari pantauan keluarga, dan apabila terjadi sesuatu hal yang dapat membahayakan bagi keselamatan orang lain maka keluarga tidak bisa menghindari itu di karenakan jauh dari pemantauannya, hal itu yang menjadi alasan lain selain dalam segi biaya, dalam segi keselamatan juga dapat mempengaruhi iktikad keluarga untuk memasung ODGJ.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 192-203
Author(s):  
Dara Manista Harwika ◽  
Amelia Puspita Sari

AbstractThe purpose of this research is to offer novelty related to legal protection that is relevant and can quickly be applied in public boarding houses. Using empirical research methods to describe the legal regulations that live in society. Through this research, the researcher offers the concept of legal protection for victims of sexual harassment who live in an environment that is only limited by one door. Namely that the influence of an environment that is too friendly to teach the individual a touch that should not be done, besides the geographical factor of the environment which is an industrial area with most male workers who only live alone there so they cannot control their passions, besides that the divider between freedoms people per person only one door is considered too thin in protecting each other's privacy so that it is widely used for sexual harassment. In this case, the community around the public boarding house receives two legal protection measures, namely the first, which is preventive, namely building a protection institution for victims of sexual harassment in collaboration with local village officials. The second is to urge the Legislative to immediately pass the Draft law on the Elimination of Sexual Violence because Indonesia is an emergency of sexual harassment.Keywords: legal protection; public boarding houses; sexual harassmentAbstrakTujuan penelitian ini yaitu menawarkan kebaruan terkait perlindungan hukum yang relevan dan cepat dapat diterapkan di dalam kosan umum. Mengunakan metode penelitian empiris dengan menguraikan peraturan hukum yang hidup di masyarakat. Melalui penelitian ini peneliti menawarkan bagaimana konsep perlindungan hukum korban pelecehan seksual yang tinggal di dalam lingkungan yang hanya berbatas oleh satu pintu. Yaitu bahwa pengaruh dari lingkungan yang terlalu ramah sehingga mewajarkan sentuhan yang tidak seharusnya dilakukan kepada individu, selain itu faktor geografis lingkungan yang merupakan kawasan industrial dengan kebanyakan pekerja laki-laki yang hanya tinggal sendirian disana sehingga tidak dapat mengontrol nafsu nya, selain itu sekat diantara kebebasan orang per orang hanya berbatas satu pintu dinilai terlalu tipis dalam melindungi privasi masing-masing sehingga banyak dimanfaatkan untuk melakukan pelecehan seksual. Di dalam hal ini maka masyarakat sekitar kosan umum mendapat dua upaya perlindungan hukum yaitu yang pertama, bersifat mencegah yaitu membangun lembaga perlindungan korban pelecehan seksual yang bekerja sama aparat kampung setempat. Yang kedua yaitu mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS karena Indonesia darurat pelecehan seksual.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document