scholarly journals HUBUNGAN KEKERABATAN TUMBUHAN FAMILI CUCURBITACEAE BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI DI KABUPATEN PIDIE SEBAGAI SUMBER BELAJAR BOTANI TUMBUHAN TINGGI

2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 7-14
Author(s):  
Zufahmi Ervina Dewi Zuraida

Cucurbitaceae merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah. Memiliki kandungan gizi yang tinggi dan serat buah yang halus sehingga mudah dicerna,  banyak digunakan sebagai obat tradisional sebagai anti diabetes, anti hipertensi, anti tumor, immunomodulasi, dan anti bakteri karena banyak mengandung nutrisi dan senyawa bioaktif seperti fenolat, flavonoid, vitamin (termasuk vitamin β-karoten, vitamin A, vitamin B2, α-tokoferol, vitamin C, dan vitaminE) ,asam amino, karbohidratdan mineral(terutamakalium), kandungan energirendah(sekitar 17 Kcal/100 glabusegar)dan serat dalam jumlah yang besar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kekerabatan jenis tumbuhan famili Cucurbitaceae berdasarkan karakter morfologi di Kabupaten Pidie. Penelitian dilaksanakan pada Juni-Agustus 2018 di Kabupeten Pidie, terdiri dari Kecamatan Pidie, Mila, Indrajaya, Peukan Baro, Mutiara, dan Tangse. Pengamatan morfologi dilakukan dengan mengamati organ batang, daun, bunga, buah dan biji. Analisis data dengan menggunakan software UPGMA NTSYS untuk memperoleh dendrogram hubungan kekerabatan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 8 (delapan) jenis tumbuhan famili Cucurbitaceae terdiri dari Cucumis sativus (mentimun), Luffa acutangula (gambas/oyong), Ligenaria siceria (labu air), Cucurbita moschata (waluh), Sechium edule (labu siam), Citrullus vulgaris (semangka), Cucumis melo (melon), dan Momordica charantia (pare). Karakterisasi morfologi pada tumbuhan famili cucurbitaceae menunjukkan adanya variasi morfologi pada organ batang, daun, bunga, buah dan biji. Pada koefisien kemiripan 0.67, dendogram dibagi menjadi 4 (empat) kelompok. Kelompok 1 terdiri dari Cucumis sativus (mentimun), Luffa acutangula (gambas/oyong), Ligenaria siceria (labu air), dan Citrullus vulgaris (semangka). Kelompok 2 terdiri dari Cucurbita moschata (waluh) dan Cucumis melo (melon). Kelompok 3 terdiri dari Sechium edule (labu siam). Kelompok 4 terdiri dari Momordica charantia (pare).Kata kunci: Cucurbitaceae, Karakter Morfologi, Dendogram

Author(s):  
Regina Desyca Sarmitha Dewi

Beberapa komponen asap rokok merupakan gas, seperti CO, CO2, HCN, dan NOx yang sangat berpotensi untuk menimbulkan radikal bebas. PAH yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan atrofi testis, menghambat spermatogenesis, dan merusak morfologi spermatozoa,sedangkan paparan nikotin menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron melalui mekanisme penghambatan fungsi sel Leydig yang berfungsi sebagai sekretor hormon testosteron. Biji labu kuning mengandung senyawa alkaloid, saponin, kukurbitasin, lesitin, resin, stearin, senyawa fitosterol,fenolik, asam lemak, squalen, tirosol, asam vanilat, vanillin, luteolin dan asam sinapat, vitamin (termasuk vitamin ß-karoten, vitamin A, vitamin B2, a-tokoferol, vitamin C dan vitamin E). Vitamin C merupakan vitamin larut air yang dapat melindungi spermatozoa dari kerusakan oleh stres oksidatif dengan cara menetralkan hidroksil, superoksida dan radikal hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi spermatozoa. Vitamin E merupakan antioksidan larut lemak dalam membran sel yangmenghambat peroksidasi lipid. Vitamin E dapat menurunkan kadar malondialdehyde pada spermatozoa, meningkatkan motilitas spermatozoa dan berperan dalam mengurangi fragmentasi DNA spermatozoa. Penelitian yang telah dilakukan menjadi dasar dari penulisan artikel kesehatan yang bertujuan untuk kontribusi baru bagi ilmu pengetahuan.


1985 ◽  
Vol 63 (7) ◽  
pp. 1634-1637 ◽  
Author(s):  
M. A. Alikhan ◽  
M. Yousuf

The development and mortality of the larvae of Aulacophora foveicollis reared on flowers and leaves of Citrullus vulgaris, Cucumis melo, Lagenaria vulgaris, Luffa aegyptica and Momordica charantia, were investigated in the laboratory at 21.5 °C and 52 – 60% relative humidity. Aulacophora foveicollis had four larval instars and its growth curve on L. vulgaris was S-shaped. The number of viable eggs and the survival of the larvae were relatively high on L. vulgaris, C. melo, and C. vulgaris. The larval developmental time was similar and the percentage of malformed adults was low on L. vulgaris and C. melo. The number of viable eggs was the lowest and the newly hatched larvae were unable to survive for more than 3 days on M. charantia.


2018 ◽  
Vol 20 (2) ◽  
pp. 45-52
Author(s):  
Ari Tri Astuti ◽  
Septriana Septriana

Latar belakang: Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialis memerlukan monitoring dan evaluasi asupan makan secara rutin. Rendahnya monitoring dan evaluasi pada asupan dapat berpengaruh pada status gizi dan kualitas hidup pasien. Tujuan: Mengetahui gambaran asupan energi, zat gizi makro, dan zat gizi mikro pada pasien hemodialisis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul. Pemilihan subjek penelitian menggunakan purposive sampling (n=30). Data asupan diambil dengan food recall 24 jam selama 3 hari. Hasil : Rerata asupan pada responden adalah : energi 1149,34±401,09 kcal (23,15±7,39 kcal/kgBB/hari); karbohidrat 143,55±43,46 g, protein 39,38±16,53 g (0,79±0,32 g/kgBB/hari); dan lemak 49,01±26,82 g. Rerata asupan vitamin B1 adalah 0,38±0,14 mg; vitamin B2 0,49±0,24 mg; vitamin B6 0,64±0,25 mg; asam folat 0,68±0,94 mg; vitamin C 24,08±21,01 mg; dan vitamin A 397,31±536,14 μg. Rerata asupan natrium natrium 22,45±220,23 mg; kalium 1714,01±1153,91 mg ( 36,64±27,40 mg/kgBB/hari); kalsium 301,13±173,23 mg; dan fosfor 544,94±193,08 mg. Kesimpulan : Rerata asupan energi, zat gizi makro, dan vitamin pada pasien hemodialis di RSUD Panembahan Senopati Bantul masih kurang dari rekomendasi, sedangkan asupan natrium, kalsium, dan fosfor sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan Nefrologi Indonesia.


2014 ◽  
Vol 32 (3) ◽  
pp. 297-302 ◽  
Author(s):  
Letícia A Ito ◽  
Lucas A Gaion ◽  
Francine S Galatti ◽  
Leila T Braz ◽  
Jaime M Santos

Devido ao severo ataque de nematoides na cultura do meloeiro rendilhado sob ambiente protegido, este trabalho teve por objetivo selecionar porta-enxertos resistentes a Meloidogyne incognitae M. javanica. O experimento foi conduzido em casa de vegetação, de outubro de 2010 a abril de 2011, em Jaboticabal-SP. Foram avaliados 33 porta-enxertos; melões: CNPH 01-930 (Cucumis melo var. flexuosus), CNPH 01-962, CNPH 01-963 (Cucumis melo var. conomon), cvs. Gaúcho Redondo, Gaúcho Comprido, Redondo Amarelo, Gulfcoast, Chilton, Bônus n° 2, Fantasy; melancias: cv. Charleston Gray, Progênie da Coréia (Citrullus lanatus); abóboras: cvs. Mra. Ma, Ornamental, Howden, Mammoth, Kururu, Goianinha (Cucurbita moschata); cabaça: Abóbora de Porco, cvs. Maranhão, Brasileirinha (Lagenaria siceraria); moranga: cv. Pataca Gigante (Cucurbita maxima); pepinos: cvs. Caipira, Branco Meio-Comprido, Curumim (Cucumis sativus); buchas: Metro, Semente Branca, Semente Preta (Luffa cylindrica); abóbora d'água (Benincasa hispida); abóbora porta-enxerto: Híbrido cv. Keij; quiabo de Metro (Trichosanthes cucumerins) e Cruá (Sicana odorifera). Para avaliar a resistência de plantas, as mudas foram transplantadas para vasos e inoculados com 3.000 ovos e juvenis de M. incognita via sistema radicular. Aos 50 dias após a inoculação, foi realizada avaliação da resistência das plantas, com base no fator de reprodução do nematoide. Foram realizados os mesmos procedimentos para as duas espécies de nematoides. Nos porta-enxertos resistentes aos nematoides foram realizadas enxertias, com os melões rendilhados 'Bônus n° 2' e 'Fantasy'. CNPH 01-962, CNPH 01-963 e melão 'Gaúcho Redondo' foram resistentes a M. incognita. Melão 'Redondo Amarelo', melancia 'Charleston Gray', Progênie da Coréia, e Trichosanthes cucumerins, foram resistentes a M. javanica. Benincasa hispida foi resistente a ambas as espécies. As compatibilidades de enxertia entre os porta-enxertos resistentes e os melões rendilhados 'Bônus no 2' e 'Fantasy' foram superiores a 98%.


Author(s):  
lanqing liang ◽  
wei yu ◽  
boning cai ◽  
qianqian wang ◽  
xiang huang ◽  
...  

IntroductionThe aim of the study was to investigate the changes in serum concentrations of nine vitamins in patients undergoing chemotherapy for lung cancer and explore their clinical values and influencing factors.Material and methodsPatients receiving chemotherapy for lung cancer in our centre from February 2018 to May 2020 were enrolled in this study. Serum concentrations of the nine vitamins including vitamins A, D, E, B9, B12, B1, C, B2, and B6 were measured in all subjects, and the changes in the concentrations of these vitamins were compared before and after 2 cycles of chemotherapy. In addition, the potential correlations of serum vitamin levels with age, gender, pathological type, and disease status were analysed.ResultsIn the 178 patients with lung cancer, there were different degrees of vitamin A, vitamin D, vitamin C, and in particular, vitamin B2 deficiencies. Before chemotherapy, the concentrations of vitamin A and vitamin C were significantly different between males and females and among patients in different clinical stages (both p < 0.05), the concentrations of vitamin C and vitamin B2 significantly differed among different pathological types of lung cancer (p < 0.05), and vitamin D level was significantly related to the disease status (p < 0.05). In addition, the proportion of vitamin B2 deficiency differed significantly among different pathological types (p < 0.05). There were significant differences in the concentrations of vitamins D, C, and B2 before and after chemotherapy (all p < 0.05). There was a correlation between the change of serum vitamin B1 concentration before and after chemotherapy and the change of body mass index (p < 0.05).ConclusionsDuring chemotherapy, lung cancer patients are more likely to develop vitamins A, D, C, and B2 deficiencies. Different vitamin deficiencies are related to gender, clinical stage, pathological type, and disease status. Vitamin determination and reasonable supplementation of nutrients in patients undergoing chemotherapy for lung cancer can help improve the nutritional status and increase chemotherapy tolerance.


2018 ◽  
Vol 14 (1) ◽  
pp. 22
Author(s):  
Mauren G. Miranti ◽  
J.B. Helga

Food bar is food with a bar-like shape which contains adequate energy and nutrition. This study aims to determine the right proportion between red rice flour and yellow pumpkin flour as well as to analyze the influence of said proportion towards organoleptic properties of the food bar. The proportions between red rice flour and yellow pumpkin flour used in this study are 40% and 60%, 50% and 50%, and 60% and 40%. With those varying proportions, the food bars are organoleptically tested based on their color, smell, taste, blendability and favorite level. The study shows that the proportion of red rice flour and yellow pumpkin flour has an impact on the organoleptic properties of the food bar such as the taste, blendability, and favorite level. However, the proportion has no effect on the color and smell of the food bar. The best food bar product contains the proportion of 50% red rice flour and 50% yellow pumpkin flour. Nutrions found per 100g are 144.2 kcal energy, 26g carbohydrate, 15.38mg calcium, 4.56g fat, 2.18g protein, 34.32mg phosphor, 83.04 RE vitamin A, 0.04mg vitamin B1, 13.26mg vitamin C.


BIOEDUKASI ◽  
2020 ◽  
pp. 41
Author(s):  
Soleman Sayuna ◽  
James Ngginak ◽  
Merpiseldin Nitsae

Bambu betung (Dendrocalamus asper) merupakan tumbuhan berumpun yang memiliki fase tumbuh melalui tunas (rebung). Rebung memiliki kandungan fosfor, vitamin A, vitamin C, serat mineral dan protein yang baik untuk tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi penambahan gula terhadap kualitas sirup rebung betung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) untuk uji sifat organoleptik. Variasi penambahan gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50%, 55%, 60% dan 65%. Hasil uji vitamin C secara berturut - turut adalah 2,112%, 3,256%, 4,136%, dan 5,016%.  Hasil uji protein secara berturut – turut untuk setiap perlakuan adalah 0,25%, 0,15%, 0,24%  dan 0,17%. Hasil uji kadar air menunjukkan 0,073%, 0,063%, 0,056% dan 0,056%. Serta hasil uji oganoleptik (kekentalan, rasa dan kesukaan) menunjukkan perlakuan terbaik terdapat pada kosentrasi gula 65% dengan nilai 3.8000, 3.4667 dan 3.6000. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh variasi gula terhadap vitamin C, kadar air dan organoleptik, akan tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap kadar protein. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui nilai gizi lemak, Karbohidrat, Vitamin A, vitamin B1 (Thiamin), Vitamin B2 (Ribovlavin), Fe, K, Ca, P, Na dan uji mikrooganisme.


2021 ◽  
Vol 12 (2) ◽  
pp. 133-146
Author(s):  
Albertus Siga Laki ◽  
Maria Aditia Wahyuningrum ◽  
Reni Nurjasmi

Tanaman kale merupakan tanaman suku Brassicaceae atau kubis-kubisan yang kaya vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin C. Kale juga mengandung senyawa isotiosianat yang memiliki aktivitas antikanker. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Respati Indonesia pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2021. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok  dengan satu faktor yaitu jenis pupuk organik terdiri dari empat perlakuan yaitu pupuk NPK, kulit bawang merah, kotoran kelinci, kotoran burung. Setiap perlakuan  diulang lima ulangan, sehingga diperoleh 20 unit percobaan. Variabel penelitian meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat akar, panjang akar, diameter batang, dan berat basah tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat akar dan dan berat tanaman kale. Pupuk organik kotoran burung menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yaitu 25,50 cm tetapi berbeda tidak nyata dengan kotoran kelinci. Berat akar dan berat basah tanaman kale tertinggi dihasilkan perlakuan kotoran kelinci masing-masing yaitu 2,28 gram dan 30,37 gram serta berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kata Kunci:  Pupuk Organik, Kulit Bawang Merah, Kotoran Kelinci, Kotoran Burung, Tanaman Kale, Sistem Vertikultur


1992 ◽  
Vol 21 (5) ◽  
pp. 929-934 ◽  
Author(s):  
WEN-HARN PAN ◽  
MAY MEEI-SHYUAN LEE ◽  
SU-LIN YU ◽  
PO-CHAO HUANG

2019 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 256-263
Author(s):  
Joko Prasetyo ◽  
Kamsiatun Eka Pratama ◽  
Anang Lastriyanto
Keyword(s):  

Tomat merupakan buah yang mengandung sejumlah nutrisi penting untuk tubuh seperti, karbohidrat, vitamin C, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, likopen, zat besi, serat, mineral, dan lain sebagainya.  Disisi lain, tomat termasuk buah klimaterik, sehingga buah ini akan membusuk jika tidak segera dikonsumsi. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan pengolahan buah tomat menjadi produk potensial, salah satunya yaitu pasta tomat. Umumnya pembuatan pasta tomat dilakukan dengan proses evaporasi untuk menghilangkan sebagian kadar air. Namun pemberian panas pada evaporasi dapat merusak kandungan nutrisi pasta. Electroosmosis dewatering (EOD) merupakan metode dalam pengurangan kadar air dengan menempatkan suspensi koloid diantara dua elektroda. Metode ini menjadi hal yang menarik untuk memekatkan suspensi pasta buah yang peka terhadap panas. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh elektroosmosis terhadap pengurangan kadar air pada pasta buah tomat. Dalam penelitian ini variasi tegangan DC yang digunakan adalah 0 V, 4.5 V, 9 V, 18 V dan 36 V dengan waktu proses 100 menit. Parameter yang diukur berdasarkan variasi tersebut adalah perubahan arus DC selama proses EOD dan kadar air pasta tomat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus listrik DC semakin menurun dengan semakin lama waktu proses, dan semakin meningkat dengan adanya peningkatan tegangan yang diberikan. Aliran arus listrik pada variasi tegangan terendah, yaitu 4.5 V DC adalah di antara 41.40 mA – 59.7 mA, sedangkan arus listrik pada variasi tegangan tertinggi yaitu 36 V DC mencapai 231.86 mA – 776.67 mA. Semakin meningkatnya tegangan DC, maka kadar air pasta tomat semakin berkurang, sehingga tegangan terbaik untuk proses dewatering adalah 36 V.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document