scholarly journals Reproducibility and validity of the Diet Quality Index Revised as assessed by use of a food-frequency questionnaire

2003 ◽  
Vol 78 (5) ◽  
pp. 941-949 ◽  
Author(s):  
PK Newby ◽  
Frank B Hu ◽  
Eric B Rimm ◽  
Stephanie A Smith-Warner ◽  
Diane Feskanich ◽  
...  
2019 ◽  
Vol 8 (3) ◽  
pp. 164-171
Author(s):  
Fransisca Natalia Bintang ◽  
Fillah Fithra Dieny ◽  
Binar Panunggal

Latar belakang: Remaja yang berprofesi sebagai model sering merasa takut jika mengalami kenaikan berat badan memiliki kecenderungan membatasi asupan makan. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan makan dan anemia. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di Modelling School.Metode: Penelitian observasional dengan desain cross-sectional melibatkan 55 remaja putri berumur 12-19 tahun yang dipilih secara consecutive sampling dan dilakukan di Sekolah Model Semarang. Kadar hemoglobin (Hb) diukur dengan metode Cyanmethemoglobin, gangguan makan menggunakan kuesioner Eating Disorder Diagnostic Scale (EDDS), dan kualitas diet diukur dengan formulir food frequency questionnaire (FFQ), kemudian dihitung skor kualitas dietnya menggunakan panduan Diet Quality Index International (DQI-I). Analisis data menggunakan uji Chi Square. Hasil: Subjek yang mengalami anemia sebanyak 25 orang (45,5%). Gangguan makan ditemukan pada 29 subjek (52,7%) dengan 11 orang mengalami bulimia nervosa. Persentase remaja putri (63,6%) yang memiliki kualitas diet rendah pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan remaja (36,4%) yang memiliki kualitas diet tinggi. Hasil menunjukkan subjek (41,4%) yang anemia juga mengalami gangguan makan (p=0,243), dan subjek (45,7%) yang anemia memiliki kualitas diet yang rendah (p=0,959). Kualitas diet rendah (65,5%) ditemukan lebih banyak pada kelompok yang mengalami gangguan makan (p=0,866). Simpulan: Tidak ada hubungan antara gangguan makan dan kualitas diet dengan status anemia pada remaja putri di modelling school (p > 0,05)


2019 ◽  
Vol 8 (1) ◽  
pp. 29
Author(s):  
Mailina Prima Sahara ◽  
Nurmasari Widyastuti ◽  
Aryu Candra

Latar Belakang: Prestasi olahraga bulutangkis cenderung menurun beberapa tahun terakhir. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi adalah daya tahan (endurance). Kualitas diet akan mempengaruhi daya tahan (endurance) sehingga seseorang dapat melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kualitas diet dan daya tahan atlet bulutangkis remaja di Kota SemarangMetode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Subjek adalah 60 atlet bulutangkis usia 12-18 tahun. Variabel perancu adalah aktivitas fisik dan persen lemak tubuh subjek. Pengukuran daya tahan dengan metode Multistage Fitness Test (MFT). Data yang dikumpulkan yaitu kebiasaan makan yang diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ) dan data aktivitas fisik menggunakan Physical Activity Quistionnaires for Adolescent (PAQ-A). Kualitas diet dinilai menggunakan kuisioner Diet Quality Index International (DQI-I). Data antropometri meliputi tinggi badan, berat badan, dan persen lemak tubuh. Uji kenormalan data dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan  analisis data dengan uji korelasi Rank Spearman.Hasil: Terdapat 1,7% subjek yang memiliki kualitas diet baik. Sebagian besar atlet memiliki daya tahan yang cukup (35%). Persen lemak tubuh subjek sebagian besar tergolong optimal (61,7%). Tidak terdapat hubungan antara kualitas diet dan daya tahan (endurance) (r = 0,122, p=0,353). Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan daya tahan (endurance) (r = 0,209, p= 0,109). Ada hubungan antara persen lemak tubuh dan daya tahan (endurance) ( r = -0,480, p=0,0001). Simpulan: Kualitas diet yang baik akan meningkatkan daya tahan (endurance), namun bersifat lemah dan secara statistik tidak berhubungan. Persen lemak tubuh yang optimal berkontribusi penting dalam menjaga daya tahan (endurance) atlet. Faktor perancu aktivitas fisik tidak mempengaruhi daya tahan (endurance).


2020 ◽  
Vol 9 (3) ◽  
pp. 160-168
Author(s):  
Febrina Yollanda Maretha ◽  
Ani Margawati ◽  
Hartanti Sandi Wijayanti ◽  
Fillah Fithra Dieny

Latar Belakang: Di Indonesia, aplikasi pesan antar makanan online semakin populer di berbagai kelompok masyarakat termasuk mahasiswa. Aplikasi pesan antar makanan online dapat mempermudah membeli makanan karena pembeli dapat mengatur jenis, jumlah dan frekuensi makanannya sendiri. Aplikasi ini juga menyediakan berbagai makanan yang kurang sehat sehingga dapat berpengaruh pada frekuensi makan dan kualitas diet.Tujuan: Menganalisis hubungan penggunaan aplikasi pesan antar makanan online dengan frekuensi makan dan kualitas diet mahasiswa.Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional. Subjek penelitian adalah mahasiwa Universitas Diponegoro sebanyak 70 orang yang dipilih melalui metode simple random sampling. Variabel bebas penelitian ini adalah penggunaan aplikasi pesan antar makanan online, sedangkan variabel terikat adalah frekuensi makan dan kualitas diet. Variabel perancu penelitian ini adalah uang saku dan pengetahuan gizi. Data konsumsi makan diambil menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ) lalu dikonversi ke skor Diet Quality Index-International (DQI-I). Data diuji dengan uji korelasi Rank Spearman.Hasil: Terdapat 97,1% subjek yang memiliki kualitas diet buruk.Tidak ada hubungan antara penggunaan aplikasi pesan antar makanan online dengan frekuensi makan utama (p= 0,162), frekuensi makan selingan (p= 0,751) dan kualitas diet (p= 0,869). Ada hubungan negatif yang signifikan antara uang saku dengan frekuensi makan utama (r= -0,297 ; p= 0,013).Simpulan: Tidak ada hubungan antara penggunaan aplikasi pesan antar makanan online dengan frekuensi makan dan kualitas diet. Preferensi pribadi dan ketersediaan makanan di sekitar tempat tinggal menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap frekuensi makan dan kualitas diet. 


Nutrients ◽  
2021 ◽  
Vol 13 (6) ◽  
pp. 1943
Author(s):  
Melissa C. Kay ◽  
Emily W. Duffy ◽  
Lisa J. Harnack ◽  
Andrea S. Anater ◽  
Joel C. Hampton ◽  
...  

For the first time, the 2020–2025 Dietary Guidelines for Americans include recommendations for infants and toddlers under 2 years old. We aimed to create a diet quality index based on a scoring system for ages 12 to 23.9 months, the Toddler Diet Quality Index (DQI), and evaluate its construct validity using 24 h dietary recall data collected from a national sample of children from the Feeding Infants and Toddlers Study (FITS) 2016. The mean (standard error) Toddler DQI was 49 (0.6) out of 100 possible points, indicating room for improvement. Toddlers under-consumed seafood, greens and beans, and plant proteins and over-consumed refined grains and added sugars. Toddler DQI scores were higher among children who were ever breastfed, lived in households with higher incomes, and who were Hispanic. The Toddler DQI performed as expected and offers a measurement tool to assess the dietary quality of young children in accordance with federal nutrition guidelines. This is important for providing guidance that can be used to inform public health nutrition policies, programs, and practices to improve diets of young children.


2012 ◽  
Vol 16 (3) ◽  
pp. 468-478 ◽  
Author(s):  
Isabel Drake ◽  
Bo Gullberg ◽  
Emily Sonestedt ◽  
Peter Wallström ◽  
Margaretha Persson ◽  
...  

AbstractObjectiveTo examine how different scoring models for a diet quality index influence associations with mortality outcomes.DesignA study within the Malmö Diet and Cancer cohort. Food and nutrient intakes were estimated using a diet history method. The index included six components: SFA, PUFA, fish and shellfish, fibre, fruit and vegetables, and sucrose. Component scores were assigned using predefined (based on dietary recommendations) and population-based cut-offs (based on median or quintile intakes). Multivariate Cox regression was used to model associations between index scores (low, medium, high) and all-cause and cause-specific mortality by sex.SettingMalmö, the third largest city in Sweden.SubjectsMen (n 6940) and women (n 10 186) aged 44–73 years. During a mean follow-up of 14·2 years, 2450 deaths occurred, 1221 from cancer and 709 from CVD.ResultsThe predictive capability of the index for mortality outcomes varied with type of scoring model and by sex. Stronger associations were seen among men using predefined cut-offs. In contrast, the quintile-based scoring model showed greater predictability for mortality outcomes among women. The scoring model using median-based cut-offs showed low predictability for mortality among both men and women.ConclusionsThe scoring model used for dietary indices may have a significant impact on observed associations with disease outcomes. The rationale for selection of scoring model should be included in studies investigating the association between dietary indices and disease. Adherence to the current dietary recommendations was in the present study associated with decreased risk of all-cause and cause-specific mortality, particularly among men.


2021 ◽  
Vol 36 (Supplement_1) ◽  
Author(s):  
Renata Rodrigues Teixeira ◽  
Laila S. Andrade ◽  
Natalia Barros Ferreira Pereira ◽  
Christian Hoffmann ◽  
Lilian Cuppari

Abstract Background and Aims According to some studies, it seems that advanced chronic kidney disease (CKD) has the potential to cause alterations in the composition of patients gut microbiota. Most of these data have been provided by comparing the microbiota profile between patients and healthy individuals. However, well-known factors that influence the microbiota composition such as age, environment and diet were not considered in the majority of these comparative studies. In the present study, we aimed to compare the gut microbiota composition between patients on peritoneal dialysis (PD) and age-paired healthy household contacts. Method This is a cross-sectional study. Patients undergoing automated PD for at least 3 months, aged 18 to 75 years and clinically stable were enrolled. Those who were using prebiotics, probiotics, symbiotics and antibiotics within a period of 30 days before the study, were not included. A healthy control group was composed by individuals living in the same home and with similar age of the patients. Participants received sterile materials to collect the feces sample and were instructed to keep it refrigerated and bring to the clinic within a period of 12h. To evaluate the microbial profile, 16S ribosomal DNA was PCR-amplified and sequenced on an IlluminaMiSeq platform. Diet was evaluated using a 3-day food record and the diet quality was analyzed by a Brazilian Diet Quality Index. Rome IV questionnaire was applied to diagnose constipation. Nutritional status was assessed by 7-point subjective global assessment (SGA) and body mass index (BMI). Fasting blood samples were collected and clinical data were obtained from interviewing the participants and from the patient’s charts. Data are presented in percentage, mean ± standard deviation or median (interquartile range). Results Twenty patients (PD group) and 20 healthy household contacts (control group) were studied. In PD group: 70% were men, 53.5 (48.2 - 66) years old, 50% had diabetes, BMI 25.9 ± 4.8 kg/m², 95% well-nourished, 40% constipated, 14 (5.2 – 43.5) months on dialysis and 80% had residual diuresis. In control group: 30% were men, 51.5 (46.2 - 59.7) years old, BMI 28.7 ± 3.5 kg/m² and 20% constipated. Except of sex (p = 0.01) and BMI (p = 0.04), there were no other differences between groups. Comparing dietary intake between groups, no difference was found in daily energy [PD: 20.8 ± 5.4 kcal/kg/d vs. control: 22.0 ± 5.6 kcal/kg/d, p = 0.51], protein (PD: 0.8 ± 0.2 g/kg/d vs. control: 0.9 ± 0.2 g/kg/d, p = 0.23) and fiber [PD: 14.1 (10.7 – 21.1) g/d vs. 13.7 (10.4 – 18.0) g/d, p = 0.85]. In addition, the Diet Quality Index was also not different between groups (PD: 52.3 ± 15.6 vs. control: 54.5 ± 14.8, p = 0.65). Regarding microbiota composition, no difference was found between groups in alfa diversity (Figure 1), beta diversity (p>0.05), and genera differential abundance (Figure 2). Conclusion In the present study, no difference in the gut microbiota composition was found between patients on PD and healthy household contacts sharing a similar environment and diet. This result suggests that CKD and PD seem not to alter significantly gut microbiota composition.


2019 ◽  
Vol 59 (2) ◽  
pp. 539-556 ◽  
Author(s):  
Débora Barbosa Ronca ◽  
Carina Andriatta Blume ◽  
Felipe Vogt Cureau ◽  
Suzi Alves Camey ◽  
Vanessa Bielefeldt Leotti ◽  
...  

Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document