scholarly journals Optimalisasi Waktu Inkubasi dan Konsentrasi Pepsin pada Aktivitas Produksi Serum Anti Tetanus

2021 ◽  
Vol 1 (11) ◽  
Author(s):  
M. Ambri Saputra Maelandri ◽  
Rida Emelia

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Penyakit ini termasuk mematikan di negara berkembang. Melihat masih tingginya kasus tetanus di negara berkembang serta untuk memberikan pelayanan terbaik dan pengobatan efektif terhadap pasien yang terkena penyakit tetanus, maka diperlukan optimalisasi pada proses pembuatan serum anti tetanus, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas serum yang dihasilkan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi waktu inkubasi dan konsentrasi  pepsin pada aktivitas produksi serum anti tetanus. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan studi pustaka.  Berdasarkan hasil analisis menggunakan software khusus densitometri Design of Experiment (DoE)  dengan metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Elektroforesis (SDS PAGE) bahwa konsentrasi optimum didapatkan pada sampel anti tetanus ke-7 dengan konsentrasi pepsin sebesar 0,18 % dalam waktu inkubasi 5 jam.

2018 ◽  
Vol 26 (2) ◽  
pp. 058
Author(s):  
Anna P. Roswiem ◽  
Triayu Septiani

<em>Bahan<strong> </strong>baku untuk membuat baso adalah daging hewan, pada umumnya dari daging sapi, ayam, ikan dan babi. Di beberapa daerah di Indonesia terjadi kasus baso tikus. Tujuan penelitian ini adalah menguji ada tidaknya kandungan daging tikus pada produk baso yang dijual di pasar Cempaka Putih-Kecamatan Kramat Jakarta Pusat dan di pedagang baso atau mie baso di sekitar kampus Universitas YARSI Jakarta. Daging adalah protein salah satu metode untuk mengidentifikasi protein adalah metode Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).<strong> </strong>Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 sampel baso terindikasi ada 2 sampel baso dengan nomor 1 dan 5 yang dibuat dari campuran daging sapi dan tikus; ada 1 sampel baso dengan nomor 6 yang terbuat dari daging tikus; dan 2 sampel baso dengan nomor 2 dan 3 yang terbuat dari campuran sapi  dan babi, dan hanya 1 sampel baso dengan nomor sampel 4 yang benar-benar terbuat dari daging sapi.</em>


1984 ◽  
Vol 44 (2) ◽  
pp. 117-123 ◽  
Author(s):  
N. K. Singh ◽  
K. W. Shepherd

SUMMARYThe gene(s) controlling the high-molecular-weight glutelin subunits in rye (designated as Glu-Rl) was mapped with respect to the centromere using a 1RL-1DS wheat-rye translocation line and sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Analysis of 479 seeds from test-crosses between a 1R/1RL-1DS heterozygote and the cultivar India 115, revealed 14·6% aneuploid and 3·95% recombinant progeny. Excluding the aneuploids, this locus was calculated to be 4·65 ± 1·04 cM from the centromere on the long arm of chromosome 1R, which is comparable to the position of the homoeologous loci in wheat and barley.


2014 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 449
Author(s):  
Desy Sugiani ◽  
Angela Mariana Lusiastuti ◽  
Sukenda Sukenda ◽  
Enang Harris

Vaksin bakterin dalam bentuk protein merupakan salah satu tipe vaksin yang telah banyak dikembangkan. Protein digunakan sebagai vaksin biasanya dibuat dengan teknik inaktivasi formalin-killed. Vaksin ini biasanya lebih mudah dibuat, lebih murah, lebih stabil, dan mampu disimpan dalam waktu lama. Akan tetapi masih sedikit informasi mengenai efek perlakuan tersebut terhadap profil protein. Pada penelitian ini, untuk mengevaluasi profil protein, dilakukan inaktivasi sediaan vaksin dari isolat bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905-2 dan Streptococcus agalactiae N14G dengan menambahkan 0,5% formalin dan 3% neutral buffer formalin (NBF) ke dalam biakan plasebo bakterin dan diinkubasi selama 24 jam. Kualitas produk vaksin ditentukan berdasarkan uji karakterisasi protein menggunakan metode Bradford dan SDS-PAGE. Hasil uji menunjukkan bahwa sediaan vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae yang diinaktivasi dengan 3% NBF memiliki profil protein lebih variatif dibandingkan dengan sediaan vaksin yang diinaktivasi dengan 0,5% formalin. Akan tetapi, inaktivasi vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae dengan 3% NBF menghasilkan berat total protein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan dengan sediaan vaksin yang diinaktivasi dengan 0,5% formalin.


1990 ◽  
Vol 240 (1297) ◽  
pp. 187-195 ◽  

Affinity-purified antibodies prepared against the peridinin-chlorophyll a -protein (PCP) complex from the dinoflagellate Heterocapsa pygmaea were employed to study the immunological similarity of PCP among 28 dinoflagellate species, representing eight genera in four families. The anti-HpPCP antibodies cross-reacted with the subunits of PCP apoproteins from all dinoflagellates tested, but did not cross-react with pigment proteins from the chrysophyte Cricosphaera carterae , establishing its specificity for dinoflagellate pigment-protein complexes. Among the dinoflagellates, the PCP apoprotein occurs either as a monomer of about 35 kDa or as an apparent homodimer of about 15 kDa. In some instances, both subunit polypeptides are present simultaneously. The occurrence of different quaternary structures of the PCP apoprotein in different algae can serve as a taxonomic tool, when used in conjunction with other characters. Abbreviations used in the text: PCP, peridinin-chlorophyll a-protein; anti- HpPCP, antibodies against PCP from Heterocapsa pygmaea ; SDS- PAGE, sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel eletrophoresis.


Author(s):  
Darmawi D ◽  
Ummu Balqis ◽  
Risa Tiuria ◽  
Retno D Soejoedono ◽  
Fachriyan H Pasaribu

Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi dan berat molekul protein  ekskretori/sekretori larva (L3) Ascaridia galli (A. galli). Larva L3 diperoleh dari usus halus 100  ayam tujuh hari setelah pemberian dosis 6000 L2 melalui esofagus ayam. Sebanyak 5–10  L3 dikultur secara in vitro  dalam setiap ml medium Rosswell Park Memorial Institute (RPMI 1640), pH 6,8, tanpa merah fenol dalam inkubator pada temperatur 37 0C dan 5% CO2 selama 3 hari. Ke dalam medium ditambahkan 100 unit ml-1 penisilin G, 100 µg ml-1 streptomisin, 5 µg ml-1 gentamisin dan 0,25 µg ml-1 kanamisin. Ekskretori/sekretori dipreparasi dari produk metabolisme L3 yang dilepaskan ke dalam medium kultur. Untuk mendapatkan protein ekskretori/sekretori, medium kultur dipekatkan dengan vivaspin 30.000 MWCO, dan kuantitas protein dihitung dengan metode Bradford. Berat molekul protein ekskretori/sekretori divisualisasikan dengan sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS PAGE). Hasil penelitian  menunjukkan bahwa konsentrasi protein ekskretori/sekretori adalah 0,595 mg/ml dengan berat molekul 28 kDa.


Parasitology ◽  
1989 ◽  
Vol 99 (2) ◽  
pp. 175-187 ◽  
Author(s):  
C. A. Sutton ◽  
M. W. Shirley ◽  
M. H. Wisher

SummaryTwo dimensional sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (2D SDS–PAGE) has been used to produce ‘fingerprint’ maps of the proteins from each of the 7 species of Eimeria which infect the chicken. All 7 species could be identified from their array of polypeptides but few differences were detected between strains of the same species. Alterations to the polypeptide array associated with the stage of sporulation of the oocysts were observed. lodination of sporozoites, 2D SDS–PAGE, autoradiography and immunoblotting techniques were combined to identify polypeptides with a surface moiety and those which were antigenic.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document