Bulletin of Scientific Contribution
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

10
(FIVE YEARS 0)

H-INDEX

1
(FIVE YEARS 0)

Published By Universitas Padjadjaran

2541-514x, 1693-4873

2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 251
Author(s):  
Rita Yulianti ◽  
Emi Sukiyah ◽  
Nana Sulaksana

Daerah penelitian terletak di desa Muaro Limun, Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Sungai limun, salah satu sungai besar di daerah kabupaten sarolangun yang dimanfaatkan oleh mayarakat sekitarnya sebagai sumber penghidupan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan penambangan terhadap kualitas air sungai Batang Limun, dan perubahan sifat fisik dan  kimia yang diakibatkan   kegiatan penambangan.Metode yang digunakan adalah  metode grab sampel, serta stream sedimen untuk dianalis di laboratorium. Sejumlah sampel diambil di beberapa lokasi Penambangan Emas berdasarkan Aliran Sub-DAS dan dibandingkan dengan beberapa sampel lain yang diambil pada lokasi yang belum terkontaminasi oleh kegiatan penambangan. Analisis kualitas air mengacu pada  SMEWWke 22 tahun 2012 dan standar baku mutu air kelas II dalam PP No 82 yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Diketahui sungai Batang Limun telah mengalami perubahan karakteristik fisika dan kimia. Dari grafik  kosentrasi kekeruhan, pH, TSS, TDS  Cu, Pb, Zn, Mn, Hg terlihat bahwa penambang emas tanpa izin (PETI) dengan cara amalgamasi yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air sungai. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2015  sungai Limun dan sekitarnya terus mengalami penurunan kualitas air. Penurunan kualitas yang cukup tinggi terjadi  yaitu peningkatan nilai Rata-rata konsentrasi merkuri pada sungai Batang Limun dari 0,18ppb (0,00018 mg/l)  menjadi 0,3ppb (0,0003 mg/l), peningkatan tersebut dipengaruhi oleh proses kegiatan penambangan dan nilai tersebut masih dibawah standar baku mutu air kelas II  pp nomor 82 tahun 2010.Kata kunci :   Kualitas Air, Sungai Limun,TSS, Merkuri, PETI Limun river is one of the major rivers in the area of Sarolangun, which utilized by the society as a source of livelihood. The aim of study  to analyze the effect of mining activities on  the water quality of Batang Limun River, and the changes of physical and chemical properties of water. The method used are grab  and stream samples to  sediment analyzed in the laboratory. A number of samples were taken at several locations based Flow Gold Mining Sub-watershed and compared to some other samples taken at the location that has not been contaminated by mining activities. Water quality analysis referring to SMEWW, 22nd edition 2012 and refers to Regulation No 82 that issued by Minister of Health No. 492 / Menkes / Per / IV / 2010.The results showed that the Limun river has undergone chemical changes in physical characteristics. These symptoms can be seen from the discoloration of clear water in the river before the mine becomes brownish after mining, based on graphic of muddiness concentration: pH, TSS, TDS Cu, Pb, Zn, Mn, Hg have seen that  the illegal miner which used amalgamation caused deterioration in water quality, data from 2009 to 2015 Limun river and surrounding areas continue to experience a decrease in water quality. The decreasing of water quality showed in the TSS parameter which found in the area is to high based on  the standard of water quality class II pp number 82 of 2010. An increase in the value of average concentrations of mercury in the Batang Limun river before mine 0,18ppb (0.00018 mg / l) into 0,3ppb (0.0003 mg / l) on the river after the mine. The increase was affected by the mining activities and the value is still below the air quality standard Grade II pp numbers 82 years 2010, although the value is still below with the standards quality standard, the mercury levels in water should still be a major concern because if it accumulates continuously in the water levels will increase and will be bad for health. In contrast to the concentration of mercury in sediments that have a higher value is 153 ppb (0,513ppm ) .Key Words :   Water Quality, Limun River, Mercury, Illegal gold mining


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 287
Author(s):  
Fazillah Adzka ◽  
Aton Patonah ◽  
Simarmata S. L. Robertus

Lapangan Panasbumi Lilli secara adminstratif  termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Matanga, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Hasil penyelidikan terdahulu diketahui memiliki daerah prospek seluas 18 km2 yang masih membuka ke arah utara. Fokus penelitian ini adalah memperkirakan temperatur bawah permukaan dari sumur  LLK-1 untuk menentukan zona reservoir dan zona penudungnya. Metode yang digunakan adalah petrografi dan alat SpecTerra untuk mengetahui jenis mineral lempung. Berdasarkan deskripsi dan analisis komposisi mineral primer dan alterasi pada batuan dari sumur tersebut diketahui bahwa batuan pada sumur LLK-1 dari bawah ke permukaan adalah porfiri andesit terubah dan andesit terubah. Mineral alterasi yang hadir adalah saponite, monmorilonite, smectite, chlorite, mineral oksida dan pirit. Berdasarkan asosiasi mineral alterasi tersebut, zona alterasi terbagi ke dalam 2 zona, yaitu zona smectite dan zona smcetite-chlorite yang merupakan sebanding dengan tipe argilik dan subprofilitik, terbentuk pada temperatur 50oC – 230oC.  Hasil data tersebut, maka sumur LLK-1 masih  termasuk ke dalam zona penudung. Kata Kunci : Alterasi, Paleotemperatur, Panasbumi Lilli Lilli Geothermal Field administratively located in Matanga, Polewali Mandar Districts, West Sulawesi. Result from latest investigation shows that this area have a prospect about 18 km2 with distribution spreading probabilility to the North. Focus of this research is to estimate temperature below the surface from well LLK-1 (Lilli Geothermal field) to understand the reservoir and caps rock zone using petrography and SpecTerra measurement.  Based on description and primary mineral composition, also from mineral alteration, well LLK-1 has altered andecite porfiri to altered andecite. Alteration mineral that can be found are saponite, montmorilonite, smectite, chlorite, oxide mineral and pyrite. From the alteration mineral association, alteration zone can be divided into two zone, there are smectite and smectite-chlorite zone that comparable with argilic and subpropilitic type that can be formed at 50°C - 230°C. It is conclude that LLK-1 well still include in the caps rock zone so the reservoir zone cannot be determined.  Keywords: Alteration, Paleotemperature, Lilli Geothermal Field


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 233
Author(s):  
Lia Jurnaliah ◽  
Faizal Muhamadsyah ◽  
Mochammad Nursiyam Barkah

Research area is classified a  Lower Kalibeng Formation. Its age is Lower Miocene.  The total number of sediment samples is 29 samples that are carried out based on measured section with 10 metres interval.  The whole samples are processed by  hydrogen peroxide method.  Foraminifers’ quantitative analyses is conducted on each one gram of dry sample.  Based on ratio P/B value that range between 49.64% - 99.41%, Late Miocene Kalibeng Formation is deposited on marine environment.  The depositional process is beginning from neritic (outer neritic) – oceanic (upper bathyal-lower bathyal) – neritic (outer neritic) - oceanic (upper bathyal – lower bathyal). Keywords: Kalibeng Formation, plangtonic and benthic foraminifera, neritic, oceanic Daerah penelitian merupakan Formasi Kalibeng bagian bawah berumur Miosen Akhir..  Pengambilan 29 sampel sedimen dilakukan secara sistematis berdasarkan penampang terukur dengan interval 10 meter. Seluruh sampel sedimen diproses dengn menggunakan metoda hydrogen peroksida.  Analisis kuantitatif foraminifera dilakukan pada setiap 1 gram sampel kering berukuran >120 mesh.  Berdasarkan hasil perhitungan rasio foraminifera plangtonik dan bentonik (rasio P/B) yang berkisar antara 49,64% - 99,41%, Formasi Sungaibeng Kala Miosen Akhir terendapkan pada lingkungan marin dimulai dari neritik (neritik luar) – oseanik (batial bawah-batial atas) – neritik (neritik luar) dan terakhir adalah oseanik (batial bawah-batial atas). Kata Kunci:  Formasi Kalibeng, foraminifera plangtonik dan bentonik, neritik, oseanik


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 223
Author(s):  
Euis Tintin Yuningsih

There are closed spatial relationship between the different phases, the different metallic minerals, the precious-metals bearing minerals, the volcanic host rock and the plutonic intrusions of the Arinem vein system. Nine samples from Bantarhuni vein including four samples from quartz-sulfide vein from different stages and level, and five samples from altered host rock were analyzed geochemically by Induced Couple Plasma (ICP) and Induced Couple Plasma Mass Spectrometer (ICP-MS) to identified the geochemical characteristics of Bantarhuni vein system. The geochemical data obtained from the quartz-sulfide vein and altered host rock of the Bantarhuni vein is mostly similar to those obtained from Arinem vein samples. Some samples from the alteration zone have contents similar to the less altered Jampang Formation and andesitic Miocene and Pliocene intrusions rocks, with a little depletion and enrichment for some oxides. The abundance of ore and gangue minerals vary among each stage of mineralization of Bantarhuni vein. The REE in the Arinem and Bantarhuni veins considered to have been extracted by water/rock interaction between hydrothermal solution and country rocks. Some REE pattern of the mineralized Bantarhuni vein show irregularly pattern and this is could be due to high content of sulfide minerals in the samples, or due to analytical error during sample dissolution. The gold and silver contents in the Arinem and Bantarhuni veins vary very much and there is relatively low Au and Ag concentrations occur in samples from any alteration zone. There is no correlation found between gold and other major ore elements except for Ag. The highest content of Au is having low ΣREE.   Keywords : Bantarhuni vein, Geochemical, quartz-sulfide vein, water-rock interaction.                                            Terdapat hubungan spasial antara fase yang berbeda, mineral logam yang berbeda, mineral yang mengandung logam mulia, batuan induk (host rock) vulkanik dan intrusi plutonik dalam sistem urat Arinem. Sembilan sampel dari urat Bantarhuni yang terdiri dari empat sampel dari urat kuarsa-sulfida dari stages dan kedalaman yang berbeda, dan lima sampel dari host rock yang terubah dianalisis secara geokimia degan Induced Couple Plasma (ICP) dan Induced Couple Plasma Mass Spectrometer (ICP-MS) untuk mengidentifikasi karakteristik geokimia dari sistem urat Bantarhuni. Data analisis geokimia yang diperoleh dari urat kuarsa-sulfida dan batuan induk terubah dari urat Bantarhuni sebagian besar sama dengan yang diperoleh dari sampel urat Arinem. Beberapa sampel dari zona alterasi memiliki kandungan mirip dengan Formasi Jampang yang terubah lemah dan batuan intrusi andesit berumur Miosen dan Pliosen, dicirikan dengan sedikit pengurangan dan pengayaan untuk beberapa oksida. Kelimpahan bijih dan mineral gang bervariasi di dalam setiap tahap mineralisasi di urat Bantarhuni. REE di urat Arinem dan Bantarhuni kemungkinan diekstraksi dengan adanya interaksi air/batuan antara fluida hidrothermal dan batuan sampingnya. Beberapa pola REE dari urat Bantarhuni yang termineralisasi menunjukkan pola yang tidak teratur dan hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya kandungan mineral sulfida dalam sampel, atau karena kesalahan pada saat analisis dalam pelarutan sampel. Kandungan emas dan perak dalam urat Arinem dan Bantarhuni sangat bervariasi dan konsentrasi Au dan Ag pada sampel dari setiap zona alterasi relatif rendah. Tidak ada korelasi ditemukan antara emas dan unsur bijih utama lainnya kecuali dengan Ag. Sampel dengan kandungan Au tertinggi adalah sampel yang memiliki ΣREE rendah. Kata kunci: Urat Bantarhuni, geokimia, urat kuarsa-sulfida, interaksi air-batuan.


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 303
Author(s):  
Fathurrizal Muhammad ◽  
Mochammad Nursiyam Barkah ◽  
Mohamad Sapari Dwi Hadian

Air merupakan sumber kehidupan. Eksplorasi sumber daya air perlu terus dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Daerah penelitian secara administratif terletak pada daerah Ciemas, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Keterdapatan airtanah di daerah ini masih belum banyak diketahui dan perlu dicari melalui beberapa interpretasi yang dilakukan. Untuk mengindentifikasi potensi airtanah dilakukan berdasarkan beberapa analisis diantaranya, analisis Citra satelit, Geologi dan Hidrogeologi.Dalam analisis citra satelit, di bagian Utara dan Selatan daerah Ciemas terlihat adanya perbedaan tekstur yang menunjukkan adanya perbedaan litologi batuan. Daerah penelitian memiliki tiga satuan batuan yaitu satuan batupasir kuarsa (Tebpk), satuan batupasir kuarsa (Tmbp), dan Endapan Alluvial (Qa). Selain itu terlihat pola kelurusan dan beberapa indikasi sesar yang menunjukkan 7 sesar oblique yang mengontrol daerah penelitian. Hal tersebut berpengaruh pada kondisi hidrogeologi daerah penelitian, dengan terdapat tiga jenis akuifer yang berbeda, yaitu akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir dengan produktivitas sedang, akuifer bercelah/bersarang dengan produktivitas kecil, dan akuifer bercelah/bersarang dengan produktivitas langka. Berdasarkan hasil analisa tersebut mempengaruhi besar kecilnya potensi airtanah dan teridentifikasi berada di kawasan dataran tinggi pada akuifer produktif yang terpotong oleh patahan-patahan geologi.Kata kunci : Airtanah, Ciemas, Citra satelit


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 263 ◽  
Author(s):  
Yusi Firmansyah ◽  
Dhehave Riaviandhi ◽  
Reza Muhammad Ganjar Gani

The area of this study include to PT. Energi Mega Persada Tbk work area. The area of this study is located in Jambi Sub - Basin, South Sumatera Basin. This study is emphasized to examine the sequence stratigraphy of Talang Akar Formation. The data that is used in this study include core, mudlog, 3D seismic, well log, and palynomorf fossil. The result of those data analysis and data correlation are lithofacies, electrofacies, depositional environment, and stratigrahys sequences of Talang Akar Formation. From data analysis, the facies’ that develop in Talang Akar Formation are A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, and M. Those facies’are deposited in fluvial – deltaicenvironment at Late Oligocene until Early Miocene. From the well correlation and seismic interpretation, the sediment distribution pattern of Talang Akar Formation become thicker and deeper in the west side and the highland is located relatively in the east of the study area. At the area of study Talang Akar formation is very influenced by structure. From the lithofacies and electrofacies analysis, there are six kinds of stratigraphy sequencesthat develop in the study area. System tracts LST-1 (braided channel) just developed at sequence-1. The other sequences developed TST 1 – 4 (floodplain meandering channel), TST 5 – 6 (marsh delta plain), HST 1 – 4 (crevasse splay meandering channel) and HST 5 – 6 (floodplain delta plain). .  Keywordsi: Sequence stratigraphy, facies,depositional environment, Talang Akar Formation, Jambi Sub - Basin. Daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah kerja PT. Energi Mega Persada Tbk. Daerah penelitian berada di Sub – Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Studi ini difokuskan untuk membahas sikuen stratigrafi Formasi Talang Akar. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah core, mudlog, seismik 3 dimensi, well log, dan fosil palinomorf. Hasil dari analisis dan korelasi data tersebut adalah litofasies, elektrofasies, sikuen stratigrafi, dan lingkungan pengendapan dari Formasi Talang Akar. Dari analisis data tersebut didapatkan bahwa fasies yang berkembang pada Formasi Talang Akar adalah fasies A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, dan M. Fasies tersebut diendapkan di lingkungan fluvial – deltaic pada umur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Berdasarkan korelasi antar sumur dan interpretasi seismik, distribusi sedimen Formasi Talang Akar lebih menebal dan mendalam pada sisi barat dengan tinggian yang berada relatif pada bagian timur daerah penelitian. Pada daerah penelitian Formasi Talang Akar sangat dipengaruhi oleh struktur serta berdasarkan analisis litofasies dan elektrofasies terdapat 6 sikuen yang berkembang pada daerah penelitian. System tracts LST-1 (braided channel) hanya berkembang pada sikuen-1. Pada sikuen lainnya berkembang TST 1 – 4 (floodplain meandering channel), TST 5 – 6 (marsh delta plain), HST 1 – 4 (crevasse splay meandering channel) dan HST 5 – 6 (floodplain delta plain). Kata kunci : Sequence stratigraphy, facies, depositional environment, FormasiTalang Akar, Sub Cekungan Jambi.


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 295
Author(s):  
Zamzam A. J. Tanuwijaya ◽  
Hendarmawan Hendarmawan ◽  
Adjat Sudrajat ◽  
W. Kuntjoro

     Terdapat indikasi adanya gejala kehilangan debit sungai yang bersifat alami (non-rekayasa) pada segmen zona transfer Cikapundung, yaitu pada jalur sungai antara daerah Maribaya dan Curug Dago. Karena segmen ini bersifat effluent (air tanah mengisi air sungai) maka gejala imbuhan yang terjadi pada segmen ini merupakan suatu anomali influent (air sungai mengisi air tanah). Bagian dasar sungai pada zona ini ditutupi oleh lapisan lava basal yang masif, sehingga proses imbuhan yang terjadi diduga melalui struktur rekahan batuan. Berdasarkan hasil pengujian statistik dapat disimpulkan bahwa pada zona transfer memang terjadi gejala anomali imbuhan, yaitu pada sub-segmen sungai yang bergradien rendah dan berdensitas kelurusan regional tinggi. Sub-segmen yang berdensitas kelurusan tinggi secara umum memiliki densitas rekahan batuan yang tinggi pula.Kata kunci: zona transfer, imbuhan, effluent, influent     There is an indication of a natural loss of discharge phenomenon within the zone transfer of Cikapundung which are located between Maribaya area and Curung Dago. Because this segment is effluent in nature, the symptom of recharge that happened in this segment is an anomaly. The river bed in this zone is covered by massive basalt layers. Therefore the recharge process that happened is through the fractured of basalt. The results of a statistical test conclude that in the transfer zone there is a recharge anomaly phenomenon which is in the sub-segment of the river which has both a low gradient and a high regional lineament density. In general, the sub-segment that is of a high lineament density also shows high fracture density.Keywords: transfer zone, recharge, effluent, influent


2017 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 239
Author(s):  
Zufialdi Zakaria ◽  
Luthfan Harisan Jihadi

Geoteknik adalah salah satu dari cabang dari ilmu geologi yang erat hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kajian-kajian geoteknik memerlukan ilmu dasar seperti matematika, statistika, fisika, biologi, dan kimia. Beberapa kajian geoteknik berhubungan dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, jalan kereta api, jembatan, menara, pondasi gedung, desain lereng rekayasa, dan lain-lain. Makalah ini memperlihatkan beberapa penelitian geoteknik yang memanfaatkan ilmu dasar, yaitu desain lereng stabil, desain pondasi, hubungan antar variabel tanah, maupun perbaikan tanah.  Penelitiannya a.l.: 1) Analisis kestabilan lereng, tujuan untuk mendapatkan lereng stabil, metode menggunakan model Starlet, hasil yang didapatkan adalah desain lereng stabil dan antisipasi keruntuhan lereng pada zona kerentanan gerakan tanah. 2) Analisis dayadukung tanah, tujuan untuk menentukan dayadukung yang aman bagi fondasi, metode yang digunakan adalah melalui cara Terzaghi, hasil yang didapatkan adalah nilai dayadukung tanah yang diijinkan untuk peletakan fondasi. 3) Soil improvement, tujuan untuk perkuatan fondasi,  metode melalui pencampuran tanah dasar dengan kapur (CaO), hasil yang didapatkan adalah meningkatnya kekuatan dayadukung tanah pada tanah ekspansif. Kesimpulan dari semua penelitan geoteknik tersebut adalah kajian geoteknik tidak bisa lepas dari ilmu dasar matematika dan ilmu pengetahuan alam. Kata Kunci: geoteknik, pembangunan berkelanjutan, lereng stabil, dayadukung tanah, soil improvement Geotechnics is one of branches of geological science   are closely related to environmentally sustainable development. Geotechnical studies require some basic sciences such as mathematics, statistics, physics, biology, and chemistry. Some geotechnical studies related to the development of infrastructure such as toll roads,   railways, bridges, towers, building foundation, slope design engineering, and others. This paper shows some geotechnical studies that utilize basic sciences, namely:  stable slope design, foundation design, the relationship between variables soil, and soil improvement. The study included: 1) Slope stability analysis, objective research is to get a stable slope, the method is using the Starlet model, the results obtained are stable slope design and anticipation of the slope landslide on vulnerability zone of mass movement, 2) Analysis of soil bearing capacity, in order to determine safety bearing capacity for the foundation, the method is using Terzaghi equtaion, the results obtained are allowable soil bearing capacity for safety foundation. 3) Soil improvement, the goal of strengthening the foundation, the basic method by mixing soil with lime (CaO), the results obtained are the increasing strength of the soil bearing capacity on expansive soil. The conclusion of all geotechnical research are geotechnical studies cannot be separated from the basic sciences of mathematics and natural science. Keywords: geotechnical, sustainable development, stable slope, soil bearing capacity, soil improvement


2016 ◽  
Vol 14 (3) ◽  
pp. 269 ◽  
Author(s):  
Alifahmi Alifahmi ◽  
Raden Irvan Sophian ◽  
Dicky Muslim
Keyword(s):  

Formasi Bojongmanik merupakan formasi yang salah satu material penyusunya merupakan batulempung. Berdasarkan pemetaan geologi teknik yang telah dilakukan daerah penelitian memiliki jenis tanah lempung berplastisitas tinggi (CH) dan lanau berplastisitas tinggi (MH) menurut klasifikasi USCS (Unified Soil Clasification System).  Kondisi tanah dengan plastisitas tinggi merupakan kondisi dimana tanah dapat merubah bentuk dengan mudah akibat adanya pengaruh kenaikan kandungan air. Aktivitas mineral lempung merupakan salah satu faktor yang mengatur kestabilan lereng, dimana tanah lempung memiliki sifat dapat menyusut dan mengembang bergantung pada kadar air. Berdasarkan nilai aktivitas lempung yang diperoleh pada daerah penelitian dengan membandingkan nilai indeks plastisitas terhadap presentase kandungan lempung didapat pada lapisan bagian atas tanah (kedalaman 0.5-1m) memiliki nilai aktivitas lempung yang tinggi (>125) dengan jenis lempung Montmorilonite dan lapisan tanah bagian bawah (kedalaman 2-4m) memiliki nilai aktivitas lempung rendah (<0.75) dengan jenis mineral kaolinite hingga aktivitas lempung normal (0.75-1.25) dengan jenis mineral illite. Meskipun nilai safety factor pada daerah penelitian lebih besar dari angka stabil yang dinyatakan oleh Bowles, yaitu diatas 1.25, bahaya longsor masih memungkinkan terjadi pada saat tanah berada dalam kondisi basah, hal ini dikarenakan kandungan air dalam lempung meningkat memicu kenaikan aktivitas lempung sehingga menyebabkan kenaikan volume pada lempung. Pada peristiwa tersebut kondisi lereng akan mengalami ketidak stabilan sehingga pergerakan massa tanah terjadi untuk mencapai titik setimbang lereng tersebut. Kata kunci: kestabilan lereng, safety factor, mineral lempung, longsor


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document