Jurnal Agritech
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

378
(FIVE YEARS 138)

H-INDEX

5
(FIVE YEARS 1)

Published By Universitas Gadjah Mada

2527-3825, 0216-0455

2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 395
Author(s):  
Yanti Nopiani ◽  
Agnes Murdiati ◽  
Widiastuti Setyaningsih

Kulit koro pedang putih dapat digunakan sebagai sumber selulosa. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aplikasi selulosa adalah dengan memodifikasi selulosa menjadi produk turunan selulosa yaitu Hydroxypropyl Methyl Cellulose (HPMC). Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan optimasi terhadap sintesis dan karkaterisasi HPMC dari selulosa kulit koro pedang putih. Proses optimasi didahului dengan kajian literatur untuk menentukan kisaran titik percobaan dengan variabel terikat berupa molar subtitusi (MS) dan Derajat Subtitusi (DS). Diperoleh titik percobaan dengan variasi konsentrasi NaOH (5, 22,5, dan 40%), variasi Dimetil Sulfat (DMS) (40, 80, dan 120%), dan variasi Proilen Oksida (PO) (80, 120, dan 160%). Kemudian optimasi sintesis HPMC dilakukan dengan mengunakan Box-Behnken design (BBD) lalu dianalisis menggunakan Response Surface Methodology (RSM) Berikutnya HPMC dikarakterisasi meliputi molar subtitusi (MS), Derajat Subtitusi (DS), water holding capacity (WHC), oil holding capacity (OHC), lightness, rendemen, kristalinitas dan spektra FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi HPMC. Hasil optimasi sintesis HPMC dari selulosa kulit koro pedang putih berdasakan RSM diperoleh titik optimum pada konsentrasi NaOH 23,11%, DMS 43,4% dan PO 81,8%. dengan karakterisasi kadar air 9,04% (wb); MS 0,15; DS 1,18; WHC 2,20 g/g; OHC 2,09 g/g; lightness 90,93; rendemen 114,78% dan kristalinitas 64%. Spektra FT-IR HPMC koro pedang putih terbaca pada bilangan gelombang 2924 cm-1 (CH dan CH2 Streching), 1373 cm-1 (CH3 Bonding), 1118 cm-1 (C-O-C), 1319 cm-1 (O-H Plane Bonding) dan 848, 68 cm-1 (C-O-C pada 1,4 β glikosidic linkage) yang merupakan ciri khas dari gugus fungsional HPMC.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 354
Author(s):  
Risa Nofiani ◽  
Jorion Romengga ◽  
Titin Anita Zaharah

Old nipah fruit endosperms (ONFEs) contain high carbohydrates that have a potency to be applied to make flour. In this study, we made flour from ONFEF and its cookies. This study aimed to characterize the functional properties of unbleached and bleached old nipah fruit endosperm flour (UONFEF and BONFEF) and to assess the consumer acceptability of ONFEF flour and gluten-free cookies made from UONFEF and BONFEF. UONFEF and BONFEF were prepared from the ONFEs. They were cut, dried and ground, and sieved to obtain the UONFEF. TheUONFEF was bleached using Na2S2O5 0.4% for 15 mins then filtered, and the precipitates were dried under the sun. The dried precipitates were sieved to obtain the BONFEF. Both of the flour types were analyzed in terms of their functional properties (bulk density, swelling power, solubility, swelling capacity, water absorption index, and viscosity) and were used to make gluten-free cookies. The following ingredients were prepared to make the the gluten-free cookies: 200 g of flour (each of the UONFEF, BONFEF, and commercial wheat flour (CWF, Segitiga Biru brand) as a control), 100 g of margarine, 60 g egg, 125 g of fine granulated sugar, and 2 g of vanillin. Margarine, egg, and fine granulated sugar were mixed using a hand mixer and added with the flour, blended, molded, then baked. Consumer’s acceptability of each type of flour and cookies from different types of flour was evaluated using semi-trained panelists. The bleached treatment (the BONFEF) caused differences of the flour, particularly in terms of the physical properties (particle size, color, and odor) from the unbleached treatment and rated thehighest score for the overall criteria. Besides, the functional properties of the UONFEF were significantly different (p < 0.05) from those of the BONFEF except for the rendement, SP, and viscosity. The gluten-free cookie made from the UONFEF was the most preferred by the panelists. Therefore, the UONFEF can be successfully used as a substitute flour of wheat flour to make cookies.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 386
Author(s):  
Agatha Arissa Chintyadewi ◽  
Yustinus Marsono ◽  
Priyanto Triwitono

2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 344
Author(s):  
Herlina Herlina ◽  
Triana Lindriati ◽  
Nurhayati Nurhayati ◽  
Sulistyani Sulistyani ◽  
Manik Nur Hidayati ◽  
...  

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persentase subtitusi tepung koro pedang pada pembuatan tiwul instan protein tinggi terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik tiwul instan dan menentukan persentase subtitusi tepung koro pedang yang tepat sehingga dihasilkan tiwul instan yang disukai. Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal, yaitu persentase subtitusi tepung koro pedang pada pembuatan tiwul instan dan setiap perlakuan dalam penelitian diulang 3 (tiga) kali. Data pengamatan yang didapatkan dianalisis menggunakan uji keragaman (ANOVA) taraf kepercayaan 95% (α≤0,05) dan apabila ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (α≤0,05) dilanjutkan dengan uji beda Duncan. Data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji chi-square (α≤0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa peningkatan persentase subtitusi tepung koro pedang menyebabkan peningkatan daya rehidrasi, daya kembang dan kadar protein tiwul instan protein tinggi, namun menyebabkan penurunan terhadap densitas kamba, kecerahan warna dan  kadar air tiwul instan protein tinggi yang dihasilkan. Uji organoleptik kesukaan panelis didapatkan persentase tertinggi pada perlakuan P3 (persentase subtitusi tepung koro pedang 30% ) dengan atribut memiliki daya rehidrasi 347%, densitas kamba 0,51 g/mL, daya kembang 35,14%, kecerahan warna 69,87, kadar air 6,05%, dan kadar protein 8,15%, serta persentase kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur, dan kekenyalan berturut turut 56, 40, 62, 68, dan 64%.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 327
Author(s):  
Deasy Fitriati ◽  
Vera Ramashinta ◽  
Hastari Kusumawardhani

Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kualitas jagung setelah penerapan fasilitasi sarana pascapanen dari pemerintah.  Kegiatan ini dilaksanakan di sentra produksi jagung di Indonesia pada tahun 2017-2019. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan sampel dipilih berdasarkan metode stratified random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu jagung di Indonesia berfluktuatif. Kandungan aflatoksin pada sampel 0,05 μg/kg sampai 976,25 μg/kg dan kandungan biji pecah serta rusak 0 sampai 34,40%. Kontaminasi aflatoksin yang berada di atas 150 μg/kg (batas maksimum pada SNI) sebanyak 5% dari total sampel. Di beberapa provinsi, kandungan aflatoksin, kadar air, biji rusak dan biji pecah tidak masuk dalam persyaratan mutu jagung yang terdapat pada SNI.  Peningkatan mutu jagung belum menjadi prioritas bagi petani dan pedagang. Karena belum adanya insentif terhadap proses pascapanen yang menjaga mutu hasil produksi. Fasilitasi sarana yang berupa mesin pascapanen diberikan pemerintah kepada petani masih sebatas untuk mengurangi losses. Namun, kualitatif losses belum sesuai dengan target yang diinginkan. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk keberhasilan pelaksanaan program di masa yang akan datang.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 362
Author(s):  
Gaweł Sołowski ◽  
Izabela Konkol ◽  
Marwa Shalaby

Anaerobic digestion is a popular method for improving fertilizing properties, but there is no report on the effect of shock load with butter on anaerobic digestion of chicken manure. Therefore, this study aimed to investigate the anaerobic digestion of chicken manure with butter addition. The volatile suspended solid (VSS) was set at 20g VSS/L with different butter additions from 0 to 60 g VSS/L and different oxygen flow rate (OFR) from 0 to 2.5 mL/h. The results showed that ammonia ranged from 0.072 g/L to 0.082 g/L, while the volatile acids ranged from 425 mg/L to 325 mg/L. The volatile organic acid was significantly influenced by a change in OFR compared to ammonia, while a correlation between hydrogen and hydrogen sulfide was observed. The results showed that the highest hydrogen and methane production was obtained at butter addition of 30 g VSS/L with OFR 1.4 mL/h with volumes of 78 mL and 25 L respectively. In addition, hydrogen sulfide emissions induced rapid growth with increase in butter concentration.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 316
Author(s):  
Zita Letviany Sarungallo ◽  
Budi Santoso ◽  
Mathelda Kurniaty Roreng ◽  
Ester Papuani Yantewo ◽  
Indah Epriliati

Mayones adalah produk berbasis minyak dalam bentuk emulsi minyak semi-padat dalam air (o/w). Penggunaan berbagai jenis minyak dapat mempengaruhi sifat fisikokimia dan penerimaan dari mayones. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat penerimaan panelis terhadap mayones yang terbuat dari beberapa jenis minyak yaitu minyak buah merah kasar (MBMK), minyak buah merah hasil degumming (MBMD), minyak wijen dan minyak sawit (sebagai pembanding), karakteristik fisikokimia dan organoleptiknya, serta kandungan gizinya. Mayonesdibuat menggunakan rasio minyak dan air 35:40 sesuai dengan jenis minyak, dengan bahan aditif lainnya yaitu kuning telur, pati jagung, selulosa karboksimetil, mustard, cuka, gula, dan garam. Parameter mayones yang diamati adalah kadar air, viskositas, stabilitas emulsi, dan sifat organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan tingkat penerimaan secara keseluruhan), serta kandungan gizi dan bahan aktif (total karotenoid dan tokoferol). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayones minyak buah merah memiliki karakeristik fisik yaitu berwarnamerah-oranye, beraroma khas buah merah, stabil 3-6 hari penyimpanan pada suhu ruang, dengan viskositas 127167 d.Poise. Penggunaan MBMD dapat meningkatkan stabilitas emulsi,viskositas, dan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma dan rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan mayones; panelis menyukai mayones dengan aroma khas buah merah (original), tidak berbeda dengan aroma minyak wijen. Mayones minyak buah merah (MBMK dan MBMD) mengandung kadar air 46,3-48,8% (bb), abu 4,50-4,60% (bk), lemak 61,0-62,2% (bk), protein 1,58-1,95% (bk), karbohidrat 31,65-32,50% (bk), dengan kadar serat 0,30-0,38% (bk) dan total gula 10,66-10,84% (bk); dengan kadar total karotenoid 3160-4605 ppm (bk) dan total tokoferol 966-1105 ppm (bk), dimana formula mayones MBMK mengandung komponen aktif tertinggi.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 305
Author(s):  
Martasari Beti Pangestuti ◽  
Reny Nurul Utami ◽  
Sri Suhartini ◽  
Nur Hidayat

Batik merupakan salah satu produk kebanggaan bangsa Indonesia, yang umumnya diproduksi oleh usaha kecil menengah (UKM). Peningkatan permintaan batik mendorong adanya peningkatan jumlah UKM batik serta jumlah limbah cair batik yang dihasilkan. Masih banyak UKM batik yang membuang limbah cairnya langsung ke lingkungan yang berpotensi menimbulkan pencemaran pada tanah dan air. Hal ini disebabkan oleh belum adanya fasilitas pengolahan limbah yang memadai, sesuai dengan kondisi yang dialami oleh UKM Batik Blimbing Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi pengolahan limbah cair batik secara anaerobik untuk memproduksi biogas sebagai sumber energi terbarukan. Pada penelitian ini digunakan teknologi anaerobic digestion yang dioperasikan secara batch dengan kondisi mesofilik (37 °C) tanpa pengadukan, dikenal sebagai uji biochemical methane potential (BMP) dengan waktu pengamatan selama 28 hari. Sampel yang diuji meliputi penambahan 100% limbah cair batik dengan berbagai variasi volume. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair batik memiliki kandungan bahan pencemar organik yang tinggi, yaitu sebesar 8.651 mg/L (BOD) dan 54.700 mg/L (COD). Hasil uji BMP juga menunjukkan rendahnya biogas yang dapat diproduksi dari limbah cair batik. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya kandungan COD, ammonia, zat pewarna beracun, dan nisbah C/N yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan mikroorganisme.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 335
Author(s):  
Magdalena Januasni Jati Martins ◽  
Lukita Purnamayati ◽  
Romadhon Romadhon

Pengolahan minyak isi perut ikan lele dapat meningkatkan nilai ekonomi limbah ikan lele. Wet rendering merupakan metode yang sering digunakan untuk mengekstrak minyak ikan. Metode ini menggunakan panas dan air untuk membantu proses ekstraksi. Perlakuan suhu bertujuan untuk menggumpalkan protein dan merusak membran sel sehingga minyak dapat terekstrak keluar. Adanya air memudahkan pemisahan karena minyak yang terekstrak akan mengapung pada permukaan. Penggunaan suhu ekstraksi berpengaruh terhadap kualitas minyak ikan yang dihasilkan. Suhu ekstraksi yang tinggi menyebabkan penurunan kualitas minyak akibat terjadinya reaksi oksidasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu ekstraksi wet rendering terhadap karakteristik ekstrak kasar minyak isi perut ikan lele dan mengetahui suhu ekstraksi optimum berdasarkan karakteristik ekstrak minyak isi perut ikan lele yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu perbedaan suhu ekstraksi wet rendering (80 °C, 90 °C, dan 100 °C) dengan tiga kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi menghasilkan minyak isi perut ikan lele dengan rendemen yang semakin meningkat. Namun, kualitas minyak ikan semakin menurun yang ditunjukkan dengan meningkatnya asam lemak bebas dan angka peroksida, yang berakibat pada penurunan nilai organoleptik, perubahan profil asam lemak dan slip melting point. Suhu 100 °C merupakan suhu ekstraksi terbaik dengan nilai organoleptik 7,87; rendemen 8,57%; slip melting point 37,53 °C; bilangan iod 16,01%; total SFA 42,9%; MUFA 31,8%; PUFA 11,51%; angka asam lemak bebas 2,00%; kadar air 0,56%; dan bilangan peroksida 7,26 meq/kg.


2021 ◽  
Vol 41 (4) ◽  
pp. 376
Author(s):  
Ulyarti Ulyarti ◽  
Rindo Amnesta ◽  
Rahayu Suseno ◽  
Nazarudin Nazarudin
Keyword(s):  

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu proses modifikasi pati menggunakan metode presipitasi yang dapat menghasilkan pati ubi kelapa kuning modifikasi dengan ukuran paling kecil serta untuk mengetahui karakteristik edible film yang dibuat dengan penambahan pati modifikasi. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap modifikasi pati ubi kelapa kuning dengan metode presipitasi dan tahap pembuatan 2 jenis edible film yaitu edible film dari pati alami dan dari gabungan pati alami dan pati modifikasi hasil penelitian tahap pertama. Pada tahap modifikasi pati digunakan 4 taraf suhu yaitu 70 °C, 80 °C, 90 °C dan 100 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan pada suhu 100 °C menghasilkan pati ubi kelapa modifikasi dengan ukuran partikel pati terkecil yakni dari 1,82 sampai 21,93 µm. Edible film dengan penambahan patimodifikasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan edible film pati alami saja dengan karakteristik ketebalan yang lebih tinggi yakni 0,117±0,027 mm, kelarutan lebih rendah (17,36±1,56%), nilai transparansi lebih rendah (10,92±2,27%/mm), nilai WVTR yang lebih rendah (161,9±39,1 g/mm.m2.jam) dan nilai kuat tekan lebih tinggi (802,48±2,23 gF) dibandingkan edible film berbahan dasar pati alami saja.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document