scholarly journals KEPADATAN SPONS PADA EKOSISTEM LAMUN KAITANNYA DENGAN PARAMETER OSEANOGRAFI DI PERAIRAN DESA KASWARI KABUPATEN WAKATOBI

2020 ◽  
Vol 5 (4) ◽  
pp. 357
Author(s):  
. Nasrawati ◽  
. Ira ◽  
. Asmadin

Padang Lamun merupakan tempat hidup bagi beragam organisme, salah satunya adalah spons.  Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui keragaman jenis spons dan lamun di perairan Desa Kaswari Kabupaten Wakatobi serta hubungan kepadatan spons dan persentase tutupan lamun kaitannya dengan parameter  oseanografi.  Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-November 2020 dengan lokasi di perairan Desa Kaswari Kabupaten Wakatobi. Metode Penelitian ini menggunakan metode transek kuadran dengan ukuran 1x1 m.  Pengamatan dilakukan di tiga stasiun penelitian yang diambil berdasarkan tipe substrat dasar perairan yang berbeda.  Analisis keterkaitan antara kondisi spons dan lamun terhadap beberapa parameter oseanografi dianalisis menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis spons yang ditemukan yaitu Agelas citrina, Agelas conifera, Amphimedon viridis, Clathria reinwardti, Chondrilla caribensis, Haliclona oculata dan Tectitethya crypta. Jenis lamun yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides dan Cymodocea rotundata.   Hasil studi menunjukkan bahwa persentase tutupan lamun sebesar 76.50, 51.83 dan 41.00% memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap kepadatan spons sebesar 7.47, 6.17 dan 4.60 ind/m². Semakin tinggi persentase tutupan lamun menunjukkan semakin tinggi kepadatan spons. Parameter oseanografi seperti kecepatan arus memiliki hubungan berbanding terbalik (berpengaruh) terhadap kepadatan spons dan persentase tutupan lamun.Kata Kunci : Spons, lamun, parameter oseanografi, perairan Kaswari, Wakatobi.

2021 ◽  
Vol 10 (3) ◽  
pp. 413-420
Author(s):  
Annisa Rhamadany ◽  
Chrisna Adhi Suryono ◽  
Delianis Pringgenies

Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang tinggi. Peran ekosistem lamun dalam penyimpanan karbon akan tetapi masih belum menjadi sorotan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui nilai biomassa dan estimasi simpanan karbon pada ekosistem lamun di Perairan Batulawang, Pulau Kemujan serta Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 – 14 Noevmber 2019 di Perairan Batulawang dan Pulau Sintok, Taman Nasional Karimunjawa. Metode penelitian di lapangan menggunakan metode SeagrassWatch, sementara nilai biomassa dan nilai estimasi simpanan karbon dihitung menggunakan metode Metode Loss of Ignition (LOI) di laboratorium. Data yang diperoleh berupa pengukuran berat kering untuk menghitung biomassa dan analisa kandungan karbon pada lamun dan sedimen. Hasil penelitian didapatkan empat jenis lamun di Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, dan Thalassodendron ciliatum sedangkan di Pulau Sintok terdapat tiga jenis lamun yang ditemukan yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Perairan Batulawang yaitu Enhalus acoroides dengan nilai 849,75 gbk/m2 dan nilai total biomassa lamun terkecil Thalassodendron ciliatum dengan nilai 29 gbk/m2. Nilai total biomassa lamun terbesar pada Pulau Sintok yaitu Cymodocea rotundata dengan nilai 177,75 gbk/m2dan nilai total biomassa lamun terkecil Halophila ovalis dengan nilai 4,75 gbk/m2. Hasil pengukuran karbon lamun pada Perairan Batulawang yaitu 12,97 – 359,87 gC/m2­ dan 258,20 – 541,51 gC/m2 pada sedimennya. Hasil pengukuran karbon pada lamun di Pulau Sintok yaitu 2,35 – 85,80 gC/m2 dan 204,92 – 765,92 gC/m2 pada sedimen. Kandungan karbon paling besar terdapat pada bagian bawah substrat (below ground). Kandungan karbon pada bagian bawah substrat tidak terganggu oleh faktor lingkungan (gelombang, arus, dan ulah manusia) sehingga terakumulasi baik. Seagrass ecosystems have high ecological and economic functions. The role of seagrass ecosystems in carbon storage, however, has not yet been highlighted. The purpose of this study was to determine the value of biomass and estimated carbon storage in seagrass ecosystems in Batulawang waters, Kemujan Island and Sintok Island, Karimunjawa National Park. This research was conducted on 7 − 14 November 2019 in Batulawang waters and Sintok Island, Karimunjawa National Park. The research method in the field uses the SeagrassWatch method, while the biomass value and the estimated value of carbon storage are calculated using the Loss of Ignition (LOI) method in the laboratory. The data obtained were measurements of dry weight to calculate biomass and analysis of carbon content in seagrass and sediments. The result shows that there are four species of seagrass in Batulawang Waters, they are Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, and Thalassodendron cliatum meanwhile in Sintok Island there are three species, they are, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, and Halophila ovalis. The measurement of carbon is done by using Loss on Ignition Method. The highest total seagrass biomass in Batulawang waters is Enhalus acoroides with a value of 849.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Thalassodendron ciliatum with a value of 29 gbk/m2. The highest total seagrass biomass on Sintok Island is Cymodocea rotundata with a value of 177.75 gbk/m2 and the lowest total seagrass biomass is Halophila ovalis with a value of 4.75 gbk/m2. The results of measurements of seagrass carbon in Batulawang waters are 12,97 – 359,87 gC/m2­ and 258,20 – 541,51 gC/m2 on the sediments. The result of seagrass carbon measurement in Sintok Island is 2,35 – 85,80 gC/m2 and 204,92 – 765,92 gC/m2 on the sediments. The largest carbon content is at the bottom of the substrate (below ground). The carbon content at the bottom of the substrate is not disturbed by environmental factors (waves, currents, and human activities) so that it accumulates well.


2019 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 83-86
Author(s):  
Suci Puspita Sari

Status mengenai kondisi ekosistem lamun di perairan Bangka Selatan diperlukan untuk menentukan terjadinya indikasi kerusakan lamun sebagai akibat dari aktifitas penambangan timah di wilayah pesisir. Kondisi kesehatan lamun dianalisis melalui kerapatan dan tutupan lamun sehingga dapat diketahui kondisinya.  Metode yang digunakan untuk memantau kondisi lamun pada penelitian ini adalah pemanfaatan teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan algoritma Depth Invariant Index (DII). Distribusi lamun berdasarkan hasil pengolahan data citra Landsat tahun 2017 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Bangka Selatan seluas 4066,7 Ha. Spesies yang ditemukan dari 7 titik sampling, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, dan Cymodocea rotundata. Kondisi padang lamunnya secara umum termasuk dalam kategori “Miskin”.  


2018 ◽  
Vol 7 (4) ◽  
pp. 415-422
Author(s):  
Isnaini Dian Yunita ◽  
Niniek Widyorini ◽  
Supriharyono Supriharyono

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem yang memiliki kompleksitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Padang lamun merupakan hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu kawasan pesisir. Selain memiliki fungsi ekonomi, lamun juga memiliki fungsi ekologis yakni berperan penting sebagai pendaur zat hara oleh mikroorganime yaitu bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan lamun, kelimpahan bakteri heterotrof yang berasosiasi dengan lamun serta pengaruh kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof di Pantai Prawean, Jepara. Metode yang digunakan yakni deskriptif eksplanatif dengan pengambilan sampel secara purposive dan dianalisis dengan IBM SPSS Statistic 22. Jenis lamun yang ditemukan di Pantai Prawean ada 5 (lima): Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Halodule pinifolia. Kerapatan tertinggi didapat dari jenis Thalassia hemprichii sebesar 78 Ind/m2 dan terendah adalah Enhalus acoroides 10 Ind/m2 dan kelimpahan bakteri heterotrof tertinggi diperoleh dari tingkat kerapatan rapat di stasiun 3 yakni 29,4x108 Upk/ml dan kelimpahan terendah diperoleh dari tingkat kerapatan jarang di stasiun 2 yakni 3,3x108 Upk/ml. Korelasi antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bakteri heterotrof tinggi atau kuat yakni 0,896 dan korelasi ini dinyatakan sangat signifikan terbukti nilai sig. 0,001 dengan tingkat kesalahan 0,1%. Artinya bertambahnya kerapatan lamun dapat meningkatkan pula kelimpahan bakteri heterotrof. Seagrass ecosystem is one ecosytems that has high complexity and biodiversity. Seagrass beds are a stretch of seagrass vegetation that covers a coastal area. Beside its economic function, seagrass also have ecological function that play an important role of nutrient cycle for microorganism its bacteria. This study aims to determine the density of seagrass, the abundance of heterothropic bacteria and influence of seagrass density with abundance of heterotrophic bacteria at Prawean beach, Jepara. The method used in this study is descriptive explanative with purposive sampling and the data analyzed by IBM SPSS Statistic 22. There are 5 (five) species of seagrass that can be found in Prawean beach: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis and Halodule pinifolia. The highest density obtained from Thalassia hemprichii species is 78 sprouts of seagrass/m2 and the lowest density obtained from Enhalus acoroides is 10 obtained from seagrass density at station 3 its value 29,4x108Cfu/ml and the lowest abundance of heterotrophic bacteria was obtained from rare seagrass at station 2 its value 3,3x108Cfu/ml.  The corelation between seagrass density with abundance heterotrophic bacteria is high or strong that has value 0,846 and this correlation is very significantly proven has sig value 0,001 with error rate 0,1%, it can be conclude that increase of seagrass density can also increase the abundance of heterotrophic bacteria.  


2020 ◽  
Vol 24 (1) ◽  
pp. 45-54
Author(s):  
Muhammad Al Rizky Ratno Budiarto ◽  
Johan Iskandar ◽  
Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi

Secara global, ekosistem lamun dianggap sebagai penyerap karbon sehingga dapat berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim. Penelitian bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis, biomassa dan cadangan karbon pada komunitas padang lamun di perairan Siantan Tengah Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Anambas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 s.d Januari 2020. Uji kandungan karbon dilakukan dengan metode Welkley and Black sedangkan untuk mendapatkan biomassa menggunakan metode gravimetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Cymodocea rotundata. Nilai biomassa lamun berkisar antara 171,89 – 275,68 gbk/m2 dan nilai cadangan karbon berada pada kisaran 51,89 – 80,66 gC/m2. Padang lamun di Siantan Tengah memiliki luas 130,45 ha, sehingga total Cadangan karbon pada ekosistem padang lamun di perairan Siantan Tengah diperkirakan 95,88 ton C. Penelitian ini membuktikan adanya kandungan karbon pada biomassa lamun sehingga dapat disimpulkan bahwa padang lamun berperan sebagai penyerap karbon (carbon sink).  Globally, seagrass ecosystems are considered as carbon sink so that it can contribute to climate change mitigation. This research aims to determine the species composition, biomass, and carbon stock in seagrass communities in Siantan Tengah Marine Tourism Park of Anambas Islands. The research was conducted in Agustus 2019 – January 2020.  The carbon content test was carried out by the Walkley and Black method while to obtain biomass using the gravimetric method. The result od study showed that there are three species of seagrasses, namely Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Cymodocea rotundata. Seagrass biomass value range 171,89 – 275,68 gbk/m2 and seagrass carbon stock value range 51,89 – 80,66 gC/m2. The area of seagrass beds in Central Siantan is 130,45 ha so that the total carbon stock estimated reach 95,88 tons C. This research proves the presence of carbon in the biomass of seagrass beds, so it can be concluded that seagrass beds act as carbon sinks.


2018 ◽  
Vol 6 (2) ◽  
pp. 38
Author(s):  
Stevani Rawung ◽  
Ferdinand F Tilaar ◽  
Ari B Rondonuwu

This study was conducted in Marine Field Station of Faculty of Fisheries and Science of Sam Ratulangi University, Sub-district of East Likupang, North Minahasa. This study aims to identified the seagrasses in the water of Marine Field Station. The benefits of this study are for the database of seagrasses ecosystem management and comparative for other studies. The Observation and data collection was using random survey technic by analyzed the areas to collecting all the seagrass species found. Furthermore, the seagrass samples were categorised into each species. The result showed the amount of seagrass species in Marine Field Station are 8 species from 6 genera and 2 families: Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor.Keyword: Inventory, Seagrass, Marine Field Station ABSTRAKPenelitian dilakukan di perairan Marine Field Station Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Kecamatan Likupang Timur Kabupatan Minahasa  Utara. Tujuan penelitian  untuk mengidentifikasi lamun yang ada di Perairan Marine Field station. Manfaat penelitian dapat menjadi data pengelolaan ekosistem padang lamun dan dapat menjadi perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Pengamatan dan pengambilan sampel menggunakan teknik survei jelajah, yaitu dengan menjelajahi wilayah pengamatan sambil mencari semua spesies lamun. Lamun yang diambil adalah semua jenis yang ditemui. Selanjutnya, sampel lamun dikelompokan berdasarkan spesies. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah spesies lamun pada lokasi penelitian di Perairan Marine Field Station adalah 8 spesies dari 6 genera dan 2 famili yaitu, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,  Halophila ovalis, dan Halophila minor. Kata kunci: Inventarisasi, Lamun, Marine Field Station


2021 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 24
Author(s):  
Risandi D Sitaba ◽  
Carolus P Paruntu ◽  
Billy Theodorus Wagey

This research was conducted in the waters of Tarabitan Peninsula, West Likupang North Minahasa using quadants transect method. The purpose of this study was to determine the community structure of seagrass found in that waters as initial information for sustainable management seagrass ecosystem . Field observation was conducted to identify the seagrass species, number of individuals/shoots, percent cover for each type of seagrass in those plotting quadrants. The result of this study documented 6 types of seagrass namely, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis and Halodule uninervis. The species composition and distribution of seagrass were varied and was dominated by Thalassia hemprichii was the most dominant seagrass species with a relative density of 55.55%, a relative frequency of 33.67%, 39.92% relative cover, an important value index of 129.03%, a diversity index of 1.30 belonging to this condition, moderate, the uniformity index of 0.72 is classified as high and the dominance index of 0.2 is classified as low. Based on Minister of Environment Decree Republic Indonesia No. 200 of 2004 concerning the status of seagrass beds, the condition of the seagrass beds in the waters of Tarabitan Village is classified as rich / healthy with a cover value of ≥ 60. Keywords : Seagrass Community, Species Composition,  distribution, Tarabitan Peninsula           Penelitian ini dilakukan di perairan Semenanjung Tarabitan Likupang Barat Minahasa Utara dengan menggunakan metode transek kuadran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang terdapat di perairan tersebut sebagai informasi awal untuk pengelolaan lamun secara berkelanjutan. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi jenis lamun, jumlah individu/tegakan, persentase tutupan tiap jenis lamun pada tiap kuadran. Hasil penelitian ini mendokumentasikan 6 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis dan Halodule uninervis. Komposisi jenis dan sebaran lamun bervariasi dan didominasi oleh jenis lamun Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang paling dominan dengan kerapatan relatif 55,55%, frekuensi relatif 33,67%, tutupan relatif 39,92%, indeks nilai penting 129,03%, indeks keanekaragaman 1,30 tergolong dalam kondisi sedang, indeks keseragaman 0,72 tergolong tinggi dan indeks dominansi 0,2 tergolong rendah. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004, kondisi padang lamun di perairan Desa Tarabitan tergolong kaya / sehat dengan nilai tutupan ≥ 60.Kata Kunci: Komunitas Lamun, Komposisi Jenis, Distribusi, Semenanjung Tarabitan


2021 ◽  
Vol 13 (2) ◽  
pp. 319-332
Author(s):  
Desti Nurul Ramadona ◽  
Churun Ain ◽  
Sigit Febrianto ◽  
Suryanti ◽  
Nurul Latifah

Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan mitigasi emisi CO2 dengan memanfaatkan potensi lamun sebagai penyimpan karbon dalam bentuk biomassa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemampuan lamun jaringan atas dan jaringan bawah dalam menyimpan karbon di perairan Pantai Pokemon pada Agustus 2020. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dan deskriptif eksploratif. Sampel diambil dari 3 stasiun pengamatan dengan line dan kuadrant transect menggunakan metode purposive sampling. Pengukuran parameter kualitas perairan dilakukan secara insitu. Analisis simpanan karbon lamun diukur menggunakan metode pengabuan atau loss on ignition (LOI). Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis dengan jenis T. hemprichii yang mendominasi. Total kerapatan sebesar 295,62 ind/m2 dan total penutupan yaitu 21,29%. Biomassa secara keseluruhan sebesar 74,42 gbk/m2 dengan biomassa jaringan atas sebesar 35,80 gbk/m2 dan jaringan bawah sebesar 38,62 gbk/m2. Simpanan karbon sebesar 0,23 ton C/ha dengan jaringan atas sebesar 0,10 ton C/ha dan jaringan bawah 0,13 ton C/ha. Total stok karbon mencapai 1,13 ton C dalam luasan padang lamun sebesar 4,903 ha dengan stok karbon jaringan atas bernilai 0,51 ton C dan jaringan bawah sebesar 0,62 ton C. Secara umum lamun jaringan bawah di Pantai Pokemon lebih besar menyimpan karbon.


Author(s):  
Nunung Noer Aziizah ◽  
Vincentius Paulus Siregar ◽  
Syamsul Bahri Agus

Remote sensing technology has been developed for monitoring and identification of coastal environment and resources, such as seagrasses. In Indonesia, particularly seagrass mapping spectrometer utilizing spectral library has not been done. This study aimed to determine the spectral signature based in situ measurement and image analysis, analyze the implementation of the algorithm Spectral Angle Mapper (SAM) and test accuracy in mapping seagrass to species level based on spectral libraries. Research conducted in seagrass Tunda Island, Banten. Satellite imagery used is WorldView-2 and the seagrass spectral reflectance was measured using a spectrometer USB4000. SAM classification algorithm utilizing spectral libraries and classify objects in a single pixel can be homogeneous. Classification results in the form of class Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, and Halophila ovalis. The resulting accuracy of 35.6%. The area of each class is 0.8 hectares for the class Cymodocea rotundata, 2.79 hectares for Enhalus acoroides, class Thalassia hemprichii 3.7 hectares, and 3.5 hectares for Halophila ovalis. Classification of seagrass to species level yet produce good accuracy. Seagrass area with a variety of species and number of channels on a multispectral satellite image is assumed to be the cause of the low value of accuracy. AbstrakPemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh (remote sensing) sangat berkembang untuk identifikasi dan memantau sumberdaya alam wilayah pesisir, seperti lamun. Di Indonesia khususnya pemetaan lamun memanfaatkan pustaka spektral dari spektrometer belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besaran spektral lamun berdasarkan pengukuran in situ dan analisis citra satelit, memetakan lamun hingga tingkat spesies berdasarkan pustaka spektral pengukuran in situ dengan penerapan algoritma SAM dan menguji tingkat akurasinya. Penelitian dilaksanakan di ekosistem lamun Pulau Tunda, Banten. Citra satelit yang digunakan adalah WorldView-2 dan reflektansi spektral lamun diukur menggunakan spektrometer USB4000. Algoritma klasifikasi SAM memanfaatkan pustaka spektral dan mengkelaskan obyek dalam satu piksel secara homogen. Hasil klasifikasi berupa kelas lamun Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Thalassia Hemprichi, dan Halophila ovalis. Akurasi yang dihasilkan sebesar 35.6 %. Luas area masing-masing kelas adalah 0.8 Ha untuk kelas Cymodocea rotundata, 2.79 Ha untuk kelas Enhalus acoroides, 3,7 Ha kelas Thalassia hemprichii, dan 3.5 Ha untuk Halophila ovalis. Klasifikasi lamun hingga tingkat spesies belum menghasilkan akurasi yang baik. Area lamun dengan jenis yang beragam dan jumlah saluran pada citra satelit multispektral diasumsikan menjadi penyebab rendahnya nilai akurasi.


Jurnal Segara ◽  
2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
Author(s):  
Indarto Happy Supriyadi ◽  
Ricky Rositasari ◽  
Marindah Yulia Iswari

Padang lamun memiliki peran penting sebagai sumber utama produktivitas primer atau penghasil bahan organik, habitat untuk berbagai biota, tempat asuhan, tempat memijah, sumber makanan bagi biota langka dan penyokong keanekaragaman jenis-jenis biota laut serta bernilai ekonomis dari jasa ekosistem lamun. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang terus meningkat telah mengakibatkan kerusakan padang lamun di perairan timur pulau Bintan. Saat ini kajian terbaru terkait dengan kondisi lamun belum tersedia. Kajian ini dilakukan pada Mei dan September (2015-2016) dengan tujuan untuk mengetahui dampak perubahan tutupan lahan terhadap kondisi lamun di perairan timur pulau Bintan. Kondisi lamun ditentukan berdasarkan persentase tutupan lamun. Analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan perangkat lunak ENVI 5.1 dan ArcGIS 10.1. Pengukuran debit sungai dan penanganan sampel air dilakukan di lapangan dan laboratorium P2O-LIPI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbuka, perkebunan dan semak belukar pada DAS Kawal telah memberikan dampak menurunnya kondisi lamun khususnya di sekitar muara Sungai Kawal. Secara umum kondisi lamun di perairan timur Pulau Bintan menurun ditunjukkan dengan persentase tutupan lamun yaitu 46 % (2006) dan 41 % (2015). Dalam penelitian ini ditemukan tujuh spesies lamun, antara lain Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium.


2021 ◽  
Vol 17 (2) ◽  
pp. 97-103
Author(s):  
Sarah Haumahu ◽  
Frijona F Lokollo ◽  
Reni Ambon

Seagrass communities play an important role in marine environments and estuary area, supporting communities of fish, snails and shellfish and other invertebrates. The diversity of seagrass species in the world is very low (<60 species). The coastal waters of Ori Village have a seagrass community that has never been studied. The purpose of this study was to estimate the structure of the seagrass community in the coastal waters of Ori Village, Central Maluku which includes the composition of type, density, frequency of occurence and percent of coverage. Seagrass sampling uses the line transect method. Five species of seagrass were found during the study grouped into two families: Cymodoceaceae and Hydrocharitaceae. The seagrass species found were Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Enhalus acoroides Halophila ovalis and Thalassia hemprichii. T. hemprichii and E. acoroides have the highest densities (157 shoots/m2 and 137 shoots/m2, respectively). E. acoroides and T. hemprichii also have the highest frequency of occurence and relative coverage percent compared to other seagrass species found in the waters of Ori Village. Seagrass community in the waters of Ori Village is classified in a tight condition until dense.   ABSTRAK Komunitas lamun memegang peranan penting di lingkungan laut dan daerah estuari, menyokong komunitas ikan, siput dan kerang-kerangan serta invertebrata lainnya. Keragaman spesies lamun di dunia sangat rendah (<60 spesies). Perairan pantai Desa Ori memiliki komunitas lamun yang belum pernah diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi struktur komunitas lamun di perairan pantai Desa Ori, Maluku Tengah yang meliputi komposisi jenis, kerapatan, frekuensi kehadiran dan persen penutupan. Pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek garis. Lima spesies lamun ditemukan selama penelitian yang dikelompokan dalam dua famili yaitu famili Cymodoceaceae dan Hydrocharitaceae. Spesies-spesies lamun yang ditemukan adalah Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Enhalus acoroides Halophila ovalis danThalassia hemprichii. T. hemprichii dan E. acoroides memiliki kerapatan tertinggi (masing-masing 157 tegakan/m2 dan 137 tegakan/m2). E. acoroides dan T. hemprichii juga memiliki frekuensi kehadiran serta persen penutupan relatif tertinggi dibanding spesies-spesies lamun lainnya yang ditemukan di perairan Desa Ori. Komunitas lamun di perairan Desa Ori tergolong dalam kondisi rapat sampai padat.   Kata Kunci: Lamun, komunitas, kerapatan, penutupan, Maluku Tengah      


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document