POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014

2016 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 27-36
Author(s):  
Hetty Gustina Simamora

Pola makan yang salah dapat menyebabkan terjadinya obesitas pada anak. Anak yang obesitas berisiko menjadi obesitas di masa dewasa dan berisiko untuk terkena diabetes, hipertensi, dyslipidemia, obtructive sleeep apnea, dan osteoarthritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola makan dan indeks massa tubuh (IMT) anak etnis cina di SD Sutomo 2 dan anak etnis batak toba di SD Antonius. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Populasi adalah seluruh anak SD Sutomo 2 dan SD Antonius. Sampel sebanyak 100 orang dimana 50 orang dari SD Sutomo 2 dan 50 orang dari SD Antonius. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan proporsional random sampling. Data pola makan diperoleh dari formulir food frequency (FFQ) dan food recall 2x24jam dan untuk data IMT/U diperoleh dari pengukuran BB dan TB. Perbedaan pola makan dan indeks massa tubuh (IMT) anak etnis cina di SD Sutomo 2 dan anak etnis batak toba di SD Antonius dianalisis menggunakan uji t-independent. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan pola makan berdasarkan konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak pada anak SD Sutomo 2 dan SD Antonius. Rata-rata konsumsi energi, karbohidrat, protein dan lemak pada anak SD Sutomo 2 dikategori kelebihan dan SD Antonius dikategori normal. Ada perbedaan berdasarkan IMT/U pada anak SD Sutomo 2 dan SD Antonius. Rata-rata IMT/U di SD Sutomo 2 dikategori obesitas dan rata-rata IMT/U di SD Antonius dikategori tidak obesitas. Dan dari penelitian ditemukan hubungan pola makan dengan status gizi ditinjau dari konsumsi karbohidrat dengan nilai p value = 0,018. Disarankan kepada orang tua khususnya ibu agar selalu menyiapkan makanan yang bervariasi seperti sayuran, lauk pauk dan buah-buahan sehingga anak terbiasa mengkonsumsi sayuran, lauk pauk dan buah-buahan yang bervariasi dan kebutuhan gizi anak juga dapat terpenuhi dan membiasakan anak utuk membawa bekal makanan yang dipilih dan disiapkan sendiri oleh orang tua.

2019 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 110-117
Author(s):  
Youvita Indamaika Simbolon ◽  
Triyanti Triyanti ◽  
Ratu Ayu Dewi Sartika

Latar belakang: Tingkat kepatuhan diet di Indonesia rata-rata masih rendah. Diet dalam menjaga makanan seringkali menjadi kendala karena masih tergoda dengan segala makanan yang dapat memperburuk kesehatan. Metode: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan disain cross-sectional. Sampel yang diteliti adalah seluruh penderita diabetes melitus tipe 2 dengan rentang usia 25-65 tahun yang sedang rawat jalan, sampel diambil dengan metode non-random sampling dengan teknik purposive sampling sebanyak 130 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran antropometri, pengisian kuesioner, form food recall 1x24 jam dan semi-quantitative food frequency questionnaire (SFFQ). Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,8% responden yang patuh diet. Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2 dengan jenis kelamin (p=0,008) dan lama menderita (p=0,044). Hasil uji regresi logistik menunjukkan lama menderita merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kepatuhan diet diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Penderita diabetes melitus diharapkan untuk memperhatikan pola makan yang dianjurkan dan melaksanakannya dengan baik, mampu secara aktif untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penyakit diabetes melitus dan faktor-faktor terkait lainnya dan tetap mempertahankan pola makan yang sudah dijalankan bagi yang sudah lama menderita diabetes melitus tipe 2.


2018 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
SAVIRA RAHMADIAN ◽  
FITRI FITRI ◽  
YULIANA ARSIL

Pola konsumsi vegetarian memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, namun pola konsumsi ini juga memiliki resiko defisiensi beberapa zat gizi diantaranya zat besi. Wanita vegetarian, lebih beresiko untuk mengalami anemia karena pola konsumsi vegetarian tidak mengkonsumsi protein hewani. Keterbatasan mengkonsumsi produk hewani ini yang dapat menyebabkan wanita vegetarian ini mudah terkena anemia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola konsumsi dan asupan zat besi (Fe) dengan kejadian anemia pada wanita vegetarian usia produktif di Pekanbaru. Jenis penelitian yang dilakukan yaitu cross-sectional study. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa identitas responden yang diperoleh melalui kuesioner, pola konsumsi baik berupa jenis dan bahan makanan diperoleh melalui Food Frequency Questionaire, asupan zat besi diperoleh melalui Food Recall 1x24 jam, dan data kadar Hemoglobin diperoleh melalui pengambilan darah kapiler menggunakan alat Easy Touch GCHb. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan Indonesia Vegetarian Society (IVS) berupa nama, umur dan alamat anggota. Data dianalisa secara univariat dan bivariat. Pada penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan jumlah sampel 51 responden. Penelitian ini dilakukan 2 tahap yaitu survey pendahuluan pada bulan Oktober 2014 dan penelitian lanjutan dilakukan pada bulan April-Juni 2015. Tempat Penelitian Sekretariat Indonesia Vegetarian Society (IVS) Pekanbaru dan Pusdiklat Bumi Suci Maitreya Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola konsumsi dengan kejadian anemia, p value =0,921 (p > 0,05). Sedangkan asupan zat besi memiliki hubungan signifikan dengan kejadian anemia, p value= 0,001 (p < 0,005). Sebaiknya IVS mengadakan konseling dan penyuluhan pada wanita vegetarian agar asupan zat besi wanita vegetarian cukup dan yang terhindar dari anemia.


2021 ◽  
Vol 5 (3) ◽  
pp. 223
Author(s):  
Silvia Alfinnia ◽  
Lailatul Muniroh ◽  
Dominikus Raditya Atmaka

ABSTRAK Latar Belakang: Anak usia sekolah mengalami peningkatan kebutuhan gizi untuk tumbuh kembang. Di usia ini, anak-anak bisa memilih makanan maupun media bermain sesuai keinginan mereka. Aktivitas menggunakan layar yang berlebih serta perilaku makan yang buruk dapat memicu terjadinya obesitas.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Screen Based Activity (SBA) dan perilaku makan dengan status gizi anak usia sekolah.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di SDI Darush Sholihin Kabupaten Nganjuk. Besar sampel sebanyak 48 siswa yang dipilih secara proportional random sampling. Pengumpulan data meliputi berat badan, tinggi badan, kuesioner SBA, Food Frequency Questionnaire (FFQ), serta food recall 2x24 jam. Data dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman dan Kendall’s tau dengan nilai signifikansi 0,05.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan SBA (p=0,151), perilaku makan makanan pokok (p=0,101), perilaku makan lauk hewani (p=0,212), perilaku makan lauk nabati (p=0,829), perilaku makan sayuran (p=0,751) dan perilaku makan jajanan (p=0,109) dengan status gizi. Namun, terdapat hubungan perilaku makan buah (p=0,040) dengan status gizi.Kesimpulan: Konsumsi buah-buahan yang sering tanpa memperhatikan kandungan gula dan cara penyajian dapat memberikan risiko obesitas pada anak. Diperlukan pendidikan gizi kepada pihak sekolah maupun orang tua mengenai pembatasan SBA dan perilaku makan sehat terutama buah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dan terhindar dari obesitas.


2020 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 349-356
Author(s):  
Wahyu Utami Ekasari ◽  
Pintam Ayu Yastirin

ABSTRACT  Background Menopause is a phase of female reproduction characterized by the cessation of menstruation due to decreased production of the hormone estrogen, which begins to occur in the age range of 40-50 years. World Health Organization (WHO) Projection (2014) in 2030 the number of women worldwide entering menopause is estimated at 1.2 billion people, while in 2025 there are an estimated 60 million menopausal women. In 2016, in Indonesia there were 14 million (7.4%) menopausal women and the population of Central Java province in the group of women aged 40-44 years was 1,240,110 million (7.2%), aged 45-49 years was 1,215 .340 million (7.1%) and ages 50-54 totaling 1,126,818 million (6.7%) (Ministry of Health, 2016; BPS Central Java 2016). Signs of menopausal symptoms vary for each woman such as hot flashes, depression, anxiety, and mood instability. One of the needs of menopausal women to overcome the discomfort due to changes that occur by consuming nutrients that contain carbohydrates, proteins, fats, vitamins, minerals and phytoestrogens (Andira, 2010; Melani, 2012).  Purpose to know the respondent's characteristic relationship to the fulfillment of phytoestrogen requirement in menopausal women. Method The type of research used was an analytical survey with a population of 671 people in the menopause age group (ages 45 - 59 years) in Ngembak Village. Samples were taken using a simple random sampling technique of 47 people. The study was conducted from January to December 2019 using primary data from the Food Frequency Form (FFQ) which contained various foods containing phytoestrogens as well as secondary data whose results were analyzed using the Lambda Contingency Coefficient formula. Result Based on the results of research and data analysis, it is known that the variable that has a relationship with the fulfillment of phytoestrogens is the Body Mass Index (BMI) variable. This is indicated by the p-value of 0.458 <0.05. Conclusion Body Mass Index (BMI) is a measure used to assess a person's nutritional status, so that the nutritional needs needed by someone including menopausal women can be identified from the calculation of BMI. Suggestion  In an effort to improve the degree of health of women at menopause including regulating nutrition according to body conditions. This requires full support from partners and health professionals as consultants, so that women at menopause can meet their nutritional needs well.  Keywords: Characteristics of Menopause and Phytoestrogen  ABSTRAK  Latar Belakang Menopause merupakan fase reproduksi perempuan yang ditandai dengan terhentinya menstruasi karena penurunan produksi hormon estrogen, yang mulai terjadi pada rentang usia 40 – 50 tahun. Proyeksi World Health Organization (WHO) (2014) tahun 2030 jumlah wanita di seluruh dunia yang memasuki masa menopause diperkirakan mencapai 1,2 miliar orang, sedangkan pada tahun 2025 diperkirakan terdapat 60 juta wanita menopause. Tahun 2016, Di Indonesia tercatat sebanyak 14 juta (7,4 %) wanita menopause dan jumlah penduduk provinsi Jawa Tengah pada kelompok wanita usia 40-44 tahun sejumlah  1.240.110 juta (7,2%), usia 45-49 tahun sejumlah 1.215.340 juta (7,1%) dan usia 50-54 sejumlah 1.126.818 juta (6,7%)  (Kemenkes, 2016 ; BPS Jawa Tengah 2016). Tanda gejala menopause bervariasi setiap wanita seperti hot flashes, depresi, gelisah, dan mood tidak stabil. Salah satu kebutuhan wanita menopause untuk mengatasi ketidaknyamanan akibat perubahan yang terjadi dengan mengkonsumsi gizi yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan fitoestrogen (Andira, 2010 ; Melani, 2012). Tujuan penelitian mengetahui hubungan karakterisrik responden terhadap pemenuhan kebutuhan fitoestrogen pada wanita menopause.  Metode jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah survai analitik dengan populasi kelompok wanita usia menopause (usia 45 – 59 tahun) sebanyak 671 orang di Desa Ngembak. Sampel diambil menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 47 orang.  Penelitian dilaksanakan sepanjang bulan Januari – Desember 2019 dengan menggunakan data primer dari Formulir Food Frequency (FFQ) yang berisi macam-macam makanan yang mengandung fitoestrogen serta data sekunder yang hasilnya dianalisis menggunakan rumus Koefisien Kontingensi Lambda. Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data diketahui bahwa variabel yang memiliki hubungan dengan pemenuhan fitoestrogen adalah variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil p-value 0,458 < 0,05.  Kesimpulan  Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai status gizi seseorang, sehingga kebutuhan gizi yang diperlukan seseorang termasuk wanita menopause dapat diidentifikasi dari perhitungan IMT. Saran Sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan wanita di usia menopause diantaranya dengan mengatur gizi sesuai kondisi tubuh. Hal tersebut membutuhkan dukungan penuh dari pasangan dan tenaga kesehatan selaku konsultan, sehingga para wanita di usia menopause dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik.  Kata Kunci : Karakteristik Menopuse dan Fitoestrogen  


2019 ◽  
Vol 2 (1) ◽  
pp. 23
Author(s):  
Nur Masruroh ◽  
Nur Aini Fitri

Dismenore merupakan nyeri selama menstruasi yang disebabkan oleh adanya kejang pada otot rahim. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya dismenore, diantaranya yaitu asupan nutrisi yang terdiri dari Fe (zat Besi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kejadian dismenorea dengan asupan Fe (zat Besi) pada remaja putri .  Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 112 yang diambil menggunakan teknik propostionate stratified random sampling. Data kejadian dismenore diperoleh dari kuesioner numeric rating scale dan data asupan zat gizi diperoleh dari form semi quantitative food frequency questionaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian remaja putri memiliki asupan Fe (zat Besi) kurang (50%). Sedangkan kejadian dismenorea yang dialami hampir setengahnya termasuk dalam kategori nyeri ringan (45,5%). Hasil analisis menggunakan uji rank sprearman menunjukkan bahwa ada hubungan kejadian dismenorea dengan asupan Fe (zat Besi) dengan nilai p-value = 0,014. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi asupan Fe (zat Besi), maka semakin rendah kejadian dismenorea yang dirasakan. Diharapkan remaja putri dapat mencegah dan mengurangi nyeri dengan mengkonsumsi makanan sumber Fe (zat Besi).


2019 ◽  
Vol 14 (2) ◽  
pp. 85-90
Author(s):  
Verra Widhi Astuti ◽  
Astuti Yuni Nursasi ◽  
Sukihananto Sukihananto

Latar Belakang: Stigma masyarakat merupakan salah satu penghalang keberhasilan pengendalian TB paru. Stigma masyarakat muncul akibat kesalahpahaman masyarakat mengenai TB paru dan penularannya. Hal ini mendorong tenaga kesehatanuntuk mengembangkan intervensi guna menurunkan kesalahpahaman dan pada akhirnya akan menurunkan stigma masyarakat, salah satunya adalah edukasi kesehatan terstruktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi edukasi kesehatan terstruktur terhadap stigma masyarakat pada klien TB paru di kabupaten Bogor, Indonesia. Metode: Desain penelitian kuasi eksperimen jenis pretest and posttest with control group. Penelitian dilakukan 41 responden untuk masing-masing kelompok. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling untuk memilih wilayah dengan jumlah kasus tertinggi dan responden dipilih dengan simple random sampling. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa edukasi terstruktur secara signifikan menurunkan stigma masyarakat (p value = 0,0005). Kesimpulan: Edukasi kesehatan terstruktur menurunkan stigma masyarakat. Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan alternatif pilihan intervensi keperawatan komunitas yang dapat diberikan kepada masyarakat untuk mengurangi stigma pada klien TB paru.


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


2018 ◽  
pp. 8
Author(s):  
Saharuddin Saharuddin ◽  
Safrullah Amir ◽  
Marwana Said ◽  
Rosmina Rosmina

Latar belakang: Hipertensi menjadi masalah kesehatan yang risikonya linear dengan pertambahan usia. Kenaikan tekanan pada dinding arteri hingga nilai ekstrim berpotensi memicu berbagai komplikasi kardiovaskular. Tingkat konsumsi natrium dan kalium menunjukkan asosiasi yang cukup berarti dengan kejadian hipertensi. Keduanya menunjukkan efek antagonis dalam menentukan kekuatan dinding arteri menahan laju aliran darah. Tujuan: Penelitian ini dikembangkan untuk mengobservasi korelasi antara konsumsi natrium dan kalium dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang Kota Makassar. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini merupakan individu berusia ≥ 30 tahun yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Paccerakkang. Sebanyak 78 responden diikutsertakan dalam penelitian ini dengan teknik penarikan secara accidental sampling. Tingkat konsumsi diobservasi menggunakan instrumen penelitian berupa food recall untuk menggambarkan asupan natrium dan Food Frequency Questionnaire (FFQ) untuk menggambarkan asupan kalium. Analisis bivariat dilakukan untuk memahami hubungan konsumsi garam mineral dengan kejadian hipertensi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan beban hipertensi pada populasi target mencapai 51,3%. Konversi hasil survei konsumsi mengindikasikan masih adanya responden sebanyak 39,7% yang mengonsumsi natrium melebihi batas aman yang direkomendasikan. Namun, tingkat konsumsi natrium yang tinggi masih dapat diimbangi dengan konsumsi kalium yang cukup dengan persentase mencapai 65,4%. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya korelasi yang berarti antara pola konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang Makassar (p-value=0,018), berbeda dengan konsumsi kalium yang tidak mencapai level signifikansi dengan kejadian hipertensi (p-value=0,133). Simpulan: Hanya konsumsi natrium yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Paccerakkang Makassar. Sementara konsumsi kalium meskipun menunjukkan adanya perbedaan, namun tidak menemui kemaknaan yang berarti.


2017 ◽  
Vol 9 (2) ◽  
pp. 15-22
Author(s):  
Kartika Rohmah Hidayati ◽  
Elida Soviana ◽  
Nur Lathifah Mardiyati

Dismenore merupakan nyeri di bawah perut yang terjadi menjelang atau selama menstruasi. Di Indonesia diperkirakan 55% wanita usia subur mengalami dismenore. Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi dismenore, salah satunya yaitu asupan zat gizi. Beberapa asupan zat gizi yang berhubungan dengan dismenore yaitu kalsium dan zat besi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium dan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. Jenis penelitian bersifat observasional dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data asupan kalsium dan zat besi menggunakan form food frequency semi kuantitatif, data kejadian dismenore menggunakan Universal Pain Assessment Tool. Jumlah responden sebanyak 67 yang diambil menggunakan teknik simple random sampling. Uji hubungan menggunakan uji Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki asupan kalsium (83.6%) dan asupan zat besi (71.6%) kategori kurang, sedangkan sebagian besar kejadian dismenore yang dialami termasuk dalam kategori nyeri sedang 1 (22.4%). Penelitian tersebut juga menunjukkan adanya hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian dismenore dengan p-value 0.000 dan nilai r = -0.415. Terdapat pula hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian dismenore dengan p-value 0.000 dan nilai r = -0.586. Terdapat hubungan antara asupan kalsium dan asupan zat besi dengan kejadian dismenore pada siswi di SMK Batik 2 Surakarta. Semakin tinggi asupan kalsium dan zat besi, maka semakin rendah kejadian dismenore yang dirasakan.


2017 ◽  
Vol 1 (4) ◽  
pp. 275
Author(s):  
Arini Rahmatika Sari ◽  
Lailatul Muniroh

Introduction: Work Fatigue is the common condition experienced by most worker but if this condition occured continously, it will affect of the worker’s health condition. Work fatigue can be affected by several factors, some of which are energy intake and nutritional status. Objective: The aim of this research was to analyze the correlation between the adequacy of energy intake and nutritional status with the level of work fatigue. Methods: This study was an analytic observational, used cross sectional study with 33 sample from 48 workers of cocoa powder production PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya selected by simple random sampling. Data were collected by food recall 2X24 hours for energy intake, measuring weight and height for nutritional stastus and Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) questionnaire for the level of fatigue. Data were analyzed by ranks spearman correlation test. Results: Most of workers were <25 years old (42.4%), the adequacy of energy intake were deficit (66.7%), the nutritional status were normal (54.5%), and the work fatigue were moderate (63.6%). The result of this research showed that there were corellation between the adequacy of energy intake (p-value=0.001) and nutritional status (p-value=0.018) with the level of work fatigue. Conclussion: In conclusion, lower energy intake and high BMI would increase the level of fatigue.ABSTRAKPendahuluan: Kelelahan kerja menjadi keadaan umum yang dialami hampir semua tenaga kerja, namun jika hal ini terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja. Kelelahan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu asupan energi dan status gizi pekerja.Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kecukupan asupan energi dan status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebesar 33 pekerja dari 48 pekerja bagian produksi cocoa powder PT. Multi Aneka Pangan Nusantara Surabaya yang dipilih menggunakan metode simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan food recall 2X24 hours untuk asupan energi, pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk status gizi, serta kuesioner Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) untuk tingkat kelelahan kerja. Analisis data menggunakan uji statistik ranks spearman. Hasil: Sebagian pekerja besar responden berusia <25 tahun (42,4%), kecukupan asupan energi yang tergolong kurang (66,7%), status gizi normal (54,5%), dan tingkat kelelahan kerja yang tergolong sedang (63,6%). Terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi (p=0,001) dan status gizi (p=0,018) dengan tingkat kelelahan kerja pekerja.Kesimpulan:. Semakin kurang asupan energi dan semakin tinggi IMT maka akan semakin tinggi tingkat kelelahan kerja pada pekerja.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document