scholarly journals Pengembangan Kompetensi Profesional Calon Guru PKn MI: Pemahaman tentang Paradigma Baru PKn

2018 ◽  
Vol 3 (1) ◽  
pp. 49-64
Author(s):  
Nufikha Ulfah

Pendidikan merupakan sebuah proses dimana guru membantu peserta didik ke dalam sebuah perubahan yang dianggap baik. Inti dari sebuah pendidikan ialah sebuah proses belajar mengajar. Guru sebagai pemegang peranan utama, dimana guru memandu sebuah proses pembelajaran dan menciptakan hubungan timbal balik Antara guru dan peserta didik dalam suasana belajar demi tercapainya tujuan pembelajaran. Pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler berfungsi sebagai wahana pengembangan karakter yang demokrasi dan bertanggung jawab. Melalui pembelajaran PKn di sekolah sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan dalam kehidupan demokratis. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran dan bimbingan dapat terarah dan mencapai yujuan yang telah ditetapkan maka seorang calon guru PKn MI harus mulai mengembangkan kompetensi profesionalnya yang berkenaan dengan kemampuan mengemas sebuah pembelajaran yang mencakup penguasaan materi pembelajaran bidang studi dan substansi keilmuan pada kurikulum mata pelajaran (materi, struktur, konsep serta pola pikir keilmuan yang mendukung PKn). Tugas PKn dengan paradigma barunya (paradigma dalam konteks ini merupakan cara berpikir baru tentang PKn yang sifatnya mendasar seperti: materi pokok keilmuan, visi dan misi, serta model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses pendidikan kewarganegaraan di Indonesia) yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi dengan tiga fungsi pokoknya yaitu mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility), dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation). Seorang calon guru PKn MI wajib mempersiapkan kemampuannya dalam memahami paradigm baru PKn sehingga kelak dalam praktiknya kelak para calon guru PKn MI tidak lagi mengalami kesulitan dalam memilih dan menyusun materi serta menentukan model pembelajaran yang cocok untuk pokok bahasan tertentu.

2021 ◽  
Author(s):  
Habibah

Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional, melainkan juga terhadap dinamika sistem-sistem lain yang menunjang penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Pembangunan sistem politik yang demokratis tersebut diarahkan agar mampu mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan makin mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan ruang yang semakin luas bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan politik pada hakikatnya adalah rangkaian usaha untuk menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, agar tingkah laku politik warga negara dalam kesehariannya selalu berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI 1945.Permasalahan yang di hadapi adalah partisipasi politik generasi muda belum dimaksimalkan dan generasi muda masih belum paham akan sesungguhnya pendidikan politik, sehingga partisipasi politik masih rendah, hal tersebut dikatakan Affandi dan Anggraeni (2011: 39) :…generasi muda merupakan aset partisipasi dalam politik yang masih belum dimaksimalkan. Generasi muda masih belum paham akan sesungguhnya pendidikan politik yang ada. Alhasil, partisipasi terhadap politik pun masih rendah.Pendidikan politik menginginkan agar siswa berkembang menjadi warganegara yang baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar akan hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut, untuk itu pendidikan kewarganegaraan perlu diajarkan di sekolah dengan alasan bahwa siswa memerlukan pengertian yang lebih mendalam mengenai nilai-nilai politik baik sebagai kerangka berpikir dalam mengambil keputusan maupun sebagai landasan dalam diskusi umum.Dalam konteks ini peranan dan tanggungjawab sekolah seyogianya mampumemperkuat kebajikan siswa dan kesadaran sebagai warga negara dan membantu siswa untuk melihat kesesuaiannya dari aspek kewarganegaraan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan didalamnya terdapat pengembangan kompetensi warga negara untukmembentuk partisipasi siswa sebagai bagian dari warga negara yang bermutu dan bertanggungjawab. Pendidikan Kewarganegaraan berperan penting dalam kegiatan menjelaskan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan siswa dalam nilai-nilai politik.Suryadi (2000:24) menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada empat hal Pertama, Pendidikan Kewarganegaraan bukan lagi sebagai indoktrinasi politik. Kedua, Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Pendidikan Kewarganegaraan memusatkan perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggungjawab (civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga negara sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Ketiga, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas watering down seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika.Keempat, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai laboratorium demokrasi, sikap dan perilaku demokratis perlu berkembang.Winataputra (2001:317) memandang bahwa:Pendidikan Kewarganegaraan dalam paradigma baru mengusung tujuan utama mengembangkan “civic competences” yakni civic knowledge(pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan), civic disposition (nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan), dan civic skills (perangkat kecakapan intelektual, sosial, dan personal kewarganegaraan) yang seyogianya dikuasai oleh setiap individu warga negara.Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan materi substansi yang seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global.


2019 ◽  
Vol 3 (2) ◽  
pp. 46-51
Author(s):  
Januar Ibnu Adham ◽  
Prasetyo Adi Nugroho

Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan upaya guru dan peserta didik mempraktikan karakteristik warga Negara yang baik, sebagaimana paradigma pembentukan civic intelligence, civic responsibility, dan civic participation pada pembelajaran PPKn sebagaimana tradisi sosial studies tought as citizenship transmission. Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan metode classroom action research. Proses pengumpulan data merujuk pada Kemmis dan Taggart yaitu Plan, Act & Observe, dan Reflect serta teknik analisis data menggunakan Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, verifikasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa peserta didik menampilkan kemampuan dalam aspek intelligence, responsibility, dan participation as citizenship dengan membentuk representasi karya poster yang able to create, having or showing imagination and artistic or intellectual inventiveness (creative writing), dan stimulating the imagination and inventive powers. Poster sebagai art citizenship meruapakan hasil dialektika antara sosialisasi dengan eksternalisasi dan objektivasi. Poster art citizenship merupakan representasi insan kreatif yang memiliki kemampuan mengartikulasikan makna secara individual dan sosial, memiliki kebebasan memilih, dan menentukan cara maupun tujuan bertindak. Oleh karena itu poster tersebut merupakan sebuah realitas sosial yang dibentuk secara konstruktif oleh beberapa peserta didik pada masing-masing kelompok.. Proses pembuatan poster termasuk dalam proses konstruksi pengetahuan yang melibatkan pengembangan logika deduktif-induktif-hipotesis-verifikasi.


Author(s):  
Sri Rejeki ◽  
Asmi Sutamiati Pagasan

Civic participation adalah partisipasi kewarganegaraan yang merupakan tujuan dari PPKn dalam mewujudkan generasi yang demokratis. Hakikat dari PPKn adalah memantapkan pengembangan peserta didik dalam dimensi kesadaran sebagai warga negara (civic literacy), komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation), penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), dan partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic responsibility). Secara keseluruhan di MA AL-Raisiyah Sekarbele Mataram. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui civic participation siswa dan permasalahannya. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Analisis data dimulai dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa, kendala dalam pelaksanaan program pembentukan civic participation peserta didik adalah kurangnya fasilitas penunjangkegiatan membangun civic participation siswa yang ketiga tingkat kebehasilan guru setelah disimpulkan dari hasil analisis angket dikategorikan sangat baik. Civic participation is citizenship participation which is the aim of PPKn in realizing a democratic generation. The essence of PPKn is to strengthen student development in the dimension of civic literacy awareness, civic engagement and civic engagement, civic skills and participation, civic knowledge reasoning, and civic participation participation. responsibly (civic participation and civic responsibility). Overall at MA AL-Raisiyah Sekarbele Mataram. This study aims to determine student civic participation and problems. This research uses descriptive qualitative research design. The data collection is done by means of observation, interviews, questionnaires and documentation. Data analysis begins with reducing data, presenting data, and drawing conclusions. The results of this study in general showed that, constraints in the implementation of the formation of civic participation programs for students was the lack of supporting facilities to build civic participation activities for students.


Author(s):  
Gordon C.C. Douglas

Chapter 3 demonstrates that DIY urban designers are largely motivated by failings they perceive in urban policy and planning. Placing them in this context is essential for interpreting the phenomenon. While do-it-yourselfers respond to the problems they see in creative ways, their individualistic tactics of doing so introduce problems of their own. The chapter focuses on bus stops to consider the lack of sidewalk seating in many cities, the privatization of street furniture, and concerns with local service provision. In trying to correct problems they see, do-it-yourselfers always impart their own personal and cultural values, and some DIY alterations can be selfish and anti-social in impact. The chapter interrogates DIY urbanism in the context of the “neoliberalized” city, arguing that even as the practices aim to counter the ill effects of market-driven planning, they can also reinforce an individualistic, undemocratic logic in placemaking.


Author(s):  
Marco Romano ◽  
Paloma Díaz ◽  
Ignacio Aedo

AbstractIn the context of smart communities, it is essential an active and continuous collaboration between citizens, organizations and institutions. There are several cases where citizens may be asked to participate such as in public decision-making process by informing, voting or proposing projects or in crisis management by sharing precise and timely information with other citizens and emergency organizations. However, these opportunities do not automatically result in participatory practices sustained over time. Mobile technologies and social networks provide the substratum for supporting formal empowerment, but citizen engagement in participation processes is still an open issue. One of the techniques used to improve engagement is gamification based on the humans’ predisposition to games. So far, we still lack studies that can prove the advantage of gamified systems respect to non-gamified ones in civic participation context. In this work, we present a between-group design experiment performed in the wild using two mobile applications enabling civic participation, one gamified and the other not. Our results highlight that the gamified application generates a better user experience and civic engagement.


2021 ◽  
pp. 089976402199944
Author(s):  
Jaclyn Piatak ◽  
Ian Mikkelsen

People increasingly engage in politics on social media, but does online engagement translate to offline engagement? Research is mixed with some suggesting how one uses the internet maters. We examine how political engagement on social media corresponds to offline engagement. Using data following the 2016 U.S. Presidential Election, we find the more politically engaged people are on social media, the more likely they are to engage offline across measures of engagement—formal and informal volunteering, attending local meetings, donating to and working for political campaigns, and voting. Findings offer important nuances across types of civic engagement and generations. Although online engagement corresponds to greater engagement offline in the community and may help narrow generational gaps, this should not be the only means to promote civic participation to ensure all have a voice and an opportunity to help, mobilize, and engage.


Author(s):  
Roberto Falanga ◽  
Andreas Cebulla ◽  
Andrea Principi ◽  
Marco Socci

Worldwide, active aging policy calls for greater participation of senior citizens in the social, economic, and political realms. Despite emerging evidence of initiatives engaging senior citizens in social activities, little is known about the use of participatory approaches in the design and/or implementation of policies that matter to older citizens. This article identifies initiatives facilitating the civic participation of older people in policy-making in European Union member and associate states, drawing on a review of the literature, consultation of national policy experts, and exemplary case studies. Four main patterns of senior civic participation are identified: adopting consultative or co-decisional participatory approaches in policy design or policy implementation. The four are represented to varying degrees at different geographical levels (national, regional, local), with different actor configurations (appointed, elected/nominated, corporate representation), and with varying degree of institutionalization (temporary/permanent). Case studies illustrate approaches taken to enhance the quality and effectiveness of public services for senior citizens. Future research should strengthen this line of enquiry to cast further light on conditions facilitating the civic participation of senior citizens.


2021 ◽  
Vol 13 (1) ◽  
pp. 20
Author(s):  
Abdulelah A. Alghamdi ◽  
Margaret Plunkett

With the increased use of Social Networking Sites and Apps (SNSAs) in Saudi Arabia, it is important to consider the impact of this on the social lives of tertiary students, who are heavy users of such technology. A mixed methods study exploring the effect of SNSAs use on the social capital of Saudi postgraduate students was conducted using a multidimensional construct of social capital, which included the components of life satisfaction, social trust, civic participation, and political engagement. Data were collected through surveys and interviews involving 313 male and 293 female postgraduate students from Umm Al-Qura University (UQU) in Makkah. Findings show that male and female participants perceived SNSAs use impacting all components of social capital at a moderate and mainly positive level. Correlational analysis demonstrated medium to large positive correlations among components of social capital. Gender differences were not evident in the life satisfaction and social trust components; however, females reported more involvement with SNSAs for the purposes of political engagement while males reported more use for civic participation, which is an interesting finding, in light of the norms and traditional culture of Saudi society.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document