Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

53
(FIVE YEARS 53)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By STAIN Ponorogo

2715-6672, 2715-6699

2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 159-186
Author(s):  
Andi Akbar Herman Andi Akbar Herman

The making of legislation has recently become a subject of discussion among communities, such as the very low level of community participation, arbitrary actions in the making of laws and regulations, the establishment of legislation that seems to be a rushed law product, the Covid-19 pandemic that restrict people to have a gathering to capture the community aspirations, and the establishment of all forms of regulations under the act that may affect people’s mobility in social life.The present study aims to find out the roots of problem concerning the extent of public participation in the making of regional regulations in North Kolaka Regency, Kendari, Indonesia.  Therefore, it is expected that the legislation will be issued in accordance with the will of community and the Act of the Republic of Indonesia No. 12/2011 concerning the Making of Legislation, as amended by the Act of the Republic of Indonesia No. 15/2011 concerning Amendments to the Act of the Republic of Indonesia No. 12/2011 concerning the Making of Legislation.The author employed the combination of normative legal research and empirical legal research as the type of this study. The results indicated that the regional regulations that have been ratified will not be well applicable and effective at the implementation level, since they are not in accordance with the instructions for the making of regional regulations as regulated in the legislation. The presence of regional regulations that do not accommodate all the public interests as well as the low level of public participation will then create a new problem among community. For this reason, more comprehensive public involvement is needed, whether in the form of public sharing, FGD (Focus Group Discussion), or the help of experts in Bapemperda and Regional Government who specifically handle the issue on the making of regional regulations. Keywords: Participation, Public, Regional Regulations


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 187-213
Author(s):  
Elfa Erfiana

Dalam Peraturan menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim dalam Pasal 2 Ayat (1) tentang Wali Hakim dalam Pasal 2 ayat (1) Mempelai wanita yang berada di luar negeri dan Pasal  3 Ayat (3) tentang calon mempelai wanita yang berada di daerah terpencil yang menggunakan wali hakim. Karena dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa perwalian dalam pernikahan  adalah wali hakim, baik mereka yang berada di luar negeri atau pun yang berada di daerah terpencil. sehingga pembahasan mengenai apa maslahat atau manfaat yang diberikan atas peraturan tersebut. Wali hakim adalah wali yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau peabat yang ditunjuk olehnya dan diberi hak dan kewenangan bertindak sebagai wali nikah. Penelitian ini merupakan penelitian tentang penerapan peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tang tang wali hakim yang ditinjau dari Maslahat al Mursalat atau manfaat yang ditimbulkan dari peraturan tersebut terhadap Mempelai wanita yang berda di luar negeri dan daerah terpencil. Metode penelitian cini menggunakan penelitian pustaka menggunakan metode kualitatif . Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi atau pengumpulan data literer penelitian yang menggunakan buku-nuku sebagai sumber datanya yang berkaitan dengan objek penelitian. Penelitian ini jga menggunakan sumber-sumber ilmiah  laainnya yang relevan dengan pembahasan penelitian ini, seperti skipsi,thesis,jurnal dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan dapat disimpulkan Tinjauan maslahat al mursalat  terhadap Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim bagi calon mempelai wanita yang berada di luar negeri merupakan maslahat hajiyat yang berarti persoalan manusiayang dibutuhkan oleh manusia untukmenghilangkan kesulitan yang dihadapi. Terhadap calon mempelai wanita yang beraada di daerah terpencil juga merupakan maslahat hajiyat.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 214-236
Author(s):  
Muhammad Sudartono ◽  
Muhammad Sulthon Rachmandhani

Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat seluruh aktivitas masyarakat kembali mengalami kelesuan. Begitu juga dengan kegiatan pelayanan masyarakat yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat dituntut untuk dapat memberikan pelayanan optimal di tengah rambu-rambu penerapan instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor P-001/ DJ.III/Hk.007/07/2021.  Sehingga kebijakan yang dirumuskan oleh KUA dalam melayani pernikahan  merupakan kebijakan yang berorientasi untuk mendukung pemerintah dalam memutus rantai persebaran Covid-19. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses perumusan kebijakan yang terdiri dari proses; perumusan k masalah, formulasi kebijakan yang terdiri dari; identifikasi kebijakan, penyusunan agenda kebijakan, membuat proposal kebijakan, dan pengesahan kebijakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif berjenis studi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi, dan observasi. Data dianalisis menggunakan teknik analisis Miles-Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses perumusan kebijakan  pelayanan pernikahan yang dilakukan oleh KUA selama masa PPKM telah melalui proses perumusan masalah, formulasi kebijakan yang terdiri dari identifikasi kebijakan, proses penyusunan agenda kebijakan, membuat proposal kebijakan, serta pengesahan kebijakan.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 129-158
Author(s):  
Ahmad Syafi'i

Abstract: This article aims to examine one of the phenomena that emerged in the Muslim world in the 20th century, namely the renewal of family law in Muslim-majority countries. This article focuses on the study of inheritance law reform in Somalia. By using a legal political approach, this article examines several important issues, i.e.,: the model of inheritance law reform in Somalia, the reasons that led to the revolutionary change from the concept of Islamic inheritance in general, and and the factors that influence these changes. In general, this study shows that in the reform of family law in Somalia, there are several rules that are not much different from the concept of the imam of the school of thought, but there are also several legal rules that are quite far from the conceot of conventional, especially the legal rules related to inheritance.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 237-257
Author(s):  
Nugroho Noto Diharjo

Abstract: The Child adoption application for Moslem applicants and Moslem adopted children potential are legal by the State court and the religion court in pratice, for this reason this matter causes the competency dualism in accepting, examining, and assigning that child adoption application. in the Mojokerto state court Decicion No.04/Pdt P/2012//PN Mkt, the Purwokerto faith courtroom Desicion No.a hundred thirty/Pdt P/2014/PA Pwt. the ones fourt courtsstate that they are legal to accept, examine and assign the adoption of children. according to the research, by way of yuridis normative approch sesult of the child adoption application proposed by means of Moslem applicants, both in the religion court and trough the state court have the authority to just accept, have a look at, grant, and assign the child adoption application, but with different legal consideration. inside the state court decision, the judicial legal consideration refers back to the common legislation law such as the child Protrction laws, the population Administrations law, the Goverment Ordinance, and the supreme court circular, however, the religious court in based on the Islamic law compilation. The legal consequences caused by child adoption decision carried out inside the state court, the adopted kids have inheritance rights from the adoptive mother and father, at the same time as in the religious Courts, the adoyed children do not server ties with the biological parents. consequently the adopted children do not inherit property from the adoptive mother and father.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 104-128
Author(s):  
Uswatul Khasanah ◽  
Muhammad Rosyid Ridho

Keputusan untuk childfree memunculkan stigma negatif dari masyarakat. Childfree dapat didefinisikan sebagai sebuah pandangan suami istri yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak. Childfree bukanlah istilah baru, banyak pasangan suami istri di negara-negara besar yang memilih keputusan tersebut. Keputusan dalam memilih childfree dalam kehidupan rumah tangga tidak lepas dari peran suami istri. Hal ini karena menyangkut hak-hak reproduksi mereka. Hak reproduksi antara suami istri ini telah dibahas dalam Islam. Berangkat dari fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis fenomena childfree dengan perspektif hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam. penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepustakaan (library research) dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi serta dilakukan analisis dengan metode deskriptif dan isi (content analysis). Memutuskan untuk childfree haruslah dibarengi dengan pemikiran yang matang dan penuh kesadaran. Keputusan memilih childfree merupakan salah satu pengaplikasian dari hak reproduksi yaitu hak menolak kehamilan. Untuk mewujudkan hak tersebut, konsep relasi mitra antara suami dan istri haruslah diterapkan dalam sebuah rumah tangga. Keputusan dalam memilih untuk childfree harus dibarengi dengan diskusi antara suami istri. Dalam diskusi tersebut kedua pihak harus terbuka terutama pihak perempuan tentang alasan keputusan childfree itu dilakukan. Dalam memberikan alasan tersebut juga harus disertai alasan dasar yang kuat sehingga tidak merugikan kedua pihak.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 83-103
Author(s):  
Risma Cahyani

Secara syar’i sholat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah ditentukan waktunya. Dalam penetapan awal waktu shalat posisi matahari adalah faktor utama yang harus diperhatikan, akibatnya setiap beda hari dan beda tempat, maka waktu shalat juga akan berbeda pula. Perbedaan tersebut juga didapati dalam penetapan awal waktu shalat subuh, Majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada bulan desember 2020 dalam putusan munasnya yang telah juga ditanhfidz  pada bulan Maret 2021 mengoreksi ketinggian matahari subuh yang awalnya -20 derajat dikoreksi menjadi -18 derajat dibawah ufuk. Konsekuensi dari putusan tersebut waktu subuh untuk Muhammmadiyah mundur sekitar 8 menit dari jadwal waktu subuh yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama. Hal ini menimbulkan sedikit polemik bagi sebagian umat muslim karena sholat subuh merupakan kegiatan yang juga mencakup dua ibadah, yakni puasa dan shalat. Sehingga jika ditarik sebuah pertanyaan bagaimana jika seseorang yang masih dalam keadaan sahur kemudian mendengar waktu adzan telah tiba, lantas apakah puasanya dapat dilanjutkan atau tidak. Hal ini dapat dikaji lebih mendalam berdasarkan kacamata fikih dan juga astronomi.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 48-82
Author(s):  
Umarwan Sutopo

Indonesia sebagai negara yang majemuk memiliki beragam suku, bahasa, ras bahkan agama. Perbedaan itu menyimpan potensi positif sebagai kekuatan dan kekayaan bangsa. Namun demikian seandainya tidak dirawat dengan baik, potensi positif tersebut berubah menjadi negatif, yaitu konflik yang merugikan masing-masing pihak. Usaha untuk merawat kemajemukan tersebut adalah menumbuhkembangkan toleransi. Masyarakat Sodong sebagai kumpulan 2 (dua) komunitas beragama berbeda memberikan potret bahwa mereka telah mengimplementasikan hal tersebut secara intens dalam aspek sosial, ekonomi, politik dan bahkan persoalan agama. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana bisa penganut agama yang berbeda memahami dan mengejawantahkan toleransi yang begitu besar dalam kehidupan sehari-hari, padahal setiap agama secara lazim mempunyai ciri khas dan batasan-batasan hubungan dengan agama lainnya?, terkecuali daripada itu, bagaimana pandangan islam  terhadap kenyataan tersebut, karena  nyatanya islam sebagai agama pedoman hidup muslim memiliki pandangan sendiri kaitannya dengan toleransi. Penelitian ini bercorak field research dengan mendeskriptifkan terhadap persepsi dan perilaku masyarakat Sodong terhadap toleransi berikut pandangan islam terhadapnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa toleransi agama yang terbangun di sana tidak semata-mata berlatar belakang agama, melainkan juga berasal dari aspek sosial, budaya dan politik. Praktik-praktik toleransi yang telah terjadi perlu penguatan, terutama di bidang sosial kemasyarakatan. Adapun pada persoalan yang bersinggungan dengan agama masih membutuhkan perhatian dan peran edukasi pemuka  muslim agar toleransi tidak mengarah pada tindakan sinkretisme.Kata Kunci:Sodong, toleransi beragama. Indonesia as a pluralistic country has various ethnicities, languages, races and even religions. The difference holds positive potential as the strength and wealth of the nation. However, if it is not properly cared for, the positive potential turns into a negative one, namely a conflict that harms each party. Efforts to maintain this plurality is to cultivate tolerance. The Sodong community as a collection of 2 (two) different religious communities provides a portrait that they have implemented this intensely in social, economic, political and even religious aspects. This of course raises the question, how can adherents of different religions understand and manifest such great tolerance in daily life, even though every religion in general has characteristics and limitations on relations with other religions? to this fact, because in fact Islam as a religion as a way of life for Muslims has its own views regarding tolerance. This research is a field research by describing the perception and behavior of the Sodong community towards tolerance and the Islamic view of it. The results of the study reveal that the religious tolerance that is built there is not solely a religious background, but also comes from social, cultural and political aspects. Tolerance practices that have occurred need to be strengthened, especially in the social field. As for issues that intersect with religion, it still requires attention and the educational role of Muslim leaders so that tolerance does not lead to acts of syncretism. Keywords:Sodong, religious tolerance.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 1-24
Author(s):  
Muhammad Ali Murtadlo

Islamic law transformative bid is made to replace the Islamic Law Compilation (KHI) in the form of Counter Legal Draft Compilation of Islamic Law (CLD-KHI), attracted the attention of academics, scholars and jurists of Islam in Indonesia. Many of those who reject and not infrequently also agree with the offer. This formulation is a challenge to bring order to respect Indonesia by Islamic law to all national character, culture and progress in democratization and upholding human rights, including women's rights. This study aims to answer the question (a) how is the legal istinbath method used in formulating the Counter Legal Draft Compilation of Islamic Law? (b) What is the formulation of the Counter Legal Draft Compilation of Islamic Law from the perspective of Jasser Auda's sharia maqasid? Library research using qualitative approach suggests that (a) the CLD-KHI is a legal draft in the form of provisions, so that in the process of its formulation is done through a procedural step that is done gradually, systematically, and involve several competent authority (b) Formulation of family law Islam offered in CLD-KHI in law istinbath method is not contrary to the concept of maqasid syariah Jasser Auda. However, the application instead of KHI still hindered political factor, because there are chapters that are considered controversial.


2021 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 25-47
Author(s):  
Khotifatul Defi Nofitasari
Keyword(s):  

Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia memasukkan adanya wasiat wajibah bukan kepada cucu yang telah ditinggal mati orangtuanya dan terhijab oleh paman seperti halnya di negara-negara muslim lainnya. Wasiat wajibah yang diatur dalam pasal 209 ditujukan kepada anak angkat dan orang tua angkat. Perkembangan penerapan wasiat wajibah di Indonesia jauh berkembang melalui terobosan-terobosan hukum ijtihad hakim. Tidak hanya kepada anak dan orang tua angkat, wasiat wajibah di Indonesia juga diberikan kepada anak atau keluarga non muslim dengan adanya putusan tingkat kasasi yang menjadi rujukan. Dewasa ini, pembahasan lebih luas tentang objek pemberian wasiat wajibah di Indonesia kembali terjadi. Pembahasan tersebut berkenaan dengan adanya pemberian wasiat wajibah kepada anak tiri, walaupun hal tersebut masih menjadi pro dan kontra diantara para mujtahid dalam hal ini majelis hakim. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan metode analitis deskriptip analitik. Objek kajian penelitian ini adalah Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam dan beberapa putusan wasiat wajibah kepada non muslim serta anak tiri. Penelitian ini menggunakan perspektif Normatif dan Sosiologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam formulasi hukum terhadap wasiat wajibah di Indonesia, baik pasal yang berlaku yaitu pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, serta yurisprudensi wasiat wajibah dan perkembangan penerapannya.Kata kunci: Wasiat Wajibah, Formulasi Hukum, Kompilasi Hukum Islam


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document