scholarly journals PENGARUH BERBAGAI TINGKAT FRAKSI EKSTRAK BUAH MENGKUDU (M. citrifolia) TERHADAP C. capsici PADA CABAI (C. annum L.) SECARA IN VITRO

2013 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
Author(s):  
Weni Septiana ◽  
Efri Efri ◽  
Titik Nur Aeny

Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman cabai. Mengkudu merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan penyakit antraknosa. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh setiap tingkat fraksi senyawa ekstrak buah mengkudu pada pelarut alkohol terhadap pertumbuhan jamur C.capsici, penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai, secara in vitro. Buah mengkudu diekstraksi bertingkat menggunakan pelarut aquades, alkohol 10%, alkohol 20%, alkohol 30%, alkohol 40%, alkohol 50%, alkohol 60%, alkohol 70%, alkohol 80% dan alkohol 90% sehingga diperoleh serbuk ekstrak buah mengkudu fraksi 1 sampai fraksi 10. Selanjutnya serbuk tersebut diuji untuk mengetahui aktifitas antifungi pada jamur C. capsici. Perlakuan dalam percobaan ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan jamur C. capsici penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai secara in vitro. Fraksi ekstrak buah mengkudu yang berpotensi sebagai fungisida penghambat pertumbuhan jamur patogen adalah ekstrak yang terlarut dalam alkohol 30%, sedangkan fraksi ekstrak buah mengkudu yang mendorong pertumbuhan jamur C.capsici adalah ekstrak yang terlarut dalam aquades, alkohol 20%, alkohol 40%, alkohol 50%, alkohol 60%, alkohol 70%, alkohol 80% dan alkohol 90%.

2013 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
Author(s):  
Yanti Ningsih ◽  
Efri Efri ◽  
Titik Nur Aeny

Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam famili solanaceae. Budidaya cabai seringkali menghadapi banyak kendala terutama dalam usaha meningkatkan produktivitas, baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu penyakit yang menjadi kendala pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici dan pada tingkat tertentu dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fraksi ekstrak daun nimba dan daun jarak sebagai biofungisida terhadap pertumbuhan C. capsici secara in vitro penyebab penyakit antraknosa pada cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba fraksi alkohol 90% , ekstrak daun jarak fraksi alkohol 10%, fraksi alkohol 90%, fraksi etil asetat 10% dan fraksi n-heksana 90% berpotensi sebagai fungisida nabati yang dapat menghambat pertumbuhan koloni dan pembentukan spora C. capsici.


2013 ◽  
Vol 1 (3) ◽  
Author(s):  
Intan Rahayu Ningtyas ◽  
Efri Efri ◽  
Titik Nur Aeny

Salah satu kendala untuk meningkatkan produktivitas cabai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas adalah penyakit antraknosa, yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai tingkat fraksi ekstrak daun sirih (Piper betle L.) dan daun babadotan (Ageratum conyzoides) terhadap pertumbuhan C. capsici secara in vitro. Percobaan terdiri dari dua sub percobaan, masing-masing sub percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan sebelas perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan sub percobaan pertama terdiri dari kontrol (PDA tanpa perlakuan ekstrak daun sirih), ekstrak daun sirih dengan pelarut aquades, ekstrak daun sirih dengan pelarut alkohol 10% (daun sirih + alkohol 10%), pelarut alkohol 50% (daun sirih + alkohol 50%), pelarut alkohol 90% (daun sirih + alkohol 90%), pelarut etil asetat 10% (daun sirih + etil asetat 10%), pelarut etil asetat 50% (daun sirih + etil asetat 50%), pelarut etil asetat 90% (daun sirih + etil asetat 90%), pelarut  n-heksana 10% (daun sirih + n-heksana 10%), pelarut n-heksana 50% (daun sirih + n-heksana 50%), dan pelarut n-heksana 90% (daun sirih + n-heksana 90%). Sub percobaan kedua adalah ekstrak daun babadotan dengan perlakuan yang sama dengan ekstrak daun sirih.  Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda (Duncan) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun sirih pada fraksi ekstrak n-heksana 50%, n-heksana 90%, n-heksana 10% dan etil asetat 90% menunjukkan pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan C. capsici. Pada daun sirih, fraksi ekstrak n-heksana 50%, n-heksana 90%, nheksana 10% dan etil asetat 90 dapat berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan jumlah spora. Pada ekstrak daun babadotan, fraksi ekstrak n-heksana 10%, n-heksana 50%, n-heksana 90% dapat menghambat pertumbuhan C. capsici. Tetapi, pada jumlah spora daun babadotan, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan spora.


2013 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
Author(s):  
Septya Eka Prasetia Rani ◽  
Efri Efri ◽  
Joko Prasetyo

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai fraksi ekstrak daun mengkudu terhadap pertumbuhan dan perkembangan Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada cabai secara in vitro. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak daun mengkudu yang terlarut dalam alkohol konsentrasi 10%, 30%, 50%, 60%, 70%, 90% dan ekstrak daun mengkudu yang terlarut dalam aquades efektif menghambat pertumbuhan diameter pada koloni C. Capsici. Selain menghambat pertumbuhan vegetatif, ekstrak daun mengkudu yang terlarut dalam alkohol konsentrasi 10% dan 30% juga menghambat pembentukan spora (sporulasi) koloni C. capsici.


Author(s):  
Maimunah Maimunah ◽  
Azwana Azwana ◽  
Cornelis Pandala

Effectiveness Kenikir and Betle Leaft Extraction as Biofungicide to Cause Disease Antraknosa (Colletotricum capsici) On Chili (Capsicum annuum) in In vitro. The research was done in the Laboratory Protection Plant Agriculture Faculty University of Medan Area, was held since Mei to July 2018. The research use Design Random Complete (RAL) Non Factorial with treatment F0 = negative control (PDA Media 100 %) F1 = Positive control (Synthetic fungicide 0.2%), F2 = 20% kenikir+ 10%betel, F3 = 30 % kenikir+ 10%betel,, F4 = 40% kenikir+ 10%betel, F5 = 20% kenikir+ 20%betel, F6 = 30 % kenikir+ 20%betel, F7 = 40% kenikir+ 20%betel, F8 = 20% kenikir+ 30%betel, F9 = 30% kenikir+ 30%betel, F10 = 40 % kenikir+ 30%betel. The results of the study: the tested extract of kenikir and betel leaf leaves showed the same results for inhibiting the growth of colony diameter and percentage of fungi growth.


Author(s):  
Rochmah Kurnijasanti ◽  
Amaq Fadholly

Capsicum annum L. is a potential natural plant that have a lot of various pharmacological effects, including as anticancer agent. This study Aim to analyze Capsicum annum extract (CAE) on T47D cells. CAE (10, 20, 40, 60, 80µg/mL) treated on T47D cells to determined IC50 value by MTT assay. Apoptosis induction is also investigated through caspase-3 expressions (IC50, 2IC50). The present study showed that CAE suppress T47D cells proliferation with IC50 value of 75.81µg/mL. The caspase-3 expression on 2IC50 is higher (67.16%) than IC50 (52.16%). This result indicate that CAE has ability as anticancer agent by inhibiting cell growth and induce apoptosis through caspase-3 expression on T47D cells. Further study of CAE holds potential for novel therapies of cancer prevention and treatment.


2018 ◽  
Vol 8 (2) ◽  
pp. 90-102
Author(s):  
Zee Kar Yan ◽  
Vu Thanh Tu Anh

Chilli is commonly used as spice in Malaysian culinary, principal ingredients in paste (sambal) and as the raw material in sauce industry. Anthracnose disease caused by Colletotrichum capsici is one of the major causes of economic loss to chilli production especially in Asia. Even a small lesion on chilli might affect the quality, thus the market value of the chilli. Disease symptoms caused by C. capsici include brown, circular and sunken lesion with concentric rings of black acervuli. Chemicals have been used to treat the chilli but they might cause environmental pollution, affect human health and lead to pathogen resistance to the chemicals. Therefore, an alternative method to chemical control is required. In this study, C. capsici was isolated from a naturally infected chilli fruit (Capsicum frutescens), and a species of Trichoderma was isolated from the rhizosphere of grasses. Pure cultures of both fungi were established then used in antagonism studies in in vitro and in vivo. Dual culture of pathogens and Trichoderma sp. indicated that Trichoderma sp. competed with C. capsici for space and nutrients, caused the loss of turgidity of the fungal hyphae, and reduced the fungal growth by producing volatile metabolites. Trichoderma sp. decreased disease severity on chilli artificially inoculated fruits up to 64% when Trichoderma mycelial plug was used and 55% when culture filtrate was applied. Field trials are recommended to examine the antagonism of Trichoderma sp. in real production conditions. Keywords: Anthracnose, biological control, Colletotrichum capsici, Trichoderma sp.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document