Analisis Kekuatan Alat Bukti Tidak Langsung dalam Pembuktian Dugaan Praktik Kartel
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam menangani praktik kartel menggunakan pembuktian tidak langsung (indirect evidence) karena para pelaku usaha menggunakan perjanjian secara rahasia atau diam-diam sehingga sulit dibuktikan secara langsung. Praktiknya dalam proses penegakan hukum perkara kartel yang ditangani oleh KPPU maupun peradilan serta Mahkamah Agung terdapat inkonsistensi atau perbedaan pertimbangan hukum terkait keabsahan pembuktian tidak langsung. Melalui penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, peneliti ingin mengetahu tentang pembuktian kasus kartel oleh KPPU jika tidak ditemukan alat bukti langsung dan kedudukan alat bukti tidak langsung (circumstantial evidence) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menghasilkan penelitian bahwa KPPU dalam menggunakan pembuktian tidak langsung dilakukan karena dalam praktik kartel perjanjian dilakukan secara diam-diam maupun rahasia, praktiknya dalam Putusan Mahkamah Agung masih terdapat penafsiran atas pembuktian tidak langsung yang belum mengatur keabsahan sebagaimana di dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kedudukan alat bukti tidak langsung seperti bukti komunikasi dan bukti ekonomi sebagai alat bukti tidak langsung berbeda dengan alat bukti lain baik dalam perdata maupun pidana karena kedudukan bukti tidak langsung hanya sebagai petunjuk serta bukti tambahan pendukung dalam mencari kebenaran materiil praktik monopoli.