Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

55
(FIVE YEARS 55)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Indonesian Society Of Obstetric Anesthesia And Critical Care

2615-370x

2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Muh Ramli Ahmad ◽  
Rezki Hardiyanti

Nyeri neuropatik akut pascabedah Seksio Sesarea (SS) ditandai dengan adanya tanda dan gejala nyeri neuropatik yang berbeda dari nyeri nosiseptif berupa alodinia dan hiperalgesia, yang ditemukan pada periode awal hingga 1 bulan pascabedah. Nyeri neuropatik akut dapat terjadi akibat cedera langsung pada saraf iliohipogastrika dan ilionguinal akibat pembedahan SS, yang selanjutnya memicu pelepasan ektopik dan perubahan kanal ion pada saraf perifer, serta memicu terjadinya sensitisasi sentral. Meskipun demikian, disfungsi saraf pascabedah biasanya merupakan kombinasi dengan nyeri nosiseptif akibat kerusakan jaringan dan peradangan. Skrining perioperatif dan faktor risiko dapat menggunakan alat skrining Douleur Neuropathique en 4 (DN4) atau DN2 untuk mencegah perkembangan menjadi nyeri persisten. Pendekatan saat ini untuk pencegahan nyeri neuropatik kronis bertujuan untuk mengoptimalkan analgesia dan mengurangi nosisepsi dari nyeri akut dengan memodifikasi teknik bedah dan memilih anestesi regional. Pengobatan nyeri neuropatik memerlukan kombinasi terapi farmakologis, fisik, dan terapi perilaku. Beberapa terapi lini pertama pada penanganan nyeri neuropati akut seperti gabapentinoid, opioid, antagonis reseptor NMDA, hingga terapi stimulasi listrik transkutan dan stimulasi medula spinalis menjadi pertimbangan untuk nyeri neuropatik akut.


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Riki Punisada ◽  
Radian Ahmad Halimi ◽  
Dewi Yulianti Bisri
Keyword(s):  
T Test ◽  

Latar Belakang: Hipotensi merupakan suatu komplikasi setelah anestesi spinal dan dapat mempengaruhi kontraksi uterus pada operasi seksio sesarea (SC). Profilaksis norepinefrin kontinu dapat diberikan untuk mengurangi kejadian hipotensi pascaspinal pada pasien yang menjalani SC. Norepinefrin menjadi kandidat yang baik sebagai alternatif pencegahan hipotensi. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui efek profilaksis norepinefrin kontinu terhadap pencegahan hipotensi akibat anestesi spinal dan pengaruhnya terhadap kontraksi uterus. Subjek dan Metode: Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode penelitian uji acak klinis tersamar ganda pada 36 pasien hamil cukup bulan berusia 18–35 tahun, status fisik ASA II ,menjalani SC dengan anestesi spinal. Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (NaCl 0,9%) dan kelompok norepinefrin (norepinefrin intravena setelah tindakan anestesi spinal dengan injeksi sebanyak 5 μg, kemudian di titrasi sebanyak 0,05 μg/kgbb/menit). Data dianalisis dengan uji t test, uji Mann Whitney dan uji kolmogorov-smirnov, nilai p<0,05 dianggap bermakna. Hasil: Penurunan tekanan darah pada kelompok kontrol (61.1%) lebih tinggi dari kelompok norepinefrin (11.1%) dengan perbedaan signifikan (p<0,05). Kontraksi uterus yang adekuat lebih cepat tercapai pada kelompok norepinefrin dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). Simpulan: Profilaksis noreprinefrin kontinu dapat mencegah dan menurunkan angka kejadian hipotensi anestesi spinal dan meningkatkan kontraktilitas uterus pada pasien  menjalani operasi  


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Dewi Yulianti Bisri

Sindrom Meigs khas dengan adanya tumor ovarium jinak yang berhubungan dengan ascites dan hidrotoraks sisi kanan. Ini kasus yang jarang dan patofisiologinya belum jelas. Diagnosis banding dengan neoplasma ovarium harus didiskusikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Efusi pleura dan ascites akan hilang secara spontan dan permanen setelah pengangkatan tumor. Anestesi untuk sindroma ini merupakan tantangan yang nyata. Masalah metabolik hemodinamik, respirasi dan hipertensi abdominal merupakan risiko anestesi utama. Pengelolaan risiko-risiko ini merupakan prioritas perioperatif. Kasus: Wanita usia 23 tahun, Tinggi Badan/Berat Badan: 156 cm/70 Kg, datang dengan keluhan perut yang semakin membesar sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, pemeriksaan fisik dan penunjang menunjukkan adanya ascites, efusi pleura, anemia dan malnutrisi. Dilakukan operasi pengangkatan tumor dengan anestesi umum. Induksi anestesi dengan posisi setengah duduk, preoksigenasi dengan oksigen 100%, induksi dilakukan dengan pemberian fentanyl 100 mcg perlahan. Propofol diberikan 100 mg diberikan secara titrasi, atracurium 25 mg dilakukan laringoskopi direk, pemasangan ETT no 7.0. Rumatan anestesi dengan isoflurane 1,2 vol%, O2: Air = FiO2 50%. Setting ventilator VCV f 12 Vt 450 PEEP 5 FiO2 50%. Pasien diposisikan supine. Sebagai simpulan: Sindrom Meigs adalah penyakit jinak, jika diterapi dengan benar, tidak ada kekambuhan setelah operasi pengangkatan massa. Risiko pernafasan dan hemodinamik merupakan masalah anestesi utama


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
RTH Supraptomo

Laparoskopi telah berkembang dari prosedur bedah ginekologis terbatas yang hanya digunakan untuk diagnosis dan ligasi tuba menjadi alat bedah utama yang digunakan untuk banyak indikasi ginekologis. Emfisema subkutis adalah komplikasi dari bedah laparoskopik. Studi ini membahas pengelolaan anestesi untuk bedah laparoskopik dengan emfisema subkutis. Seorang wanita 37 tahun dengan adenomiosis dan kista coklat sinistra dengan rencana operasi reseksi adenomiosis dan kistektomi perlaparoskopi dengan status fisik ASA II Plan general anesthesia endotracheal tube (GAET). Operasi dilakukan tanggal 15 Oktober 2018, dengan durante operasi 5 jam. Saat infraoperatif, emfisema subkutis ditemukan dari diafragma hingga thorax. Emfisema subkutis dicurigai disebabkan karena terjadi penurunan kondisi pasien menjadi head down extreme (Trendelenburg position), dan insuflasi CO2 yang cukup ekstrim hingga 15–20 mmHg. Faktor tambahan lain juga disebabkan oleh banyaknya jaringan adiposa (IMT 32 kg/m2) sehingga menyulitkan operator untuk visualisasi pada lapang operasi. Pemantauan yang ketat selama durante operasi dan kepiawaian ahli anestesi dalam mendiagnosis serta melakukan intervensi respirasi merupakan hal yang krusial dalam mengendalikan kondisi emfisema subkutis agar tidak bertambah komplikasinya


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
I Made Artawan ◽  
Budi Yulianto Sarim ◽  
Sidarta Sagita ◽  
Maria Agnes Etty Dedi
Keyword(s):  

Latar Belakang : Bupivakain hiperbarik merupakan agen anestesi lokal yang saat ini paling sering digunakan untuk anestesi spinal pada pembedahan seksio sesarea.Namun disebutkan memiliki efek samping yang buruk terhadap sistem kardiovaskuler dan susunan saraf pusat.Levobupivakain merupakan salah satu obat anestesi yang merupakan enansiomer murni bupivakain rasemik, benar-benar isobarik terhadap cairan serebrospinal wanita hamil dan memiliki sifat kurang toksik bagi jantung dan susunan saraf pusat. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan onset dan durasi blok sensorik dan blok motorik serta efek samping yang terjadi pada penggunaan Bupivakain hiperbarik dan Levobupivakain isobarik pada seksio sesarea. Subyek dan metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan memakai uji klinis tersamar tunggal. Subyek penelitian ditentukan dengan cara consecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek dibagi ke dalam dua kelompok, 43 subyek pada kelompok Bupivakain Hiperbarik 10 mg (BH) dan 43 subyek pada kelompok Levobupivakain Isobarik 10 mg (LI). Pada kedua kelompok dibandingkan onset dan durasi blok sensorik dan motorik, kejadian hipotensi, menggigil, bradikardia dan mual muntah. Uji statistik perbandingan rerata antar kedua kelompok dilakukan dengan uji Mann Whitney.    


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Ketut Mahendera Barata ◽  
Mariza Fitriati ◽  
Hisbullah Hisbullah ◽  
Faisal Faisal ◽  
Haizah Nurdin

Kejang post partum masih merupakan kasus utama penyebab morbiditas dan mortalitas maternal diseluruh dunia. Diagnosis banding penyebab kejang antara lain kejang akut, gangguan metabolik, hipoglikemi dan hipo/hipernatremia, jejas otak traumatik, iskemia otak sesaat ataupun cerebrovasculair accident, perdarahan intrakranial, perdarahan subarachnoid, meningitis, ensefalitis, eklampsia, gejala akut kecanduan alkohol, gejala akut kecanduan benzodiazepine atau barbiturate, dural puncture, dan posterior reversible encephalopathy syndrome (PRES). Pada pasien ini terjadi kejang pada hari kedelapan post partum, dengan penyebab utama kejang berasal dari masalah kardiovaskular. Manajemen kejang pada pasien ini dimulai dengan upaya resusitasi cairan, dilanjutkan pengelolaan dukungan airway-breathing-circulation, dan kemudian penyingkiran kandidat diagnosis terhadap infeksi Covid-19, Mendelson syndrome, infeksi lain, gangguan keseimbangan elektrolit, dll. Kerjasama multidisiplin dokter spesialis sangat membantu pencapaian kesembuhan, meskipun masih perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan terutama bila ada perencanaan kehamilan berikutnya.  


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Purwoko Purwoko

Penyebab kematian ibu hamil pada operasi non kardiak 25 – 50 % adalah komplikasi kardiovaskuler seperti infark, miokard, edema paru, gagal jantung, aritmia dan tromboemboli perioperatif. Prediktor risiko komplikasi kardiovaskuler pada maternal dan neonatal sangat penting dilakukan agar risiko kematian dapat ditekan semaksimal mungkin. Prediktor mortalitas pada maternal dengan penyakit jantung seperti atrial septal defect (ASD), ventricular septal defect (VSD), persisten ductus aeteiousus (PDA) dengan hipertensi pulmonal, ectopic beat, atrial ventrikuler yang tidak respon terapi, stenosis pulmonal berat dan prolap katub mitral. Tujuan anestesi pada kehamilan dan kelahiran spontan antara lain mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi dengan memanipulasi hemodinamik sesuai target dan pemilihan teknik anestesi yang sesuai kondisi pasien. Prinsip dari manajemen anestesi adalah menjaga sirkulasi uteroplasenta dengan mencegah kompresi aorto cava, meminimalkan blok simpatis dan menjaga kecukupan cairan serta monitoring ketat pada ibu dan janin.    


2021 ◽  
Vol 4 (2) ◽  
Author(s):  
Achmad Haryanto ◽  
Ruddi Hartono ◽  
Isngadi Isngadi

Trombositopenia merupakan perubahan hemostasis yang umum terjadi pada wanita hamil, namun jarang ditemukan kondisi berat. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan salah satu penyebab trombositopenia pada wanita hamil. ITP ditandai dengan peningkatan penghancuran trombosit oleh antibodi immunoglobulin G (IgG) yang dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pasien dan fetus. Kami melaporkan tiga kasus wanita hamil dengan ITP yang akan dilakukan tindakan seksio sesarea. Satu pasien menjalani seksio sesarea emergency dengan trombosit 4000 dan dua pasien menjalani seksio sesarea elektif. Pasien seksio sesarea elektif diberikan transfusi trombosit perioperatif terlebih dahulu. Ketiga pasien menjalani prosedur seksio sesarea dengan teknik anestesi general. Pemantauan perdarahan dilakukan selama sampai dengan setelah operasi. Kondisi postoperatif pasien baik dan dirawat di ruang intensive care unit (ICU). Case Series: Anesthesia Management in Caesarean Section with Idiopathic Thrombocytopenic Purpura Abstract Thrombocytopenia is the most common hemostatic change in pregnancy, but severe thrombocytopenia is rare. One of the causes, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), is characterized by increased platelet destruction by immunoglobulin G (IgG) antibodies, presenting a high risk of hemorrhage for the patient, but also the fetus, since antibodies may cross the placenta. We report three cases of pregnant women with ITP undergoing cesarean section. One patient underwent emergency cesarean section with a platelet of 4000 and two patients underwent elective cesarean. Patients with elective cesarean section were given the first perioperative platelet transfusion. The cesarean section procedures were performed under general anesthesia. Bleeding monitoring is carried out during up to after surgery. 


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 35-42
Author(s):  
Dewi Yulianti Bisri ◽  
Tatang Bisri

Triplet (kembar tiga) dan kehamilan kembar yang lebih banyak lagi (higher multiple gestations) dihubungkan dengan peningkatan morbiditas ibu dan anak dibandingkan dengan kehamilan ganda atau kehamilan tunggal. Seksio sesarea adalah rute yang disukai untuk melahirkan pasien dengan kehamilan triplet. Seorang wanita, 31 tahun, G1P0A0 gravida aterm triplet hasil inseminasi, BB 72,5 kg, TB 168 cm, Mallampati 1, tekanan darah 130/90 mmHg, laju nadi 97x/menit, SpO2 100% dengan kanul binasal. Induksi dengan propofol 140 mg, atracurium 35 mg, intubasi dengan pipa endotrakheal no 6,5. Ventilasi mekanik dengan volume tidal 560 mL, laju nafas 12 x per menit, postive end expiratory pressure (PEEP) 5. Rumatan anestesi dengan N2O 40%, sevofluran 1-2 vol%. Analgetik fentanyl 100 ug diberikan setelah bayi lahir. Cairan RL 1500 mL, gelofusin 500 mL. Obat-obat lain: misoprostol 800 mcg perrectal, oxytocin 40 IU, methylergometrine 0,6 mg, asam traneksamat 1 gram, dextrose 40% 25 mL. Bayi ke-1 BB 2650 gr, pada jam 19.1, Apgar score 1 menit dan 5 menit 9, 10, Bayi ke-2 BB 2100 gr, Apgar score 1 menit dan 5 menit 9, 10, Bayi ke-3 BB 1900 gr, Apgar score 1 menit dan 5 menit 9, 10 lahir selang 1 menit. Tidak terjadi hipotensi, dan karena skor linear analog scale (LAS) 4-6 setelah terapi medikal maka dilakukan pengikatan uterus dengan tehnik B-Lynch suture, tidak terjadi postpartum hemorrhage, Hb postoperatif 10 g/dL, hematokrit 29%, tidak dilakukan transfusi darah. Analgetik pascabedah dengan petidin 100 mg dan dexketoprofen 100 mg dilarutkan dalam NaCl 0,9% 500 mL yang diberikan untuk 24 jam.   Anesthesia Management for Caesarean Section Triplet Pregnancy with Intraoperative LAS Score 6 Abstract Triplet and higher multiple gestations associated with increase maternal and fetal morbidity compare with twin or singleton pregnancy. Caesarean section is route for delivery patient with triplet gestations. A woman, 31 years, G1P0A0 gravida aterm triplet insemination result, BW 72,5 kg, height 168 cm, Mallampati 1, blood pressure 130/90 mmHg, heart rate 97x/minute, SpO2 100% with canul binasal. Induction anesthesia with propofol 140 mg, atracurium 35 mg, intubated with endotracheal tube no 6,5. Mechanical ventilation with tidal volume 560 mL, respiratory rate 12 x per minutes, postive end expiratory pressure (PEEP) 5. Maintenance anesthesia with N2O 40%, sevoflurane 1-2 vol%. Analgetic fentanyl 100 ug given after baby delivery. Fluids with RL 1500 mL, gelofusin 500 mL. Other drugs are misoprostol 800 mcg perrectal, oxytocine 40 IU, methylergometrine 0.6 mg, tranexamic acid 1 gram, dextrose 40% 25 mL. First baby BW 2650 gr, Apgar score 1 minute and 5 minute 9, 10 at 19.21, second baby BW 2100 gr, Apgar score 1 minute and 5 minute 9, 10, third baby BW 1900 gr, Apgar score 1 minute and 5 minute 9, 10 delivered 1 minute interval. No evidence of hypotension and linear analog scale (LAS) score is 4-6 and so needed uterus binding with B-Lynch suture technique, no evidence of postpartum hemorrhage, postoperative Hb 19 g/dL, hematocrit 29%, no blood transfusion. Postoperative analgesia with petidine 100 mg and dexketoprofen 100 mg in NaCl 0,9% 500 mL for 24 hours.


2021 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 11-7
Author(s):  
Fritzky Indradata ◽  
Heri Dwi Purnomo ◽  
Muh. Husni Thamrin ◽  
Sugeng Budi Santoso ◽  
Ardana Tri Arianto ◽  
...  

Latar Belakang: Anestesi spinal mempunyai efek samping berupa hipotensi dan mual muntah. Tujuan: penelitian ini adalah membandingkan efek anestesi spinal bupivacain dosis normal 12,5 mg dan bupivacain dosis rendah 5 mg dengan fentanyl 50 mg pada seksio sesarea terhadap perubahan hemodinamik, ketinggian blok, onset, durasi dan efek samping. Subjek dan Metode: Penelitian double blind randomized control trial pada 36 pasien yang memenuhi kriteria. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, yang masing-masing terdiri 18 pasien, kelompok 1 dilakukan anestesi spinal dengan bupivacain hiperbarik 5 mg ditambah adjuvan fentanyl 50 mcg, sedangkan kelompok 2 diberikan bupivacain hiperbarik 12,5 mg. Penilaian meliputi saat mula kerja blokade sensorik, mula kerja blokade motorik, durasi, tekanan darah, laju nadi, dan saturasi oksigen, lama kerja dan efek samping. Data hasil penelitian diuji secara statistik dengan uji chi-square. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan pada onset dan durasi blokade sensorik dan motorik, bupivacain 12,5 mg lebih baik dibandingkan bupivacain 5 mg + fentanyl 50 mcg (p<0.05). Tidak ada perbedaan signifikan pada perubahan tanda vital dan efek samping (p>0.05). Simpulan: Bupivacain 12,5 mg menghasilkan onset lebih cepat dan durasi lebih lama dibandingkan bupivacain 5 mg + fentanil 50 mcg pada anestesi spinal untuk seksio sesarea   Comparison of The Effectiveness Spinal Anesthesia with Bupivacaine 12,5 Mg and Bupivacaine 5 Mg added Fentanyl 50 Mcg in Caesarean Section Abstract Background: Spinal anesthesia has side effects such as hypotension and nausea and vomiting. Objective: The aim of this study was to compare the effects of spinal anesthesia with normal doses of 12,5 mg of bupivacaine and 5 mg of low-dose bupivacaine with fentanyl 50 mg in the cesarean section on hemodynamic changes, block height, onset, duration, and side effects. Subjects and Methods: Double-blind randomized control trial in 36 patients who met the criteria. Patients were divided into two groups, each consisting of 18 patients, group 1 underwent spinal anesthesia with 5 mg of hyperbaric bupivacaine plus 50 mcg of fentanyl adjuvant, while group 2 was given 12,5 mg of hyperbaric bupivacaine. Assessments include the initiation of sensory block action, onset of motor block action, duration, blood pressure, pulse rate, and oxygen saturation, duration of action, and side effects. The research data were statistically tested with the chi-square test. Results: There were significant differences in the onset and duration of sensory and motor blockade, bupivacaine 12,5 mg was better than bupivacaine 5 mg + fentanyl 50 mcg (p <0.05). There was no significant difference in changes in vital signs and side effects (p> 0.05). Conclusion: Bupivacaine 12,5 mg resulted in a faster onset and longer duration than bupivacaine 5 mg + fentanyl 50 mcg in spinal anesthesia for cesarean section.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document