AbstractThe formulation of a social group identity is strongly influenced by the historical context and institutional site in which reformulation of social identity occurred. As a result, the group has a common understanding and categories that unite them into sameness identity. It is what we have seen on the Sam Kaw Hwee Buddhist sect group as well as Buddha Jawi Wisnu sect group who in early New Order regime changed their identity into becoming Buddhayana Buddhist sect in Lampung. At a glance, the Majelis Buddhayana Indonesia (MBI, or Indonesian Buddhayana Council) was a meeting point of which Javanese and Chinese are encountered. Furthermore, MBI is regarded as a shared identity for most Buddhists in Lampung. This paper wants to explain the background and the process of reformulating new social identity, as well as the impacts around it.The paper is based on a qualitative research that tries to understand the early formation of Buddhayana sect as the largest Buddhist sect in Lampung. MBI was as a new social identity resulting from interaction and negotiation its followers with external group who threatened the Buddhist group in Lampung in the past.Abstrak Terbentuknya identitas suatu kelompok sosial sangat dipengaruhi konteks sejarah dan situasi tertentu yang menyebabkan munculnya kesamaan pemahaman dan kategori yang menyatukan kelompok tersebut. Demikian pula terhadap kelompok penganut sekte Buddha Sam Kaw Hwee dan Buddha Jawi Wisnu yang kemudian, karena kesamaan-kesamaan yang ada, membentuk identitas baru menjadi sekte Agama Buddha Buddhayana di Lampung di awal Orde Baru. Saat ini Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) diterima secara meluas dalam melakukan pembinaan dan pengorganisasian umat Buddha di Lampung, yang terdiri dari etnis Jawa dan Tionghoa. MBI hadir sebagai identitas bersama dan wadah bagi sebagian besar umat Buddha di Lampung. Tulisan ini hendak menjelaskan latar belakang dan proses reformulasi identitas tersebut, serta dampak yang muncul di sekitar itu. Tulisan hasil penelitian kualitatif ini menunjukkan bahwa Buddhayana sebagai aliran yang terbesar umat Buddha di Lampung, semakin kokoh sebagai identitas sosial yang dihasilkan dari interaksi dan negosiasi dengan pihak eksternal yang dilalui dengan cukup menegangkan pada masanya.