scholarly journals GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG PEMERIKSAAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI PUSKESMAS TAPAIAN DOLOK

2021 ◽  
Vol 6 (1) ◽  
pp. 49-63
Author(s):  
Yeyen Damanik ◽  
Ribka Nova Sartika Sembiring

Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang penting dalam kehidupan seorang wanita dan keluarga pada umumnya. Kehamilan yang diharapkan oleh seorang wanita dalam keadaan normal, sehat dan tidak menyulitkan baik bagi calon ibu maupun bayi. Penyakit yang dialami selama kehamilan akan berdampak kurang menguntungkan bagi bayi. Salah satu penyakit yang saat ini sangat ditakuti adalah Human Immunodeficiency Virus . Menurut World Health Organization hal ini disebabkan belum ada vaksin untuk mencegah HIV/AIDS dan untuk pengobatannya juga belum ditemukan. PMTCT adalah sebuah strategi untuk memberikan harapan bagi anak-anak untuk lahir bebas dari HIV dari ibu yang terinfeksi. Penularan HIV dari Ibu ke anak tanpa adanya upaya pencegahan adalah sebesar 20%-45%. Dengan pencegahan yang berkualitas angka tersebut dapat diturunkan hingga sekitar 2%-5%. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, data Kementerian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan dari 21.103 ibu hamil yang menjalani tes HIV, terdapat 534 orang atau 2,6 % diantaranya positif terinfeksi HIV. Prevalensi HIV pada ibu hamil di proyeksikan meningkat dari 0,38% pada tahun 2012 dan menjadi 0,49% pada tahun 2016, dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan PPIA juga akan meningkat dari 13.189 orang tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Keluarga dengan status sosial ekonomi rendah cenderung memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini pendidikan berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki ibu. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar, jadi semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin mudah pula menerima informasi, sehingga banyak pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai- nilai baru yang diperkenalkan. Selain itu tingkat pendidikan berkaitan dengan pendapatan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan makan semakin tinggi pulang pendapatan yang dihasilkan .

2017 ◽  
Vol 4 (1) ◽  
pp. 1
Author(s):  
Teguh H Karyadi

Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik bagi pasien terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik. Pada tahun 2015, menurut World Health Organization (WHO) antiretroviral sudah digunakan pada 46% pasien HIV di berbagai negara. Penggunaan ARV tersebut telah berhasil menurunkan angka kematian terkait HIV/AIDS dari 1,5 juta pada tahun 2010 menjadi 1,1 juta pada tahun 2015. Antiretroviral selain sebagai antivirus juga berguna untuk mencegah penularan HIV kepada pasangan seksual, maupun penularan HIV dari ibu ke anaknya. Hingga pada akhirnya diharapkan mengurangi jumlah kasus orang terinfeksi HIV baru di berbagai negara.


2019 ◽  
Vol 8 (03) ◽  
pp. 130-135
Author(s):  
Zahrah Maulidia Septimar ◽  
Siti Robeatul Adawiyah

Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik bagi pasien terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini. Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi kematian akibat infeksi oportunistik. Pada tahun 2015, menurut World Health Organization (WHO) antiretroviral sudah digunakan pada 46% pasien HIV di berbagai negara. Penggunaan ARV tersebut telah berhasil menurunkan angka kematian terkait HIV/AIDS dari 1,5 juta pada tahun 2010 menjadi 1,1 juta pada tahun 2015. Desain penelitian ini adalah kualitatif fenomenologi. Partisipan di tentukan dengan teknik purposive sampling berjumlah sepuluh orang dengan terdiri dari pasien yang positif HIV AIDS yang sedang menjalani pengobatan ARV.Tekhnik wawancara mendalam dilakukan menggunakan alat perekam dan panduan wawancara terstruktur, serta catatan lapangan.Analisa data menggunakan qualitative content analysis dengan pendekatan Collaizi. Tujuan penelitian ini di harapkan dapat menggali lebih dalam tentang pengalaman pasien HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV. Dari hasil penelitian di temukan beberapa tema yang menjadi pembahasan tema yang di cantumkan berdasarkan apa yang terjadi pada pasien HIV/AIDS yang berkaitan dengan pengalaman konsumsi ARV. Yaitu pemahaman mengenai penyakit HIV/AIDS, mengalani ketidaknyamanan fisik, memahami ketidaknyamanan psikis, hambatan yang dialami selama pengobatan, dukungan selama menjalani pengobatan, harapan untuk mencapai kesembuhan dari penyakit. Diperlukan studi pendahuluan lebih lanjut untuk mengkaji secara mendalam tema yang telah teridentifikasi pada jumlah partisipan yang lebih banyak.


2016 ◽  
Vol 11 (2) ◽  
pp. 178
Author(s):  
Yeni Tasa ◽  
Ina Debora Ratu Ludji ◽  
Rafael Paun

<em>Human Immunodeficiency Virus - Acquired Immuno Deficiency Syndrome </em>(HIV-AIDS)  merupakan penyakit menular yang jumlah penderitanya terus bertambah. Ibu rumah tangga merupakan penderita HIV/AIDS terbanyak di Kabupaten Belu. Pemanfaatan <em>Voluntary Counseling and Testing</em> (VCT) yang rendah oleh  orang dengan HIV/AIDS (odha) termasuk ibu rumah tangga terinfeksi HIV/AIDS menyebabkan  penyebaran HIV/AIDS sulit dikendalikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan umur, tingkat pendidikan, persepsi tentang penyakit, persepsi tentang pelayanan kesehatan, pekerjaan suami, pendapatan keluarga, keterjangkauan, persepsi keparahan penyakit dan persepsi stigma diri sendiri dengan pemanfaatan VCT oleh ibu rumah tangga terinfeksi HIV di Kabupaten Belu. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, disain <em>cross sectional.</em> Jumlah sampel adalah 90 orang yang merupakan total populasi<em>.</em> Penelitian dilakukan di Kabupaten Belu pada bulan Januari sampai Juli 2015. Analisa data secara deskriptif dan bivariat. Hasil analisis bivariat dengan uji <em>chisquare</em>menunjukkan adanya hubungan pendidikan (p=0,040), persepsi tentang penyakit (p=0,0001), persepsi tentang pelayanan kesehatan (p=0,0001), pendapatan keluarga (p=0,016), pekerjaan suami (0,037), keterjangkauan (p=0,038), persepsi keparahan penyakit (p=0,0001) dan persepsi stigma diri sendiri (p=0,0001) dengan pemanfaatan VCT. Persepsi tentang penyakit dan pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan dengan memperluas penyebaran informasi tentang penyakit HIV/AIDS dan manfaat VCT.<p><strong>Kata kunci</strong> :  HIV/AIDS, ibu rumah tangga,  pemanfaatan VCT</p>


2019 ◽  
Vol 1 (1) ◽  
pp. 22-24
Author(s):  
Wuri Hidayani

Tuberkulosis Paru (TB) paru merupakan penyakit kronis dengan agent Mycobacterium tuberculosis yang terus mengalami peningkatan kasus karena penularannya dari droplet penderita melalui udara. World Health Organization (WHO) merumuskan TB sebagai kegawatdaruratan dunia (Global Emergency). Hal ini disebabkan oleh adanya epidemi Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Selain itu juga adanya resisten berbagai obat (Depkes, 2009). Menurut WHO tahun 2011 menyatakan bahwa prevalensi TB paru diperkirakan dengan total penderita adalah 660.000 penderita per tahun, sedangkan insidensi TB paru diestimasikan sebesar 430.000 kasus baru per tahun. Estimasi kematian akibat TB paru di dunia adalah 61.000 kematian per tahunnya. Berdasarkan laporan tahunan World Health Organization (WHO) disimpulkan bahwa ada 22 negara dengan kategori beban tinggi terhadap TB (high Burden of TBC Number). Sebanyak 8,9 juta penderita TB dengan proporsi 80% pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun dan 1 orang dapat terinfeksi TB setiap detik. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia (WHO, 2010). Menurut WHO tahun 2014 menyatakan bahwa terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi TB paru. Berdasarkan laporan Depkes RI tahun 2008 menyatakan bahwa prevalensi TB paru yang paling terbanyak adalah Indonesia bagian timur sebesar 44%, pada peringkat kedua adalah Indonesia bagian barat yaitu di wilayah Sumatera sebesar 33%, di wilayah Jawa dan Bali sebesar 23%. Di provinsi Jawa Barat prevalensi TB paru sebesar  0,7%. Prevalensi TB paru di Provinsi Jawa Barat terus mengalami kenaikan kasus. Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menyatakan bahwa Kabupaten Tasikmalaya dengan jumlah kasus TB paru dan diobati sebanyak 1.088 penderita, angka kesembuhan TB paru pada penduduk laki-laki dan perempuan sebanyak 995 penduduk atau sebesar 91,45%. Angka pengobatan lengkap TB paru pada laki-laki dan perempuan sebanyak 29 orang atau sebesar 2,67 %, dengan angka kesuksesan (Success Rate/SR) sebesar 94,12 %. Apabila dilihat dari angka pengobatan lengkap TB paru  menunjukkan masih rendahnya kesadaran penderita TB paru dalam melakukan pengobatan lengkap. Berdasarkan data di bagian Surveilens Epidemiologi Puskesmas Singaparna tercatat ada 71 penderita TB paru pada tahun 2017. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan pengabdian masyarakat melalui kegiatan penyuluhan Faktor Risiko TB paru.  


2017 ◽  
Vol 2 (2) ◽  
pp. 112
Author(s):  
Maya Dinama ◽  
Supriyadi Supriyadi ◽  
Nurnaningsih Herya Ulfah

Abstract :The incidence of HIV/AIDS in Malang Regency in 2008-2014 hasincreased prevalence. The distribution of HIV/AIDS cases in Malang Regency is based on the risk factor of heterosexual 74%, 13% injecting drug users, 4% homosexuals, 5% from mother, 0%, 0% bisexual, and 3% unknown. Sumberpucung Sub-District was ranked second highest with 79 new cases. One of the prevention efforts of HIV / AIDS is through the service Voluntary Counseling and Testing (VCT). The study aims to find out the implementation of HIV/AIDS VCT service program at Sumberpucung CHC of Malang Regency. This research is descriptive research using quantitative method. Variables in research are input, process andoutput. Determination of research subjects using non probability samplingtechnique. Data collection is done by direct observation and documentation. The instrument used is a checklist. Data analysis uses descriptive statistics to calculate mean, median, mode. Categorization is done on each subvariabel using Paretto theory. The result of the research of the input variable on the availability of human resources is less good, the availability of facilities is less good, the availability of infrastructure is good, and the availability of the forms is good. The results ofresearch on the process variables in pre-testing counseling are less good and post-testing counseling is less good. The results of the output variables on sustainable support services are less good.Key Words :Implementation, VCT Services, HIV/AIDSAbstrak: Angka kejadian HIV/AIDS di Kabupaten Malang pada tahun 2008-2014 mengalami peningkatan prevalensi. Distribusi kasus HIV/AIDS di Kabupaten Malang berdasarkan faktor resikonya yaitu heteroseksual 74%, pengguna narkoba suntik 13%, homoseksual 4%, tertular ibunya 5%, mantan TKW 0%, biseksual 1%, dan tidak diketahui penyebabnya 3%. Kecamatan Sumberpucung menempati urutan kedua tertinggi dengan 79 kasus baru. Salah satu upaya preventif penanganan HIV/AIDS adalah melalui layanan Voluntary Counselling and Testing (VCT). Penelitian bertujuan untuk mengetahui implementasi program layanan VCTHIV/AIDS di Puskesmas Sumberpucung Kabupaten Malang. Penelitian inimerupakan penelitian deskriptif menggunakan metode kuantitatif. Variabel dalam penelitian adalah input, proses dan output. Penentuan subyek penelitian menggunakan teknik non probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah checklist. Analisis data menggunakan statistik deskriptif untuk menghitung mean,median, modus. Pengkategorian dilakukan pada setiap subvariabel menggunakan teori Paretto. Hasil dari penelitian variabel input pada ketersediaan SDM tergolong kurang baik, ketersediaan sarana tergolong kurang baik, ketersediaan prasarana tergolong baik, dan ketersediaan form-form tergolong baik. Hasil penelitian variabel proses pada konseling pra-testing tergolong kurang baik dan konseling pasca-testingtergolong kurang baik. Hasil penelitian variabel output pada pelayanan dukungan berkelanjutan tergolong kurang baik.Kata Kunci :Implementasi, Layanan VCT, HIV/AIDS


Author(s):  
Anna Maria Geretti ◽  
Alexander J Stockdale ◽  
Sophie H Kelly ◽  
Muge Cevik ◽  
Simon Collins ◽  
...  

Abstract Background Evidence is conflicting about how human immunodeficiency virus (HIV) modulates coronavirus disease 2019 (COVID-19). We compared the presentation characteristics and outcomes of adults with and without HIV who were hospitalized with COVID-19 at 207 centers across the United Kingdom and whose data were prospectively captured by the International Severe Acute Respiratory and Emerging Infection Consortium (ISARIC) World Health Organization (WHO) Clinical Characterization Protocol (CCP) study. Methods We used Kaplan-Meier methods and Cox regression to describe the association between HIV status and day-28 mortality, after separate adjustment for sex, ethnicity, age, hospital acquisition of COVID-19 (definite hospital acquisition excluded), presentation date, 10 individual comorbidities, and disease severity at presentation (as defined by hypoxia or oxygen therapy). Results Among 47 592 patients, 122 (0.26%) had confirmed HIV infection, and 112/122 (91.8%) had a record of antiretroviral therapy. At presentation, HIV-positive people were younger (median 56 vs 74 years; P &lt; .001) and had fewer comorbidities, more systemic symptoms and higher lymphocyte counts and C-reactive protein levels. The cumulative day-28 mortality was similar in the HIV-positive versus HIV-negative groups (26.7% vs. 32.1%; P = .16), but in those under 60 years of age HIV-positive status was associated with increased mortality (21.3% vs. 9.6%; P &lt; .001 [log-rank test]). Mortality was higher among people with HIV after adjusting for age (adjusted hazard ratio [aHR] 1.47, 95% confidence interval [CI] 1.01–2.14; P = .05), and the association persisted after adjusting for the other variables (aHR 1.69; 95% CI 1.15–2.48; P = .008) and when restricting the analysis to people aged &lt;60 years (aHR 2.87; 95% CI 1.70–4.84; P &lt; .001). Conclusions HIV-positive status was associated with an increased risk of day-28 mortality among patients hospitalized for COVID-19.


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document