scholarly journals GAMBARAN LAMA HARI RAWAT INAP, ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN POSITIVE DIET DI RSU HOLISTIC

2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 1-8
Author(s):  
Ahmad Yani ◽  
Rifka Hanny ◽  
Restu Amalia Hermanto

Latar Belakang: Lama rawat inap serta asupan energi dan protein rendah dapat mempengaruhi status gizi pasien. Makanan positive diet adalah salah satu jenis terapi diet yang diberikan kepada pasien di RSU Holistic. Tujuan positive diet memberikan makanan sesuai dengan kondisi pasien untuk detoksifikasi dan mencegah serta mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Jenis karbohidrat yang diberikan serealia organik dan umbi-umbian. Jenis protein tahu, tempe dan kacang-kacangan serta protein hewani seperti ikan kembung, ikan gindara, telur dan daging ayam kampung. Sumber lemak yang diberikan minyak zaitun dan minyak jagung. Tujuan Penelitian: Mengetahui gambaran lama hari rawat inap, asupan energi dan protein dengan status gizi pada pasien positive diet. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan bulan September-November 2020. Sembilan subjek yang memenuhi kriteria inklusi diambil dengan metode consecutive sampling. Data lama hari rawat inap diambil selama pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Data asupan energi dan protein menggunakan form food recall 3 x 24 jam. Data status gizi menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) diambil awal pasien masuk dan saat keluar dari rumah sakit. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 44,4% (n=4) memiliki lama hari rawat inap panjang (8-10 hari). Sebagian besar subjek memiliki rata-rata asupan energi baik (44,4%) dan asupan protein kurang (77,8%). Status gizi awal masuk dengan kategori normal sebanyak 4 orang (44,5%), dan saat keluar dari rumah sakit 5 orang (55,6%). Simpulan: Lama hari rawat inap yang panjang pada pasien yang mendapatkan positive diet memiliki asupan energi baik, asupan protein kurang dan status gizi normal.

Author(s):  
Dinar Mutiara ◽  
Andri Andrian Rusman ◽  
Rizky Sukma Ruhimat

Stunting adalah suatu keadaan tinggi badan menurut umur (TB/U) seseorang yang tidak sesuai dengan umur dan merupakan indikator dari malnutrisi pada anak usia dini. Seseorang dikatakan stunting bila z-score indeks TB/U atau PB/U-nya kurang dari (-2) standar deviasi berdasarkan World Health Organization-Multicentre Growth Reference Study (WHO-MGRS). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stunting dengan karakteristik anak (usia, jenis kelamin, dan BBLR), asupan zat gizi (asupan zat besi dan protein), dan anemia pada anak batita di wilayah Puskesmas Cibeber. Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik secara potong lintang. Pengumpulan sampel diambil dengan cara non-probability sampling, yaitu menggunakan metode consecutive sampling pada bulan Januari - Februari 2021 dan diperoleh 32 sampel. Instrumen yang digunakan berupa alat ukur tinggi badan, hemoglobinometer, dan lembar food recall 2 x 24 jam. Hasil uji statistik kai kuadrat didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi dengan kejadian stunting pada batita, yaitu asupan protein dengan nilai p= 0,012 dan asupan zat besi dengan nilai p=0,028. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada jenis kelamin dengan nilai p= 0,476, BBLR dengan nilai p= 0,365, dan anemia dengan nilai p= 0,288 dengan kejadian stunting pada anak batita. Kesimpulan pada penelitian ini setelah dilakukan uji bivariat adalah faktor asupan zat gizi yang berupa asupan zat besi dan protein memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak batita. Pemenuhan kebutuhan gizi batita sangat dibutuhkan untuk mencegah stunting sehingga proses perkembangan anak batita dapat berjalan sesuai dengan tahapannya.


2014 ◽  
Vol 3 (4) ◽  
pp. 972-981
Author(s):  
Maria Angela Dhiana ◽  
Fillah Fithra Dieny

 Latar Belakang: Laki - laki dengan citra tubuh negatif berusaha untuk meningkatkan massa otot dengan latihan angkat beban. Latihan angkat beban yang berlebihan dapat menyebabkan muscle dysmorphia (MD). Muscle Dysmorphia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perubahan pola makan pada pria dewasa yaitu konsumsi protein yang berlebihan, membatasi asupan  zat gizi non-protein. Perubahan pola makan ini tentu mempengaruhi asupan energi dan protein.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara MD dengan asupan energi dan protein pada dewasa pria usia 19-29 tahun.Metode: Studi cross-sectional pada anggota FLOZOR Sport Club Semarang usia 19-29 tahun dengan kriteria inklusi melakukan latihan rutin minimal dua kali seminggu dan tidak sedang menjalani diet khusus karena penyakit tertentu. Tiga puluh Sembilan subjek diambil dengan metode consecutive sampling. Data asupan energi dan protein diperoleh dari food recall 24h dibandingkan dengan AKG untuk warga Indonesia, data skor MD dengan angket Drive for Muscularity Scale (DMS),  data antropometri dari pengukuran berat badan, tinggi badan dan persen lemak tubuh, data frekuensi dan durasi latihan serta konsumsi suplemen massa otot diperoleh dari kuesioner. Analisis data menggunakan analisis uji korelasi Pearson pada MD dengan asupan energy, karbohidrat dan lemak, dan uji korelasi Spearman pada MD dengan asupan protein.Hasil: Sebanyak 64,1 % (n=25) subjek memiliki kategori persen lemak tubuh kategori fitness. Sebesar 51,3 % (n=20) subjek berlatih 4-5 kali per minggu; 56,4% (n=22) subjek berlatih 90-120 menit per hari. sebanyak 33,3 % (n=13) subjek mengkonsumsi suplemen penambah massa otot. Semua subjek (n=39) mengalami defisit energi dan karbohidrat tingkat berat. Hanya 10,2 % (n=4) subjek yang asupan proteinnya normal, bahkan terdapat 10,2 % (n=4) subjek yang termasuk kategori asupan protein berlebih, semuanya mengkonsumsi suplemen penambah massa otot. Subjek yang mengalami defisit asupan lemak tingkat berat sebesar 89,8 %. Sebanyak 46,2 % (n=18) subjek terdiagnosis mengalami MD. Uji korelasi menunjukan tidak adanya hubungan antara MD dengan asupan energi, karbohidrat dan protein. (p=0,644; p=0,232; p=0,570). Ada hubungan antara MD dengan asupan lemak (r= - 0,369; p=0,021)Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara Muscle Dysmorphia dengan asupan energi, karbohidrat dan protein. Ada hubungan antara Muscle Dysmorphia dengan asupan lemak


2020 ◽  
Vol 9 (1) ◽  
Author(s):  
Hena Ferlina ◽  
Ai Nurhayati ◽  
Rita Patriasih
Keyword(s):  

Abstrak : Wasting merupakan masalah kesehatan dimana salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemenuhan energi. Prevalensi anak yang mengalami kasus wasting ataupun severely wasting di wilayah kerja puskesmas Rancasalak di Desa Mandalasari, Kabupaten Garut sebesar 4,9% dari jumlah anak di daerah tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui asupan energi dari karbohidrat, protein, lemak, serta mengetahui keanekaragaman konsumsi makanan sumber energi pada anak wasting di Desa Mandalasari, Kabupaten Garut. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Responden pada penelitian adalah ibu/pengasuh dari 21 anak dengan status gizi wasting. Asupan energi dan keanekaragaman diperoleh dengan cara wawancara menggunakan form food recall 2 x 24 jam dan form frekuensi makanan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata – rata pemenuhan asupan energi yang berasal dari karbohidrat, protein, dan lemak sebanyak 963±307 kalori/hari (60.16% AKG) dan termasuk kedalam kategori defisit. Sumber energi dari karbohidrat sebesar 37.43%, protein 7.31% dan lemak 15.42%. Keragaman konsumsi makanan di dominasi oleh nasi dengan frekuensi 2x/hari, asupan protein dan lemak di dominasi oleh telur dengan frekuensi 1x/hari. Rekomendasi pada penelitian ini ditujukan kepada kader PKK untuk memberikan penyuluhan terkait pesan gizi seimbang, peningkatan pemahaman dan kepedulian akan konsumsi makanan baik dari segi keanekaragaman, frekuensi dan jumlahnya.Kata Kunci : anak, asupan energi, wasting


2019 ◽  
Vol 1 (2) ◽  
pp. 48-52
Author(s):  
Dyah Kartika Wening ◽  
Puji Afiatna

Latar Belakang : Upaya perbaikan kesehatan kerja menjadi penting untuk membangun SDM ketenagakerjaan yang berkualitas, sehingga memiliki produktivitas yang baik. Gizi tenaga kerja mempunyai peranan penting untuk meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja perlu mendapatkan asupan gizi yang baik dan sesuai dengan jenis maupun beban pekerjaan. Dengan demikian akan menghasilkan tenaga kerja yang mempunyai daya tahan, kesehatan dan satus gizi pekerja yang baik. Kelebihan asupan energi dan rendahnya aktivitas fisik meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Angka kebutuhan energi dan zat gizi lain perlu disesuaikan dengan tingkat aktivitas fisik individu tenaga kerja. Tujuan : Mengidentifikasi determinan status gizi pada tenaga kerja CV. Karoseri Laksana. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 150 orang pekerja berjenis kelami laki-laki dengan rentang usia 19 – 66 tahun, diambil dengan metode simple random sampling. Data asupan energi diperoleh melalui kuesioner food recall 3 x 24 jam. Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur menggunakan metode antropometri. Data beban kerja dihitung dengan cara mengukur tingkat beban kerja melalui reaksi fisiologis tubuh berdasar cardiovascular strain secara manual dengan menggunakan stopwatch. Analisis data dengan Shapiro wilk, rank spearman, dan regresi linier ganda. Hasil : Sebanyak 20% subyek termasuk underweight, 40% subyek termasuk status gizi normal, 14% subyek tergolong overweight, dan 26% subyek tergolong dalam obesitas. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi tenaga kerja, diantaranya adalah asupan energi, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, dan beban kerja. Variabel yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap status gizi adalah beban kerja, sehingga beban kerja dapat digunakan untuk mempredikti IMT. Kata kunci : status gizi, tenaga kerja, obesitas.


2018 ◽  
Vol 7 (2) ◽  
pp. 45
Author(s):  
Siti Nurkomala ◽  
Nuryanto Nuryanto ◽  
Binar Panunggal

Latar Belakang: Praktik pemberian MPASI berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi dan anak. Pemberian MPASI yang tidak tepat dapat menyebabkan stunting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis praktik pemberian MPASI pada anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan. Metode: Penelitian cross-sectional dilakukan di Kabupaten Cirebon. Subjek terdiri dari 42 subjek stunting dan 42 subjek tidak stunting yang diambil dengan metode consecutive sampling. Praktik pemberian MPASI meliputi waktu pemberian MPASI pertama, variasi bahan MPASI, frekuensi pemberian MPASI, dan asupan zat gizi, didapatkan dari kuesioner food recall 3x24 jam. Stunting ditentukan dengan perhitungan Z-Score PB/U <-2 SD, sedangkan tidak stunting ditentukan dengan PB/U -2 s/d +2 SD. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square, Independent T-Test, dan Mann Whitney.Hasil: Rerata kecukupan asupan energi pada kelompok stunting adalah 70.14±21.91% total kebutuhan, sedangkan pada kelompok tidak stunting adalah 106.4±35.26% total kebutuhan. Total subjek pada kelompok stunting yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 88.1%, asupan energi cukup sebanyak 9.5%, dan asupan energi berlebih sebanyak 2.4%, sedangkan asupan energi yang rendah, cukup, dan berlebih pada kelompok tidak stunting masing-masing sebanyak 33.3%. Asupan energi, protein, besi dan seng menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok stunting dan tidak stunting (p<0.05). Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI antara kelompok stunting dan tidak stunting (p=0.008), sedangkan waktu pemberian MPASI pertama dan frekuensi pemberian MPASI tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p>0.05).Simpulan: Terdapat perbedaan variasi bahan MPASI dan rerata asupan energi, protein, besi, dan seng pada praktik pemberian MPASI antara anak stunting dan tidak stunting usia 6-24 bulan.


2017 ◽  
Vol 16 (3) ◽  
Author(s):  
Arisanty Nursetia Restuti ◽  
Yoswenita Susindra
Keyword(s):  

Kebutuhan zat besi pada remaja putri lebih tinggi dibandingkan remaja putra, disebabkan remaja putri rutin mengalami menstruasi, sehingga remaja putri lebih rentan menderita anemia. Kebiasaan makan yang salah pada remaja putri merupakan penyebab anemia. Anemia gizi pada remaja putri dapat berakibat menurunnya kesehatan reproduksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui hubungan antara status gizi dan asupan zat gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.Jenis penelitian ini cross sectional Penelitian dilakukan di SMK Mahfilud Duror II Jelbuk pada bulan September sampai November tahun 2016. Pengambilan sampel dengan mengunakan metode accidental sampling. Kriteria inklusi yaitu remaja putri usia 14 – 18 tahun, tidak sedang menstruasi, tidak mengkonsumsi tablet Fe. Data yang dipakai adalah data asupan yang diperoleh dari hasil perhitungan food recall 2 (1 x 24 jam), data status gizi diperoleh dari perhitungan tinggi badan dan berat badan kemudian diukur indeks massa tubuh (IMT) bedasarkan usia, serta data anemia didapatkan hasil pemeriksaan darah metode quick cek Hb. Data diuji menggunakan uji Gamma.Hasil penelitian didapatkan dari 109 siswi, 71 orang yang masuk kriteria inklusi, sedangkan 38 orang tereklusi karena sedang menstruasi. Uji hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia didapatkan p = 0,36 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan, sedangkan uji hubungan antara asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin C didapatkan nilai p > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Meningkatnya konsumsi makanan olahan yang nilai gizinya kurang, namun memiliki banyak kalori Konsumsijunk food merupakan penyebab para remaja rentan sekali kekurangan zat gizi tertentu meskipun status gizi normal.


2017 ◽  
Vol 6 (3) ◽  
pp. 262 ◽  
Author(s):  
Syifa Nala Fauziyah ◽  
Martha Ardiaria ◽  
Hartanti Sandi Wijayanti

Latar belakang: Terapi diet pada anak autisme yang paling banyak diterapkan adalah diet bebas gluten dan/atau kasein karena mampu memperbaiki gejala hiperaktif atau gangguan autisme lainnya. Hal ini juga dapat berdampak pada tingkat kecukupan asupan zat gizi anak autisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi konsumsi gluten dan kasein dengan status gizi pada anak autisme.Metode: Penelitian observasional desain cross sectional dengan jumlah responden 34 anak autisme yang diambil melalui metode consecutive sampling. Pengambilan data primer meliputi data asupan makanan dengan menggunakan metode food recall 3x24 jam dan Food Frequency Questionaire (FFQ), data aktivitas fisik dengan mengunakan kuisoner Physical Activity Questionaire for Children (PAQ-C), serta data antropometri melalui timbangan digital ketelitian 0,1 kg dan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Analisis data dengan uji deskriptif dan uji korelasi.Hasil: Masalah gizi yang banyak ditemukan pada responden adalah gizi lebih sebesar 44,1%. Rerata frekuensi konsumsi gluten 9±8,8 kali/minggu dan konsumsi kasein 7±1,5 kali/minggu. Rata-rata aktivitas responden termasuk dalam kategori rendah. Hasil analisis uji Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara frekuensi konsumsi gluten dan kasein dengan status gizi (p=0,32 r=-0,17). Namun, memiliki hubungan bermakna antara frekuensi konsumsi gluten dan/atau kasein dengan tingkat kecukupan energi (p=0,049 r=0,34) dan lemak (p=0,037 r=0,36) melalui uji korelasi pearson.Simpulan: Frekuensi konsumsi gluten dan kasein tidak memiliki hubungan bermakna terhadap status gizi  pada anak autisme.


2019 ◽  
Vol 3 (3) ◽  
pp. 183
Author(s):  
Lutfiyatul Afifah

Background: Nutritional status of toddlers is considered important since they are generally more susceptible to nutritional problem. Some factors that affect them is level of nutrient intake, which include level of energy intake, carbohydrate intake, and family income. Family income is associated with the ability to provide food, thus affecting the level of nutrient intake for the family.Objectives: The objective of the study was to analyze the correlation between incomes, level of energy and carbohydrate intake with nutritional status of toddlers aged 2-5 years in Lenteng sub-District, Sumenep.Methods: the design of this study was cross sectional.  Sample size was 70 parents of toddlers aged 2-5 years in Lenteng sub-District, Sumenep. Weight and height of the toddlers were measured to determine the nutritional status of the toddlers. Interviews with parents were also conducted to determine the characteristic of the toddlers and the family income. Lastly, 2 x 24 hours food recall was used to examine the level of their nutrient intake. The data were analyzed by using Spearman correlation test with α= 0.05.Results: The results showed that 57.1% toddlers were in low income category. 65.7% toddlers were in inadequate level of energy intake. 95.7% were in inadequate level of carbohydrate intake. Prevalence of toddlers with normal nutritional status normal were 84.3%, 11.4% was malnourished, while 2.9% was severely malnourished.  The result showed that level of energy intake and carbohydrate intake are related to nutritional status of toddlers (p=0.040) and (p=0.045). However, there was no correlation found between family incomes with toddlers' family income.Conclusions: Family income was not found to be related to the nutritional status of toddlers. While the lower level of nutrient intake can potentially affect nutritional problem among toddlers.  Thus, an adequate nutrient intake is required to help toddlers meet their balanced nutritional needs.ABSTRAK Latar Belakang: Status gizi balita penting diperhatikan karena balita rentan mengalami masalah gizi. Masalah gizi pada balita masih banyak terjadi. Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu tingkat asupan zat gizi termasuk energi dan karbohidrat serta pendapatan keluarga. Rendahnya asupan zat gizi dapat mengakibatkan masalah gizi balita. Pendapatan keluarga berkaitan dengan kemampuan memenuhi asupan pangan keluarga.Tujuan: Untuk menganalisis hubungan antara pendapatan, tingkat asupan energi, dan karbohidrat dengan status gizi balita usia 2-5 tahun di Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Jumlah sampel 70  orang tua balita berusia 2 hingga 5 tahun. Pengukuran berat badan dan tinggi badan balita untuk menilai status gizi. Wawancara kepada orang tua untuk mengetahui karakteristik balita dan pendapatan keluarga serta food recall 2 x 24 hours untuk mengetahui tingkat asupan balita. Data dianalisis menggunakan uji korelasi spearman dengan α= 0,05.Hasil: Sebanyak 57,1% responden berpendapatan rendah. Sebanyak 65,7% tingkat asupan energi adalah inadequate dan 95,7% karbohidrat adalah kurang. Prevalensi status gizi normal 84,3%, kurus 11,4% dan sangat kurus 2,9%. Hasil analisis menyebutkan ada hubungan antara tingkat asupan energi (p=0,040) dan tingkat asupan karbohidrat (p=0,045) dengan status gizi balita. Sedangkan pendapatan tidak berhubungan dengan status gizi balita (p=0,649).Kesimpulan: Pendapatan keluarga berhubungan dengan status gizi balita. Tingkat asupan zat gizi yang kurang dapat meningkatkan risiko masalah gizi balita. Maka perlu dilakukan peningkatan asupan zat gizi untuk memperoleh status gizi yang baik atau normal.


2013 ◽  
Vol 2 (4) ◽  
pp. 638-644
Author(s):  
Mursid Tri Susilo ◽  
Nurmasari Widyastuti

Latar Belakang :  Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek sebagai akibat dari pertumbuhan linear yang terhambat, ditandai dengan z-score panjang badan menurut umur (PB/U) kurang dari -2 SD.  Kadar seng rambut dapat menggambarkan kadar seng kronis pada masa lampau sehingga tepat untuk mengukur kadar seng pada kondisi stunting yang merupakan kondisi malnutrisi yang sudah berlangsung lama.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar seng (Zn) rambut dengan z-score panjang badan menurut umur (PB/U) balita usia 12-24 bulan sehingga dapat menjadi acuan dalam menjelaskan pengukuran kadar seng (Zn) rambut sebagai indikator kejadian stunting secara biokimia.Metode :  Penelitian observasional dengan desain cross sectional, jumlah subjek 58 balita usia 12-24 bulan di kecamatan Semarang Timur.  Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.  Data asupan makanan diperoleh menggunakan food recall 3x24 jam.  Kadar seng rambut diukur dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).  Analisis bivariat menggunakan uji Pearson dan Rank-Spearman.Hasil :  Angka kejadian balita stunting (< -2SD) yaitu 36,21%.  Semua subjek memiliki kadar seng rambut normal (198,61 ± 49,73 ppm) dan tidak terdapat hubungan antara kadar seng (Zn) rambut dengan z-score PB/U (r = -0,069; p=0,607).  Kesimpulan :  Kadar seng (Zn) rambut tidak berhubungan dengan z-score PB/U (r = -0,069; p=0,607).     


2021 ◽  
Vol 5 (1) ◽  
pp. 415-423
Author(s):  
Besti Verawati ◽  
Nopri Yanto ◽  
Nur Afrinis

Stunting merupakan pertumbuhan linear yang lambat, dimana panjang atau tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia. Stunting pada balita merupakan salah satu masalah gizi yang disebebkan oleh asupan protein dan ketahanan pangan keluarga. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan asupan protein dan kerawanan pangan dengan kejadian stunting pada balita di masa pandemi. Jenis penelitian kunatitatif dengan desain Cross Sectional. Populasi yaitu 55 Ibu yang memiliki balita. Penelitian dilakukan pada Oktober 2020- Januari 2021., jumlah sampel 55 balita diambil dengan teknik total sampling. Pengumpulan data asupan protein menggunakan kuesioner Food Recall 2 x 24 jam dan pengukuran kerawanan pangan menggunakan kuesioner Food Insecurity and Experience Scale (FIES). serta data status gizi yaitu TB menggunakan microtoice. Data dianalisis menggunakan secara univariat dan bivariate dengan uji Chi-Square. Sebanyak 29 (53%) balita stunting, sebanyak 34 (62%) asupan protein kurang, dan sebanyak 32 (48%) keluarga rawan pangan. Terdapat hubungan yang signifikan (p


Sign in / Sign up

Export Citation Format

Share Document