Aradha: Journal of Divinity, Peace and Conflict Studies
Latest Publications


TOTAL DOCUMENTS

20
(FIVE YEARS 20)

H-INDEX

0
(FIVE YEARS 0)

Published By Duta Wacana Christian University

2776-9208, 2774-8588

Author(s):  
Winda Patrika Embun Sari

AbstractLGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) is no stranger to today’s society. Even so, it is known that LGBT people in Indonesia are actually considered as “untruthful” people from various perspectives, both from the point of view of society, religion and law. This article will look at how difficult it is for Indonesians to accept LGBT people. This paper will also look at the theological point of view on LGBT from theories about sexuality and spirituality. AbstrakLGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) sudah tidak asing di telinga masyarakat dewasa ini. Meski demikian dikenal, LGBT di Indonesia sebenarnya dianggap sebagai orang “tidak benar” dari berbagai sudut pandang, baik dari sudut pandang masyarakat, agama dan hukum. Tulisan ini akan melihat mengenai masih sulitnya orang Indonesia menerima kaum LGBT. Tulisan ini juga akan melihat sudut pandang secara teologis mengenai LGBT dari teori-teori mengenai seksualitas dan spiritualitas.


Author(s):  
Adhika Tri Subowo

AbstractIntercultural is a necessity when we meet other people or other communities. Awareness of building relationships in a spirit of equality. In intercultural encounters, the horizon for culture will experience renewal. Text is also a product of culture, which can also experience intercultural encounters. One of the intercultural texts is Isaiah 56: 1-8. This text is important in intercultural theology because it’s contains a theology that is different from ancient Israel. This research was conducted in order to investigate the intercultural processes that occur in the text of Isaiah 56: 1-8. In order to elaborate on the theme, i will present of the pre-exilic community, the exile community and the post-exil community. The description of the three communities is important in the context of detecting intercultural texts. After becoming clear the intercultural process of the text, the text will be used as a foothold in formulating intercultural missions that are relevant to the church in Indonesia. AbstrakDalam sebuah perjumpaan dengan individu atau komunitas lain, interkultural adalah sebuah keniscayaan. Kesadaran akan teologi interkultural menjadi penting, dalam rangka membangun kesadaran membangun relasi dalam semangat kesetaraan. Dalam perjumpaan interkultural, horizon terhadap budaya akan mengalami kebaharuan. Teks sesungguhnya juga adalah produk budaya, yang juga bisa mengalami perjumpaan interkultural. Salah satu teks yang mengalami interkultural adalah Yesaya 56:1-8. Teks ini amat menarik karena mengandung teologi yang berbeda dengan Israel kuno. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menelisikproses interkultural yang terjadi pada teks Yesaya 56:1-8. Dalam rangka mengelaborasi tema tersebut, maka penulis akan menyajikan gambaran komunitas pra-pembuangan, komunitas pada masa pembuangan dan komunitas paska pembuangan. Gambaran ketiga komunitas tersebut menjadi penting dalam rangka mendeteksi interkultural pada teks. Setelah menjadi terang proses interkultural pada teks, teks tersebut akan dijadikan pijakan dalam merumuskan misi interkultural yang relevan bagi gereja di Indonesia.


Author(s):  
Dina Maria Nainggolan

AbstractThis article is a post-modern hermeneutic study of Nehemiah 13: 23-27 with a socio anthropologicalapproach. This text talks about the prohibition of intermarriage between the Jewish community and foreign nations in the post-exilic era. This prohibition still alive now, not only in the Jewish community but also in other Abrahamic religions. Liquidity of cultural and religious identities today does not mean denying those people who still keep their tradition, culture, and group identities. The latest socio-anthropological and archeologicalstudies of the Bible show the text as Nehemiah and text editor effort to bequeath cultural memories to build the purity of Jewish identity. With intertextual studies, I will show that Old Testament Books is not ‘one voice’ about intermarriages. This ambiguity challenges us to rethink the prohibition on intermarriage without discrimination and segregation to the Other. Abstrak Artikel ini adalah upaya hermeneu􀆟 s post-modern terhadap teks Nehemia 13:23-27 dengan pendekatan sosio-antropologis. Teks ini berbicara tentang larangan kawin campur (intermarriage) antara komunitas Yahudi pasca-pembuangan dengan bangsa-bangsa asing. Larangan ini nyatanya masih terjadi hingga saat ini, bukan hanya di tengah-tengah komunitas Yahudi masa kini, namun juga agama-agama Abrahamik lainnya. Cairnyaidentitas budaya dan agama saat ini tidak berarti menafikan mereka yang masih memegang teguh tradisi, budaya dan pelestarian identitas kelompoknya. Studi sosio-antropologis dan arkeologi Alkitab terbaru memperlihatkan teks sebagai upaya Nehemia maupun redaktur teks mewariskan ingatan budaya dalam rangka membangun kemurnian identitas bangsa Yahudi pasca-pembuangan. Penulis juga memanfaatkan studi intertekstual dalam rangka memperlihatkan bahwa kitab Perjanjian Pertama (PP) tidak unisono dalam memperlihatkan larangan intermarriage. Ambiguitas ini menjadi tantangan bagi kita untuk memikirkan ulanglarangan intermarriage tanpa diskriminasi dan segregasi terhadap mereka yang berbeda.


Author(s):  
Rim G. Saragih
Keyword(s):  

AbstractJonah in the Bible and in the Qur’an is the same character, namely a prophet who was sent by Allah to remind and rebuke the Nineveh people to turn and praise Allah. However, through comparative reading of these texts we will find different narratives about Yunus. But this paper will read both texts in the Bible and the Qur’an so that we can see the richness of the two texts by reading communitarian cross-text over the holy books. There are many things that give us these two texts either from who the Nineveh were in the Qur’an or also Allah’s rebuke to Jonah when he was swallowed by the big fish and how Allah taught through the Pumpkin tree.This article is of course not to prove right or wrong, the main idea of this artile is looking at the appreciative differences in each text and then the main idea is to find broader and deeper meanings related to Yunus and his story. The interpretations of Christian theologians as well as Muslim commentators will offer further explanations about the figure of Yunus in the Bible and in the Qur’an. AbstrakYunus dalam Alkitab dan dalam Al-Qur’an adalah tokoh yang sama yaitu seorang nabi yang diutus Allah untuk mengingatkan dan menegur orang-orang Niniwe supaya berpaling dan kembali kepada Allah dan memuji Allah. Namun di beberapa bagian ada poin-poin yang berbeda yang disampaikan Alkitab dan juga Al-Qur’an. Tulisan ini akan memperlihatkan dan menyandingkan kedua teks tersebut baik dalam Alkitab dan Al-Qur’an sehingga kita bisa melihat kekayaan dari kedua teks tersebut dengan pembacaan komunitarian lintas teks atas Kitab-kitab suci. Ada hal yang memperkaya kita melalui dua teks ini baik dari siapa itu bangsa Niniwe dalam Al-Qur’an atau juga proses teguran Allah kepada Yunus ketika di telan ikan besar dan bagaimana Allah memberi pengajaran kepadanya melalui pohon Labu. Tulisan ini tentunya bukan bicara benar salah tapi lebih melihat kepada perbedaan apresiatif dalam masing-masing teks dan kemudian penulis menemukan makna yang lebih luas dan lebih mendalam lagi terkait Yunus dan kisahnya. Adapun tafsiran dari teolog Kristen dan juga dari para mufasir Islam akan lebih menjelaskan sosok Yunus dalam Alkitab dan dalam Al-Qur’an.


Author(s):  
Sonny Samuel Hasiholan

AbstractThe history of colonialization in Asia left traditions and perspectives that were often oppressive. Minority or weak groups, often become victims. When this oppression and injustice occurs, and the oppressed group feels it is normal, it will be passed on to the next generation. Oppressive traditions and worldviews also occur in Christianity and in Bible reading. This article explores how Feminist Theologian Kwok Pui Lan tries to decolonialize Bible reading through dialogue and imagination. Kwok Pui Lan, in particular, pays attention tothe injustice that is caused by problems of race and gender. With dialogue and imagination between Bible readers and listeners in their specific contexts the gospel message will reach everyone in their existence, and make them free human beings. In the end, the Bible and the good news it carries are not only read according to strong and powerful interests, but have a variety of voices that can greet anyone. AbstrakSejarah kolonialisasi di Asia meninggalkan tradisi dan cara pandang yang tidak jarang menindas. Kelompok minoritas atau yang lemah, seringkali menjadi korbannya. Ketika penindasan dan ketidakadilan ini terjadi, dan kelompok yang tertindas merasa hal itu sebagai sebuah kewajaran maka akan bertahan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Tradisi dan cara pandang yang menindas juga terjadi dalam kekristenan dan pembacaan Alkitab. Artikel ini menelusuri bagaimana Kwok Pui Lan, seorang Teolog Feminis, mencoba melakukan dekolonialisasi terhadap pembacaan Alkitab diantaranya melalui dialog dan imajinasi. KwokPui Lan secara khusus memberikan perhatiannya kepada ketidakadilan yang dilatarbelakangi oleh persoalan ras dan gender. Dengan dialog dan imajinasi antara pembaca Alkitab dan pendengar dengan konteks mereka yang khas maka kabar baik dalam Alkitab akan sampai kepada setiap orang dalam keberadaan mereka, dan menjadikan mereka manusia yang merdeka. Pada akhirnya Alkitab dan kabar baik yang dibawanya tidak saja dibaca menurut kepentingan yang kuat dan berkuasa, melainkan memiliki keragaman suara yang dapatmenyapa siapa saja.


Author(s):  
Ryan Danny Dalihade

AbstractThe environmental crisis has always been an endless issue to discuss. Especially in reality, the ecological crisis is already on an alarming level. One of the ecological crises is the beach reclamation that occurred in Manado. Beach reclamation causes damage to marine ecosystems, for example, the destruction of coral reefs on the coastal area. In addition, it also caused flash floods in Manado. The society in Manado then begins to blame nature without wanting to examine it first. The question that arises is why does exploitation of nature, such as beach reclamation, continue to occur? My guess is that there was a theological crisis which later led to an ecological crisis. The theological crisis is related to the concept that God is understood to be distanced from creation. This is exactly what William Johnston and Leonardo Boff, a philosopher and liberation theologian, conducted through the theory of the Communion of God. This concerns the wrong understanding of the trinity of God and assumes that there is power over the others, so what occurs is oppression, deprivation of rights, and exclusion. For this reason, using the theories of Boff and Johnston, we will both see in this paper how the Minahasa trinitarian faith is connected with the concept of the Minahasan God of the ecological crisis, in this case coastal reclamation. However, if we trace back, the relationship between Minahasan and the nature was relatively close. This is based on the concept of a Trinitarian of God whose duty is to protect humans and nature. For this reason, I hope that the results of this paper will be able to build a trinitarian eco-spirituality in the lives of people in Manado to continue to strive to preserve nature, not to damage it.  AbstrakKrisis lingkungan (ekologi) selalu menjadi isu yang tidak pernah habis untuk didiskusikan karena krisis ekologi sudah dalam taraf yang memprihatinkan. Salah satu krisis ekologi yaitu reklamasi pantai yang terjadi di Manado. Reklamasi pantai menyebabkan rusaknya ekosistem laut, misalnya, hancurnya terumbu karang yang ada di pesisir pantai. Selain itu, reklamasi pantai menyebabkan terjadinya banjir bandang di Manado. Masyarakat mulai menyalahkan alam tanpa mau mengkajinya terlebih dahulu. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa exploitasi terhadap alam, misalnya reklamasi pantai, masih terus terjadi? Dugaan penulis bahwa terdapat krisis teologi yang kemudian menyebabkan krisis ekologi. Krisis teologi yang dimaksudkan yaitu konsep bahwa Allah yang dipahami berjarak dari ciptaan. Krisis teologi tersebut senada dengan apa yang dikeluhkan oleh William Johnston dan Leonardo Boff, seorang filsuf dan teolog pembebasan melalui teorinya communion of God. Hal tersebut terkait dengan paham yang keliru tentang ketritunggalan Allah dan menganggap bahwa ada yang berkuasa terhadap yang lain, sehingga yang terjadi adalah penindasan, perampasan hak, penyingkiran, dan lain-lain. Untuk itu, dengan menggunakan teori Boff dan Johnston, penulis akan melihat bagaimana penghayatan iman trinitaris orang Minahasa yang dihubungkan dengan konsep Allah orang Minahasa terhadap krisis ekologi dalam hal ini reklamasi pantai. Karena jika merunut ke belakang, hubungan orang Minahasa dulu dengan alam tergolong akrab. Hal ini didasari pada konsep tentang Allah trinitaris yang bertugas untuk menjaga manusia dan alam. Untuk itu penulis berharap hasil yang ditemukan dapat membangun eko-spiritualitas trinitaris di dalam kehidupan masyarakat di Manado untuk terus berupaya menjaga dan memelihara alam, bukan merusak.


Author(s):  
Heri Purwanto

AbstractThe mission will always change. This change occurs because of a shift in the mission paradigm in line with the context. The mission is not anymore understood and defined in a traditional, exclusive, and singular way, otherwise the mission needs to be modified to be more open, inclusive, and have multiple meanings. In fact, the mission will always follow its context and locality. The mission of the ecological vocation of the church is needed by the world amid the global ecological crisis and various natural disasters that occured at this time. One of factors that causes ecology crises and natural disasters is natural damaged. It is caused by human who does exploitation to the nature massively. Theologically, the church is called to work on God’s kingdom mission as a work of salvation for the world. The mission of salvation is not only for humans but also for whole of creation as a universal union with God. In implementing this ecological mission, Gereja Kristen Muria Indonesia through the Mennonite Diakonia Service (MDS) have participated in carrying out various forms of the church’s mission, including ecological, as a church integral mission to overcome crisis and natural disasters in Indonesia. AbstrakMisi akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran paradigma misi seiring dengan konteksnya. Misi tidak lagi dipahami dan didefinisikan secara tradisional, eksklusif, dan tunggal. Sebaliknya, misi perlu dimodifikasi agar lebih terbuka, inklusif, dan memiliki banyak arti. Faktanya, misi itu akan selalu mengikuti konteks dan lokalitasnya. Misi panggilan ekologi gereja sangat dibutuhkan oleh dunia di tengah krisis ekologi global dan beragam bencana alam yang terjadi saat ini. Salah satu faktor yang menyebabkan krisis ekologi dan bencana alam adalah kerusakan alam yang terjadi berbagai tempat. Ini disebabkan oleh manusia yang melakukan eksploitasi terhadap alam secara besar-besaran. Secara teologis, gereja dipanggil untuk mengerjakan misi kerajaan Allah sebagai karya keselamatan bagi dunia. Maka, misi keselamatan itu bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi seluruh ciptaan sebagai kesatuan universal dengan Tuhan. Dalam menjalankan misi ekologis, Gereja Kristen Muria Indonesia melalui Mennonite Diakonia Service (MDS) turut serta menjalankan berbagai bentuk misi gereja, termasuk ekologis, sebagai misi integral gereja untuk mengatasi krisis ekologi dan bencana alam di Indonesia.


Author(s):  
Susanna Erika Sintauli

AbstractGeneration Z, presumbably has a very big influence in the world, and also lives in the use of internet. Churches are facing opposite and side by side with this generation need to do shifting-ups with the use of the internet in Christian education, one of which is through social media. However, it cannot be denied that social media also has an impact that needs to be examined, one of which is the danger of Always-On Attenton Deficit Disorder. Information and relations can instantly be transformed into distractions. Therefore, incarnational Christian education can be an important thing to pay attenton to. The incarnational educator will not refuse to enter into the world that Generation Z lives in, but rather create and seek opportunities for face-toface connections but also pay attenton to virtual meeting. Incarnational educators will entersocial media, but do not fall into the dangers of distraction, but rather influence the exemplary life of Jesus who embraces those who are forgo􀆩 en. This is done by presenting relevant faith formation to generation Z. Some important things become guide for educators summarized in several terms, namely Double Content, Share and Comment and Log in-Log out. AbstrakGenerasi Z yang terbilang memiliki pengaruh sangat besar di dunia, dan juga hidup dalam penggunaan internet. Gereja yang hadir berhadapan dan berdampingan dengan generasi ini perlu melakukan shift ing-up dalam hal penggunaan internet khususnya di bidang pendidikan Kristen, salah satunya adalah melalui media sosial. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial pun memberi dampak yang perlu diwaspadai, salah satunya adalah bahaya Always-On Attention Deficit Disorder. Informasi dan relasi dapat sekejap bertransformasi menjadi distraksi. Maka dari itu, pendidikan Kristen yang inkarnasional dapat menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Pendidik yang inkarnasional tidak akan menolak masuk ke dalam dunia yang generasi Z hidupi, melainkan mencipta dan mencari kesempatan untuk koneksi tatap muka namun juga memperhatikan perjumpaan virtual. Pendidik yang inkarnasional akan masuk ke media sosial, namun tidak terjerembab ke dalam bahaya distraksi, melainkan memberikan pengaruh teladan hidup Yesus yang merangkul mereka yang terlupakan. Hal ini dilakukan salah satunya dengan menghadirkan pembentukan iman yang relevan kepada generasi Z. Beberapa hal penting yang dapat menjadi pegangan pendidik terangkum dalam beberapa istilah, yakni Double Content, Share and Comment, dan Log in-Log out.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document